politik. Salah satu fenomena yang marak adalah penggunaan buzzer politik, yaitu individu atau kelompok yang dibayar untuk menyebarkan pesan politik tertentu di media sosial.Â
Di era digital, media sosial telah menjadi medan pertempuran baru dalam duniaBuzzer politik dapat menjadi alat edukasi dan mobilisasi massa, namun juga dapat digunakan untuk memanipulasi opini publik dan menyebarkan hoaks. Buzzer politik, individu atau kelompok yang dibayar untuk menyebarkan pesan politik tertentu di media sosial, bagaikan pisau bermata dua.Â
Di satu sisi, mereka dapat menjadi alat edukasi dan mobilisasi massa, membantu meningkatkan kesadaran politik dan partisipasi masyarakat. Di sisi lain, buzzer politik tak jarang diselewengkan untuk menyebarkan hoaks, propaganda, dan ujaran kebencian, meracuni demokrasi dan memicu polarisasi.
Fenomena buzzer politik tak bisa dipisahkan dari perkembangan komunikasi politik di Indonesia. Di era digital, komunikasi politik tak lagi terpusat pada media massa tradisional seperti televisi dan koran.Â
Media sosial telah menjadi platform utama bagi politisi, partai politik, dan masyarakat untuk saling berkomunikasi dan bertukar informasi. Buzzer politik memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan pesan politik kepada target audiens yang luas. Mereka menggunakan berbagai strategi, seperti meme, video, dan konten kreatif lainnya, untuk menarik perhatian dan mempengaruhi opini publik.
Lalu, bagaimana kiprah buzzer politik di Indonesia? Benarkah mereka menjadi edukator politik atau justru menjadi manipulator opini? Mampukah mereka membawa angin segar bagi demokrasi atau malah menjadi racun yang menggerogoti nilai-nilai luhur Pancasila?
Dalam artikel Boy Anugerah (2022) yang berjudul, Urgensi Pengelolaan Pendengung (Buzzer) Melalui Kebijakan Publik Guna Mendukung Stabilitas Politik Di Indonesia. Artikel ini membahas pentingnya kebijakan publik untuk mengatur aktivitas buzzer demi mendukung stabilitas politik di Indonesia.Â
Penulis, Boy Anugerah, berpendapat bahwa kurangnya regulasi seputar buzzer telah menyebabkan konsekuensi negatif, termasuk penyebaran misinformasi dan hoaks. Anugerah mengusulkan pendekatan deskriptif kualitatif untuk meneliti fenomena buzzer di media sosial. Ia menyarankan agar pembuat kebijakan mempertimbangkan potensi manfaat dan kerugian dari aktivitas buzzer sebelum membuat regulasi.Â
Penulis sendiri berpendapat bahwa pemerintah Indonesia perlu mengembangkan kebijakan publik untuk mengatur aktivitas buzzer. Kebijakan ini harus dirancang untuk mencapai keseimbangan antara melindungi kebebasan berekspresi dan mencegah penyebaran konten berbahaya.Â
Edukator Politik
Edukator politik adalah individu atau kelompok yang berfokus pada penyebaran informasi dan pengetahuan tentang isu-isu politik dan kebijakan publik. Mereka bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang berbagai aspek politik dan mendorong partisipasi politik yang bertanggung jawab. Edukator politik biasanya menggunakan berbagai platform, seperti media sosial, seminar, dan lokakarya, untuk menjangkau audiens mereka.Â