Mohon tunggu...
Inovasi

Antara Pro dan Kontra Bolehkah Saling Meludah?

26 Februari 2016   23:58 Diperbarui: 27 Februari 2016   01:36 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa dekade terakhir ini, dapat dikatakan bahwa Indonesia sudah sepenuhnya masuk dalam lingkup globalisasi. Telah banyak produk dari luar negeri yang mulai beredar di  jajaran pasar Indonesia. Bukan hanya produk berupa “barang” yang diperjualbelikan di pasaran, melainkan juga berupa produk-produk sosial yang nantinya akan sulit untuk dikonsumsi dengan mudah. Beberapa produk sosial inilah yang nantinya akan menjadi suatu masalah yang bila tidak diatasi dengan kepala dingin akan menjadi sengketa besar-besaran antar warga masyarakat. Bila kita melihat pada kenyataan yang terjadi saat ini, masyarakat Indonesia kini sekiranya sudah mulai mengkonsumsi secara publik produk-produk sosial ini. Pertanyaannya adalah, apakah kita yakin bahwa Indonesia sudah siap terhadapnya?

Sejumlah pro dan kontra dari masyarakat pun mulai naik ke permukaan atas munculnya fenomena produk sosial ini. Beberapa dari mereka pun mulai mengklaim valid apa yang sudah mereka opinikan tanpa ada indikasi yang benar-benar dipahami oleh masyarakat luas. Beberapa kolom berita pun kini mulai diwarnai dengan beberapa opini terkait masalah internasional, atau bahkan berupa masalah nasional yang dibahas dengan lagam bahasa internasional. Banyak dari komentar-komentar para ahli baik dalam kubu pro maupun kubu kontra yang tampak sekali bahwa mereka telah mencampuradukkan antara kalimat informatif dengan kalimat diskriminatif. Di lain sisi pihak yang berwenang pun malah merubah image keberwenangannya menjadi seorang yang selalu menyodorkan ideologi dan opininya sendiri.

“Memang pada benci sama LGBT mau apa lo...? Tanya semua orang tua di Indonesia mana yg setuju anakanya jadi LGBT... jgan2 elu termasuk lagi makanya ngebelain...”

“KAlau emang elu benci terorisme ya sama ama gw. Tpi terosrisme engga mesti Islam kok, apa agama elu yang jangan2 ngajarin terorisme???”

Beberapa kalimat tadi saya kutip dari beberapa komentar terhadap beberapa kolom berita di media sosial. Menurut saya, terlepas dari pro atau tidaknya si pengomentar, mereka berdua melakukan hal yang serupa yakni mencaci dan bahkan menjatuhkan praduga negatif kepada si penulis berita yang kemungkinan besar bahwa mereka tidak saling mengenal atau bahkan mereka tidak pernah bertatap muka satu sama lain. Apabila dikupas dari segi hukum, menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bab XVIII Pasal 335 ayat (1) Tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan, satu-satunya orang yang dapat dijatuhi hukuman pidana adalah si pengomentar.

Dari contoh reaksi publik diatas yang terkait dengan masalah LGBT dan Terorisme ISIS ini kedua topik pembahasan ini sama-sama merupakan contoh dari produk sosial .Keduanya berasal dari sumber yang sama yakni globalisasi dan menjadi benar pernyataan saya apabila “produk sosial menciptakan sebuah sengketa apabila tidak dihadapi dengan kepala dingin,” dan betapa sungguh nampak bahwa memang Indonesia belum siap terhadap produk-produk sosial seperti ini.

Tidak hanya terjadi di dalam dunia maya, contoh lain lagi dari reaksi negatif masyarakat Indonesia terhadap produk sosial contohnya, pada Selasa (23/2/2016) lalu, ada sejumlah kelompok massa intoleran yang melakukan aksi di Tugu Yogyakarta dan menyebarkan selebaran bernada ancaman terhadap kelompok LGBT.

"Dalam aksinya, kelompok massa intoleran tersebut menyebarkan rilis mengenai ancaman kekerasan akan melakukan pembakaran, perajaman, dan dijatuhkan dari tempat tinggi kepada kelompok LGBT," ujar koordinator Kontras, Haris Azhar, dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (25/2/2016).

Bukan hal tabu memang untuk berkomentar dan berpendapat di muka publik sejauh itu tidak merugikan pihak lain. Dalam kajian opini saya sendiri, apapun bentuk produk sosial itu, apapun dampaknya, seluruh produk sosial pastilah berbeda atau bahkan bertolak belakang dengan kepribadian awal kita, dan bukan tugas kita untuk menyalahkan atau membenarkan.

Tugas warga negara yang baik hanyalah untuk memilah produk mana yang sekiranya cocok dan benar untuk diaplikasikan di dalam lingkungan masyarakatnya. Apabila cara kita untuk memilah produk itu adalah dengan perbuatan yang tidak baik dan bahkan hingga menimbulkan kekerasaan, saya rasa cara memilah anda lah yang bertolak belakang dengan kepribadian bangsa Indonesia.

 

penulis : Julius Niko Paskananda XII I / 14

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun