Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru saja membuat keputusan besar yang akan mengubah wajah asuransi kesehatan di Indonesia. Secara resmi, OJK telah mewajibkan skema co-payment dalam setiap produk asuransi kesehatan yang beredar di pasaran. Ketentuan baru ini tidak main-main, sebab tercantum jelas dalam Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan. Aturan ini sendiri sudah ditetapkan sejak tanggal 19 Mei 2025.
Pemberlakuan SEOJK ini tentu saja menimbulkan banyak pertanyaan, terutama di kalangan masyarakat umum. Selama ini, asuransi kesehatan kerap dianggap sebagai jaring pengaman terakhir saat sakit menyerang. Dengan adanya co-payment, bagaimana dampaknya nanti? Apakah ini akan menjadi solusi atau justru beban tambahan bagi masyarakat?
Perubahan Fundamental dalam Asuransi Kesehatan
Sebelumnya, banyak produk asuransi kesehatan menawarkan pertanggungan penuh atau tanpa co-payment. Artinya, begitu klaim disetujui, perusahaan asuransi akan menanggung seluruh biaya berobat, baik rawat jalan maupun rawat inap. Namun, dengan ketentuan baru ini, skema tersebut tidak akan berlaku lagi.
Peserta asuransi kini wajib menanggung sebagian dari klaim biaya berobat, dengan batas minimal 10 persen dari total klaim. Ini berlaku untuk semua jenis layanan, baik saat pasien berobat jalan ke dokter, melakukan pemeriksaan laboratorium, atau bahkan ketika harus menjalani rawat inap di rumah sakit.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menjelaskan secara gamblang poin penting ini. "Dalam SEOJK tersebut diatur mengenai fitur produk asuransi kesehatan yang harus memiliki skema co-payment dalam layanan rawat jalan dan rawat inap di rumah sakit," katanya dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner OJK pada Senin, 2 Juni 2025.
Mengapa Co-Payment Wajib Diberlakukan?
Pemberlakuan co-payment ini bukan tanpa alasan. OJK, sebagai regulator sektor jasa keuangan, tentu memiliki pertimbangan tertentu. Salah satu alasan utama yang sering dikemukakan adalah untuk menjaga keberlangsungan industri asuransi kesehatan itu sendiri. Belakangan ini, industri asuransi kesehatan dihadapkan pada tantangan besar, termasuk tingginya rasio klaim yang kerap melebihi pendapatan premi.
Tingginya angka klaim ini disinyalir dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah potensi overutilisasi atau penggunaan layanan kesehatan yang berlebihan. Ketika pasien tidak perlu membayar sepeser pun untuk setiap kunjungan atau tindakan medis, ada kemungkinan mereka cenderung lebih sering berobat atau meminta tindakan yang mungkin tidak terlalu mendesak. Hal ini bisa membebani kas perusahaan asuransi.
Dengan adanya co-payment, diharapkan ada semacam "rem" bagi pasien. Mereka akan lebih selektif dan berpikir dua kali sebelum menggunakan layanan medis yang tidak benar-benar diperlukan. Ini bisa mendorong efisiensi dalam penggunaan fasilitas kesehatan dan mengurangi beban klaim asuransi.
Dampak Positif yang Diharapkan OJK
OJK berharap, dengan penerapan co-payment, industri asuransi kesehatan bisa menjadi lebih sehat dan berkelanjutan dalam jangka panjang. Premi asuransi diharapkan bisa tetap stabil atau bahkan lebih terjangkau karena risiko klaim yang lebih terkontrol.