Mohon tunggu...
Ukay Masdukay
Ukay Masdukay Mohon Tunggu... wiraswasta -

one of student in south jakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Guru Spiritual (2)

7 April 2013   22:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:33 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tanpa diharapkan, masyaarkat disuguhi dengan fenomena lumayan heboh perseteruan antara guru (guru spiritual) dan mantan muridnya. Suka, peduli, acuh ataupun tidak, berita itu telah menjadi mangsa media dan lahapan publik. Setidaknya hanya media (infotainment) saja yang meraup untung dari narasi yang bertubi-tubi terjadi.

Satu persatu aib sang guru diramu tanpa ada rasa mulu, karena dirasa momennya klop untuk melampiaskan pedihnya masa lalu. Di tengah bermunculan sang penggugat, ternyata ada juga orang taat (bagi sang guru) sebagai pembela cuma-cuma. Ya, dia juga adalah murid seperguruan yang mungkin baginya lebih mendapatkan berkah darinya daripada musibah, seperti apa yang dialami teman seperdukunannya.

‘Guru spiritual’ mungkin frase itu yang lebih layak diucap dan lebih general maknanya dibandingkan dengan sebutan dukun, paranormal, dan lain sebagainya. Dan berkesan lebih positif karena biasanya selalu diidentikan atau melibatkan ajaran agama. Sebutan guru spiritual akan meng-encourage para pendengarnya mengimajinasikan seorang sosok ahli agama seperti ustadz, kiayi dan sejenisnya yang memiliki ilmu putih dibandingkan sebutan dukun, paranormal yang selalu disandingkan dengan ilmu hitam.

Konon sampai sekarang guru spiritual masih laku diburu, mulai dari rakyat jelata, artis, elit, sampai dengan sang penguasa. Bukan tanpa motif, mereka berduyun-duyun demi keinginannya terkabul. Minta penglaris, pesugihan, naik jabatan, perjodohan sampai masalah pelet dan santet. Intinya adalah bagaimana memperoleh hajat dengan jalan mulus tanpa bersusah payah. Tanpa harus peduli apa yang dilakukannya haram atau tidak, melanggar etika atau tidak. Sang guru juga sering difungsikan sebagai media pencerah terutama ketika sang murid dapat musibah. Namun ketika berbagai kasus mencuat atas perlakuan guru spiritual (mencabul, memeras, dan mengitimidasi) sang penganut mulai resah. Bukan laba yang didapat melainkan bala.

Secara psikologis manusia memang membutuhkan sosok untuk dijadikan ‘pelindung’ bagi mereka yang membutuhkannya. Hal ini dirasa tidak pede-nya beriman kepada Tuhan atau mereka butuh tuntunan untuk mendapatkan cahaya iman demi mereduksi keresahan hidup. Namun kesalahan terbesar adalah ketika mereka ‘menuhankan’ sang guru. Sehingga apa yang diucapkan dan dilakuan selalu dianggap benar. Dan sebaliknya membangkang merupakan perbuatan yang mungkar.

Mempunyai guru spritual merupakan tindakan yang tidak dilarang, malah (mungkin) diharuskan bagi mereka yang memang membutuhkannya. Sepanjang tidak melanggar dogma agama. Sejatinya sang guru dijadiakan intermediasi yang mendekatkan diri pada Tuhan, bukan malah memurtadkan-Nya. Perlu diingat bahwa guru spiritual bukanlah Tuhan yang wajib dipenuhi atas perintahnya. Guru spiritual bisa dibantah, tidak dipatuhi jika ada hal-hal yang bertentangan dengan hati nurani terlebih dengan doktrin agama. Guru spiritual sebetulnya bisa didapat hanya mendengar ceramah-ceramah agama yang sering disampaikan oleh para pemuka agama. Untuk mendapatkannya tidak perlu merogoh kantong dalam-dalam cukup datangi sang penceramah atau lihat di tv, denger radio, buka internet, so simpel sang guru spiritual.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun