Listrik. Coba bayangkan hidup kita tanpa listrik. Pasti gelap gulita dan terasa sepi. Listrik sudah jadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari kita. Dari pagi sampai malam, mulai dari bangun tidur sampai kembali tidur, kita selalu butuh listrik. Rasanya sulit sekali membayangkan hidup tanpa listrik, bukan?
Pagi hari, alarm berbunyi karena listrik. Lalu kita menyalakan lampu kamar, menyeduh air dengan teko listrik, atau menghangatkan makanan di microwave. Ponsel yang semalam diisi daya listrik, kini siap menemani aktivitas. Semuanya butuh listrik. Ini seperti kopi pertama di pagi hari yang bikin mata melek dan siap menjalani hari.
Siang hari di kantor atau sekolah, listrik semakin vital. Komputer, laptop, proyektor, pendingin ruangan, semua bergantung pada listrik. Meeting online, mengerjakan tugas, mencari informasi, semua jadi lancar berkat aliran listrik yang stabil. Tanpa listrik, produktivitas kita pasti langsung terjun bebas. Seperti kopi kedua di siang hari, yang menjaga fokus dan semangat kita tetap menyala.
Bahkan saat sore hari, sepulang kerja atau sekolah, listrik tetap jadi andalan. Kita menyalakan televisi untuk menonton berita atau hiburan, mengisi daya gadget lagi, atau menyalakan kipas angin di cuaca panas. Anak-anak bermain video game atau belajar menggunakan lampu belajar. Listrik selalu ada, menemani setiap aktivitas kita.
Malam hari, kebutuhan listrik semakin terasa. Lampu di setiap ruangan menyala, menciptakan suasana hangat dan aman. Kulkas terus bekerja menjaga makanan tetap segar. Beberapa orang mungkin menyalakan AC atau pemanas ruangan. Keluarga berkumpul sambil menonton televisi atau sekadar mengobrol di bawah terang lampu. Semuanya terasa nyaman dan teratur berkat listrik.
Kenapa listrik ini mirip kopi? Sama-sama bikin "melek" atau "hidup". Kopi bikin kita terjaga, fokus, dan berenergi. Listrik bikin rumah kita terang, alat elektronik berfungsi, dan aktivitas kita berjalan lancar. Keduanya memberikan dorongan energi yang kita butuhkan untuk berfungsi optimal.
Tapi, ada satu kesamaan lagi yang tidak kalah penting: keduanya bikin nagih. Coba saja sehari tanpa kopi bagi pecandu kopi. Rasanya kepala pusing, lemas, dan tidak bersemangat. Sama halnya dengan listrik. Coba saja seharian tanpa listrik di rumah. Pasti terasa hampa, bingung, dan mati gaya.
Ketergantungan kita pada listrik sudah sangat tinggi. Dari yang paling sederhana seperti mengisi daya ponsel, sampai yang paling kompleks seperti operasional rumah sakit atau pabrik besar, semuanya bergantung pada listrik. Kita jadi tidak bisa membayangkan hidup tanpa listrik sama sekali.
Pernahkah merasakan mati lampu mendadak? Dalam hitungan menit, suasana rumah berubah drastis. Gelap, sunyi, dan kita mulai panik mencari lilin atau senter. Kulkas jadi tidak dingin, internet mati, televisi padam. Semua rencana mendadak berantakan. Saat itulah kita benar-benar menyadari betapa "nagihnya" listrik ini.
Ketergantungan ini bukan tanpa alasan. Listrik membawa begitu banyak kemudahan dan efisiensi. Dulu, orang harus menyalakan lampu minyak atau lilin. Sekarang, cukup tekan sakelar, ruangan langsung terang. Dulu, mencuci baju butuh tenaga besar. Sekarang, ada mesin cuci bertenaga listrik. Dulu, mencari informasi harus ke perpustakaan. Sekarang, tinggal klik di internet yang terhubung listrik.
Kemudahan inilah yang membuat kita semakin "nagih" dan tidak bisa lepas dari listrik. Kita sudah terbiasa dengan segala kepraktisannya. Setiap inovasi teknologi, mulai dari smart home, kendaraan listrik, hingga kecerdasan buatan, semuanya bermuara pada ketersediaan listrik.