Mohon tunggu...
Nur Hasanah
Nur Hasanah Mohon Tunggu... -

Seorang Mahasiswi program Magister Jurusan Sejarah Peradaban Islam, Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, semester IV 2013/2014.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filsafat Etika Menurut Alghazali dan Imanuel Kant

19 Agustus 2014   21:39 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:07 4380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kant, Imanuel. Fundamental Principles of the Metaphysics of Morals, Translated by Thomas K. Abbott with an introduction by Marvin Fox ( New York: The Bobbs-Merill Company, Inc., 1949), p. 57.

I. Bambang Sugiharto, Agus Rachmat W. Wajah Baru Etika dan Agama. Yogyakarta: Kanisius, 2000. Hlm.34.

Etika dalam Pandangan Kant

Kant membangun filsafat hampir sama dengan  Al Ghazali. Beliau menganggap bahwa etika lebih unggul atas metafisika, dengan menghabiskan waktu hampir sebelas tahun untuk merancang karyanya Kritik der Reinen Venunft, dalam karyanya ini kant dengan tegas mengkritik doktrin metafisika-dogmatik spekulatif, yang bercorak rasional, dengan konsep tentang konstitusi akal budi (constitutive use of mind), melalui konsep ini dengan mudah,  dan berakhir dengan Metaphysik der Sitten dan karya-karya terkait lainnya untuk mengkontruksikan bangunan utama teori etika rasionalnya.

Dalam pendekatan metodologis terhadap masalah, Kant memanfaatkan metode analitis. Kant dapat menguraikan ketegangan teologis ini tanpa harus menghilangkan kontak dengan esensi dasar pengalaman keagamaan, untuk tidak menggunakan terma teologi spekulatif. Kant, melalui penerapan fungsi konstritutif akal budi, dengan mudah dapat merumuskan hubungan antara keutamaan dan kebahagiaan sebagai hubungan kausal yang di dalamnya peran subyek aktif dominan. Baginya, moralitas atau etika bukanlah tanpa tatanan. Dia dengan jelas berkata bahwa pada esensinya moralitas merupakan hukum. Bahkan, ia adalah hukum universal yang mengikat seluruh manusia rasional.

Kant menegakkan keabsahan kebenaran pengetahuan dan prosedur untuk memperolehnya. Keabsahan pengetahuan dan kemustahilan metafisika, keduanya sama-sama memperoleh penekanan dari Kant.

Hukum Kausalitas Kant

Kant beranggapan bahwa baik ‘indra’ maupun ‘akal’ sama-sama memainkan peranan dalam konsepsi kita mengenai dunia. Dalam titik tolaknya kant setuju dengan hume dan kaum empirisis bahwa seluruh pengetauhan kita tentang dunia berasal dari indra kita. Tapi di sinilah kant mengulurkan tangannya kepada kaum rasionalis dalam akal kita juga terdapat faktor-faktor pasti yang menentukan bagaimana kita memandang dunia di sekitar kita.

Kant menyebut ‘waktu’ dan ‘ruang’ itu dua ‘bentuk intuisi kita. Dan dia menekankan bahwa kedua ‘bentuk’ ini dalam pikiran kita mendahului setiap pengalaman. Dengan kata lain, kita dapat mengetahui sebelum kita mengalami sesuatu bahwa kita akan mengaggapnya sebagai fenomena dalam waktu dan ruang. Sebab kita itu dapat melepaskan ‘kacamata’ akal.

Kant berpendapat bahwa waktu dan ruang pertama-tama dan terutama adalah cara pandang dan bukan atribut dan dunia fisik. Kant menyatakan bahwa bukan hanya pikiran yang menyesuaikan diri dengan segala sesuatu. Segala sesuatu itu sendiri menyesuaikan diri dengan pikiran. Kant menyebut Revolusi Copernicus dalam masalah pengetahuan manusia. Maksudnya adalah bahwa itu sama baru dan sama bedanya dari pemikiran sebelumnya seperti copernicus menyatakan bahwa bumi berputar mengelilingi matahari bukan sebaliknya.

