Mohon tunggu...
Juju Juhro
Juju Juhro Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sejarah Para Pahlawan

20 Oktober 2017   12:40 Diperbarui: 20 Oktober 2017   12:57 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Peristiwa 10 November merupakan  peristiwa sejarah perang antara  Indonesia dan Belanda. Pada 1 Maret 1942, tentara Jepang mendarat di  Pulau Jawa, dan tujuh hari kemudian, tepatnya, 8 Maret, pemerintah  kolonial Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Sejak itu,  Indonesia diduduki oleh Jepang.

Tiga tahun  kemudian, Jepang menyerah tanpa  syarat kepada sekutu setelah dijatuhkannya bom atom (oleh Amerika  Serikat) di Hiroshima dan Nagasaki. Peristiwa itu terjadi pada Agustus  1945. Mengisi kekosongan tersebut, Indonesia kemudian memproklamirkan  kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Sebelum dilucuti oleh sekutu,  rakyat dan para pejuang Indonesia berupaya melucuti senjata para tentara  Jepang. Maka timbullah pertempuran-pertempuran yang memakan korban di  banyak daerah. Ketika gerakan untuk melucuti pasukan Jepang sedang  berkobar, tanggal 15 September 1945, tentara Inggris mendarat di Jakarta, kemudian mendarat di Surabaya pada 25 Oktober. Tentara Inggris  didatangkan ke Indonesia atas keputusan dan atas nama Sekutu, dengan  tugas untuk melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan yang  ditahan Jepang, serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya. Tetapi,  selain itu, tentara Inggris juga membawa misi mengembalikan Indonesia  kepada pemerintah Belanda sebagai jajahannya. NICA (Netherlands Indies  Civil Administration) pun membonceng. Itulah yang meledakkan  kemarahan rakyat Indonesia di mana-mana.

Di Surabaya, dikibarkannya bendera Belanda, Merah-Putih-Biru,  di Hotel Yamato, telah melahirkan Insiden Tunjungan, yang menyulut  berkobarnya bentrokan-bentrokan bersenjata antara pasukan Inggris dengan  badan-badan perjuangan yang dibentuk oleh rakyat. Bentrokan-bentrokan  bersenjata dengan tentara Inggris di Surabaya, memuncak dengan  terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, (pimpinan tentara Inggris untuk  Jawa Timur), pada 30 Oktober.

Setelah terbunuhnya Brigadir  Jenderal Mallaby, penggantinya (Mayor Jenderal Mansergh) mengeluarkan  ultimatum yang merupakan penghinaan bagi para pejuang dan rakyat  umumnya. Dalam ultimatum itu disebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di  tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di  atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945.

Ultimatum  tersebut ditolak oleh Indonesia. Sebab, Republik Indonesia waktu itu  sudah berdiri (walaupun baru saja diproklamasikan), dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) sebagai alat negara juga telah  dibentuk.

Selain itu, banyak sekali organisasi perjuangan yang  telah dibentuk masyarakat, termasuk di kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar. Badan-badan perjuangan itu telah muncul sebagai manifestasi  tekad bersama untuk membela republik yang masih muda, untuk melucuti  pasukan Jepang, dan untuk menentang masuknya kembali kolonialisme Belanda (yang memboncengi  kehadiran tentara Inggris di Indonesia).

Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan besar-besaran dan  dahsyat sekali, dengan mengerahkan sekitar 30 000 serdadu, 50 pesawat  terbang, dan sejumlah besar kapal perang.

Berbagai bagian  kota Surabaya dihujani bom, ditembaki secara membabi-buta dengan meriam  dari laut dan darat. Ribuan penduduk menjadi korban, banyak yang  meninggal dan lebih banyak lagi yang luka-luka. Tetapi, perlawanan  pejuang-pejuang juga berkobar di seluruh kota, dengan bantuan yang aktif  dari penduduk.

Pihak Inggris menduga bahwa perlawanan rakyat  Indonesia di Surabaya bisa ditaklukkan dalam tempo 3 hari saja, dengan mengerahkan persenjataan modern yang lengkap, termasuk pesawat terbang,  kapal perang, tank, dan kendaraan lapis baja yang cukup banyak.

Namun  di luar dugaan, ternyata para  tokoh-tokoh masyarakat yang terdiri dari kalangan ulama' serta  kiyai-kiyai pondok jawa seperti KH. Hasyim Asy'ari, KH. Wahab Hasbullah  serta kiyai-kiyai pesantren lainnya mengerahkan santri-santri mereka dan masyarakat umum (pada waktu itu  masyarakat tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih  patuh dan taat kepada para kiyai)juga ada pelopor muda seperti  bung tomo dan lainnya. sehingga perlawanan itu bisa bertahan lama,  berlangsung dari hari ke hari, dan dari minggu ke minggu lainnya.  Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak  terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran besar-besaran ini  memakan waktu sampai sebulan, sebelum seluruh kota jatuh di tangan pihak  Inggris.

Peristiwa berdarah di  Surabaya ketika itu juga telah menggerakkan perlawanan rakyat di  seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan  kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat yang menjadi korban ketika itulah yang kemudian  dikenang sebagai Hari Pahlawan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun