Hamparan padi menghijau, bagai permadani luas yang dibentangkan alam, menyambut mata di Kampung Warnasari. Hijaunya pekat, menyiratkan janji kehidupan yang sedang berdenyut penuh tenaga di Desa Pinangsari, Kecamatan Ciasem, Kabupaten Subang, Jawa Barat.Â
Tak jauh dari hamparan hijau itu, terlihat pula petak-petak lain yang mulai menguning. Warna keemasan yang memanggil, tanda bahwa masa panen semakin dekat, harapan sebentar lagi akan tergapai setelah peluh dan penantian panjang.
Di sinilah, di tanah yang subur ini, denyut jantung lumbung padi Jawa Barat terasa begitu kuat. Setiap bulir yang tumbuh adalah napas bagi ketahanan pangan nasional, janji bagi jutaan perut di seluruh Indonesia.
Namun, keindahan itu tak selamanya sempurna. Di antara batang-batang padi yang berdiri kokoh, nampak ada bagian yang tak semulus seharusnya. Warna kuningnya tak seragam, ada bintik atau layu yang mengganggu pandangan.
Ini adalah wajah lain dari pertanian. Wajah yang menunjukkan kerapuhan di hadapan kekuatan alam. Padi-padi itu, sebagian, telah terluka, rusak karena faktor yang tak bisa dikendalikan: cuaca ekstrem.
Rusdi, seorang petani padi berusia 54 tahun, adalah salah satu saksi perjuangan itu. Wajahnya yang teduh menyimpan cerita panjang tentang pertarungan di sawah. Bahunya telah menanggung beban langit yang kadang terlalu murka atau terlalu pelit.
Pada Sabtu, 26 April 2025, Rusdi mengutarakan, dengan suara yang tenang namun sarat makna, bahwa dirinya tidak sendirian. Para petani lain di Ciasem juga merasakan hal yang sama. Mereka semua sedang "melawan". Melawan ketidakpastian yang dibawa cuaca.
Melawan bukan berarti menentang takdir, tapi berusaha sekuat tenaga, dengan segenap ilmu dan pengalaman yang dimiliki, untuk meminimalkan kerusakan. Melawan demi menjaga kualitas gabah yang sebentar lagi akan dipanen.
Kualitas itu penting. Ia bukan cuma soal tampilan fisik bulir gabah. Kualitas adalah nilai jual, adalah penentu berapa banyak rezeki yang akan dibawa pulang, adalah cerminan dari kerja keras yang telah dicurahkan selama berbulan-bulan.
Cuaca ekstrem, entah itu hujan badai yang tak kunjung henti atau panas terik yang membakar, bisa merusak bulir padi di saat-saat paling rentan. Gabah bisa busuk, pecah, atau tumbuhnya tidak sempurna, mengurangi mutu yang begitu dijaga.
Maka, para petani seperti Rusdi harus lebih waspada. Memantau langit setiap saat, memeriksa kondisi tanaman setiap hari. Setiap perubahan kecil pada daun atau bulir bisa menjadi pertanda awal masalah yang dibawa oleh cuaca.