Dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat kita, ada kebiasaan yang sudah sangat umum, yaitu "Titip Salam" dan "Titip Beli". Kita sering dengar orang bilang, "Kalau ke sana, titip salam ya buat dia," atau, "Eh, kamu mau pergi ke kota itu ya? Aku titip beli barang ini dong."
Banyak orang menganggap kebiasaan ini positif. Katanya, ini cara kita menjaga hubungan baik, menunjukkan perhatian, atau wujud dari tolong-menolong antar sesama. Ini dilihat sebagai cara sederhana membangun jaringan sosial informal.
Tapi, ada juga pandangan lain. Pandangan yang mungkin lebih kritis. Pandangan ini bisa disebut sebagai sudut pandang "Anti Repot Merepotkan". Ini adalah pandangan yang tidak suka membuat susah orang lain, dan juga tidak suka dirinya sendiri dibuat susah.
Dari sudut pandang "Anti Repot Merepotkan", budaya "Titip Salam" dan "Titip Beli" seringkali justru menimbulkan kerepotan yang tidak perlu. Kerepotan ini bisa dirasakan oleh yang menitip, apalagi oleh yang dititipi.
Mari kita lihat "Titip Salam" dulu. Sepertinya sepele, hanya menyampaikan pesan. Tapi bagi yang dititipi, ini bisa jadi beban mental kecil. Dia harus ingat pesan itu.
Dia harus mencari waktu dan kesempatan yang tepat untuk bertemu orang yang dimaksud. Jika orang itu sulit ditemui, ini bisa jadi pekerjaan tambahan yang merepotkan.
Kadang, salam yang dititipkan itu sendiri hanya basa-basi sosial. Tidak benar-benar tulus dari hati, hanya formalitas agar terlihat peduli atau menjaga nama baik. Dari sisi penerima salam, kadang juga merasa canggung atau terbebani untuk membalas salam itu melalui orang yang sama.
Apakah "Titip Salam" ini benar-benar efektif menjaga hubungan, atau hanya menciptakan kewajiban sosial yang melelahkan? Pandangan "Anti Repot Merepotkan" akan mempertanyakan hal ini.
Nah, kalau "Titip Beli", ini seringkali sumber kerepotan yang jauh lebih besar. Ini adalah area di mana gesekan dan rasa tidak enak paling sering muncul.
Orang yang dititipi harus mengalokasikan waktu berbelanja khusus di tengah jadwal perjalanannya yang mungkin sudah padat. Dia harus mencari toko atau tempat di mana barang titipan itu dijual.
Proses mencari barang juga butuh tenaga dan perhatian. Harus memastikan mereknya benar, ukurannya pas, warnanya sesuai, dan kondisinya baik, persis seperti keinginan si penitip. Jika salah sedikit, bisa jadi masalah.