Saat kita membayangkan Garut, Jawa Barat, pikiran kita langsung tertuju pada dodol Garut, camilan manis yang menjadi ikon kota ini. Banyak penjual dodol bisa kita temukan, terutama di Alun-Alun Tarogong.Â
Namun, di balik keramaian jajanan dan oleh-oleh, ada pemandangan lain yang tak kalah menarik dan memiliki sejarah panjang yakni delman.Â
Di Alun-Alun Tarogong, profesi kusir delman masih hidup, meski jumlahnya sudah tidak sebanyak dulu. Mereka tetap eksis, mencari nafkah, dan menjadi bagian dari denyut nadi ekonomi keluarga mereka.
Saya berkesempatan untuk berbincang dengan salah seorang kusir, Sukirman (55 tahun), pada pagi hari ini, Senin, 9 Juni 2025. Pertemuan ini terjadi di daerah Rancabango, Tarogong Kaler, yang merupakan rute akhir bagi banyak delman.Â
Sukirman bercerita bahwa ia sudah hampir 25 tahun menjalani profesi ini, sebuah pekerjaan yang ia warisi secara turun-temurun dari keluarganya.
Kisah Sukirman: Profesi Warisan dan Tantangan Zaman
Sukirman mulai menarik delman sejak usianya menginjak 30 tahun. Ia tidak hanya meneruskan pekerjaan ayahnya, tapi juga pekerjaan kakeknya.Â
Ini adalah sebuah tradisi yang sudah mengakar kuat dalam keluarganya. Dulu, kata Sukirman, jumlah delman sangat banyak. Bisa mencapai puluhan, bahkan ratusan.Â
Mereka melayani berbagai rute, dari pusat kota hingga ke pelosok desa. Delman adalah alat transportasi utama bagi banyak orang, baik untuk bepergian, mengangkut barang, atau sekadar jalan-jalan.
Namun, zaman berubah. Kendaraan bermotor semakin banyak. Angkot, ojek, dan mobil pribadi dengan mudah ditemukan di mana-mana. Hal ini membuat peran delman sebagai transportasi umum mulai tergeser.Â
Sukirman tidak menampik bahwa pendapatan sebagai kusir delman sekarang tidak sebesar dulu. Dulu, ia bisa membawa pulang uang yang cukup banyak setiap harinya. Sekarang, ia harus lebih bersabar dan kadang hanya mendapatkan sedikit uang.