Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali membawa bencana, tidak saja kehidupan perekonomian nasional, akan tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara.
Mengingat semakin merajalelanya tindak pidana korupsi di Indonesia, maka tidak salah jika hukuman mati diterapkan terhadap pelaku-pelaku korupsi yang merugikan keuangan dan perekonomian negara.
Namun demikian, penerapan hukuman mati sampai saat ini masih merupakan perdebatan yang menarik dikalangan Ahli, tidak sedikit yang menolak diterapkannya hukuman mati terhadap pelaku korupsi. Alasan yang digunakan oleh mereka yang menolak adalah penerapan hukuman mati bertentangan dengan Hak Asasi Manusia sebagaimana diatur dalam Pasal 28A, 28I UUD NRI 1945, Pasal 4 dan 9 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, serta Pasal 3 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
Lantas apa yang menjadi faktor sampai detik ini permasalahan korupsi tidak terselesaikan ?
Salah satu faktor yang mempengaruhi korupsi tidak bisa diberantas adalah dari aspek sanksinya yang tidak memberikan efek jera kepada pelaku korupsi. Sanksi yang diterapkan terhadap pelaku tindak pidana korupsi hingga saat ini belum memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana korupsi.
Seringkali Hakim memutuskan perkara korupsi dengan pidana minimal,jarang sekali Hakim menerapkan hukuman maksimal terhadap pelaku korupsi misalnya hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati.
Mengapa Dilema ini sering terjadi ?Â
Berbicara masalah pidana mati di Indonesia sebagai suatu negara yang mempunyai falsafah Pancasila sampai saat sekarang ini adalah merupakan suatu pembicaraan yang dapat menimbulkan problema, penerapan hukuman mati terhadap pelaku korupsi masih menimbulkan perdebatan-perdebatan dikalangan ahli, sebagian berpandangan hak untuk hidup itu dijamin oleh Konstitusi sehingga tidak seorangpun yang diperbolehkan mengambil nyawa orang lain.
Tentu saja Pro dan Kontra mengenai hukuman mati seolah-olah tidak menemui titik akhir dalam perdebatan. Dapat dimengerti, bila hukuman mati banyak mengundang kontroversi, atau perbedaan pendapat dan pandangan, karena menyangkut hak hidup (hak dasar) atau nyawa seseorang yang tidak akan dapat direhabilitasi bila eksekusi mati telah dilaksanakan.
Para Penentang hukuman mati berpendapat bahwa hukuman mati merupakan suatu pelanggaran terhadap hak untuk hidup, Sedangkan para pendukung hukuman mati berpendapat bahwa hukuman mati bukan suatu pelanggaran terhadap hak atas hidup karena mereka menganggap bahwa hak atas hidup seharusnya diterapkan dengan penghormatan pada suatu rasa keadilan.
Terutama pada penjelasan Pasal 9 Undang-Undang No.39 Tahun 1999 Tentang HAM, yang menjelaskan bahwasanya "Setiap orang berhak atas kehidupan, mempertahankan kehidupan dan meningkatkan taraf kehidupannya". Hak atas kehidupan ini juga melekat pada bayi yang baru lahir atau orang yang terpidana mati.