Hukum kausalitas itu kekal dan mutlak sebab akal manusia menerima segala sesuatu yang terjadi sebagai masalah sebab dan akibat.

Filsafat kant menyatakan bahwa itu melekat pada diri kita. Dia setuju dengan hume bahwa kita tidak dapat mengetahui secara pasti seperti apa dunia ‘itu sendiri’. Kita hanya dapat mengetahui bahwa dunia itu seperti yang tampak ‘bagiku’ atau bagi semua orang. Sumbangan terbesar yang diberikan kant dan filsafat adalah garis pembatas yang ditariknya antara benda-benda itu sendiri das Ding as sich dan benda-benda sebagaimana yang tampak di mata kita.

Menurut kant, ada dua unsur yang memberikan sumbangan pada pengetahuan manusia tentang dunia. Yang satu adalah kondisi-kondisi lahiriah yang tidak dapat kita ketahui sebelum kita menangkapnya melalui persepsi indra. Kita menyebut ini materi pengetahuan manusia sendiri seperti persepsi tentang peristiwa-peristiwa sebagai yang terjadi dalam waktu dan ruang dan sebagai proses-proses yang sejalan dengan hukum kausalitas yang tak terpatahkan. Kita dapat menyebut ini bentuk pengetahuan. Materi pengetahuan kita datang melalui indra, tapi materi ini harus sesuai dengan sifat-sifat akal. Misalnya, salah satu sifat akal adalah mencari penyebab dari suatu kejadian. Kant percaya, penting bagi moralitas untuk mensyaratkan bahwa manusia itu mempunyai jiwa abadi, bahwa Tuhan itu ada, dan bahwa manusia mempunyai kehendak bebas.

Kant selalu merasa bahwa perbedaan antara benar dan salah adalah masalah akal, bukan perasaan. Dalam hal ini dia setuju dengan kaum rasionalis yang mengatakan kemampuan untuk membedakan antara benar dan salah itu melekat dalam akal manusia. Setiap orang tahu apa yang benar atau yang salah, bukan karena kita telah mempelajarinya melainkan karena itu terlahir dalam pikiran. Menurut kant, setiap orang mempunyai ‘akal praktis,’ yaitu, kecerdasan yang memberi kita kemampuan untuk memahami apa yang benar atau salah dalam setiap soal.

Kant merumuskan hukum moral sebagai suatu perintah pasti. Dengan ini yang dimaksudkannya adalah bahwa hukum moral itu ‘pasti,’ atau bahwa ia berlaku untuk semua situasi. Lagi pula, ia berupa ‘perintah,’ yang berarti memiliki kekuatan dan kewenangan mutlak. Menurut kant, hukum moral itu sama mutlaknya dan universalnya dengan hukum kausalitas. Itu pun tidak dapat dibuktikan dengan akal, namun tetap mutlak dan tidak dapat diubah. Tak seorang pun akan menyangkalnya.

Kant beranggapan bahwa baik `Indra` maupun `akal` sama-sama memainkan peranan dalam konsepsi kita mengenai dunia. Tapi dia beranggapan bahwa kaum rasionalis melangkah terlalu jauh dalam pernyataan mereka tentang seberapa banyak akal dapat memberikan sumbangan, dan ia juga beranggapan bahwa kaum empiris memberikan tekanan terlalu besar pada pengalaman indra. Kant menyatakan bahwa bukan hanya pikiran menyesuaikan diri dengan segala sesuatu. Segala sesuatu itu sendiri menyesuaikan diri dengan pikiran. Kant menyebut ini Revolusi Copernicius dalam masalah pengetahuan manusia, dengan itu yang di maksudkannya adalah bahwa itu sama baru dan sama bedanya dari pemikiran sebelumnya seperti ketika Copernicius menyatakan bahwa bumi berputar mengelilingi matahari dan bukan sebaliknya.

Etika bisnis Kant

Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam system dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi.

Etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan antar semua pihak, baik pengusaha, pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika sedangkan pihak lain berpijak kepada apa yang mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak terkait yang tidak mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan etika, jelas apa yang disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa untuk diwujudkan. Jadi jelas, untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun dalam perekonomian.

prinsip-prinsip yang seharusnya dipatuhi oleh para pelaku bisnis. Prinsip dimaksud adalah :

1.Prinsip Otonomi, yaitu kemampuan mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadaran tentang apa yang baik untuk dilakukan dan bertanggung jawab secara moral atas keputusan yang diambil

2.Prinsip Kejujuran, bisnis tidak akan bertahan lama apabila tidak berlandaskan kejujuran karena kejujuran merupakan kunci keberhasilan suatu bisnis (missal, kejujuran dalam pelaksanaan kontrak, kejujuran terhadap konsumen, kejujuran dalam hubungan kerja dan lain-lain).

3.Prinsip Keadilan, bahwa tiap orang dalam berbisnis harus mendapat perlakuan yang sesuai dengan haknya masing-masing, artinya tidak ada yang boleh dirugikan haknya.

4.Prinsip Saling Mengutungkan, agar semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan, demikian pula untuk berbisnis yang kompetitif.

5.Prinsip Integritas Moral, prinsip ini merupakan dasar dalam berbisnis dimana para pelaku bisnis dalam menjalankan usaha bisnis mereka harus menjaga nama baik perusahaan agar tetap dipercaya dan merupakan perusahaan terbaik.

Kelemahan Teori Etika Kant

kesulitan yang diajukan terhadap teori deontologi, khususnya terhadap pandangan-pandangan Kant, Pertama, bagaimana jadinya apabila seseorang dihadapkan pada dua perinth atau kewajiban moral dalam situasi yang sama, tetapi keduanya tidak bisa dilaksanakan sekaligus, bahkan keduanya saling meniadakan. Untuk memecahkan kesulitan pertama ini, Kant memberi dua hukum moral sebagai perintah tak bersyarat yang sekaligus dapat menjawab persoalan tersebut diatas. Hukum moral pertama, menurut Kant, berbunyi: bertindaklah hanya berdasarkan perintah yang kamu sendiri kehendaki akan menjadi sebuah hukum universal. Kedua, Kant juga mengajukan perintah tak bersyarat lainnya : bertindaklah sedemikian rupanya sehingga anda sealu memperlakukan manusia, entah dalam dirimu sendiri atau pada orang lain. Penganut etika deontologi sesungguhnya ytidak bisa mengelakkan pentingnya akibat dari suatu tindakan untuk menentukan apakah tindakan itu baik atau buruknya.

BAB V

PENUTUP

A.Kesimpulan

Untuk mengenal pemikiran Al-Ghazali, kita perlu meninjau empat unsur yang ditentang Al Ghazali, dan juga keempat-empatnya mempengaruhi pemikiran filsafatnya kelak dalam mencapai kebenaran, di antaranya adalah: unsur pemikiran kaum mutakallimin, unsur pemikiran kaum filsafat, unsur kepercayaan kaum batiniyah, dan unsur kepercayaan kaum sufi.

Al Ghazali dan Kant sama-sama menganggap bahwa etika lebih unggul atas metafisika. Dari studi yang cermat atas pemikiran filsafat mereka, dapat diketahui bahwa Al Ghazali dan Kant memiliki jalur utama yang sama. Bahkan rangkaian kronologis dalam cara mereka meletakkan ide-ide utama mereka sama. Al Ghazali berangkat dengan Tahafut Falasifah ketika mengkritik metafisika dan berakhir dengan Ihya’ Ulumuddin ketika membangun etika mistiknya, sedangkan Kant menghabiskan waktu hampir sebelas tahun untuk merancang karyanya Kritik Der Reinen Vernuft untuk mengkritik metafisika spekulatif-dogmatik spekulatif, yang bercorak rasional, dengan konsep tentang konstitusi akal budi (constitutive use of mind), dan berakhir dengan Metaphysik der Sitten dan karya-karya terkait lainnya untuk mengkontruksikan bangunan utama teori etika rasionalnya. Al Ghazali dan Kant juga sepakat dalam menekankan keunggulan etika atas metafisika.

Etika Kant pun lebih menekankan peran aktif manusia secara dinamis dan otonom dalam meraih keutamaan moral sehingga membuka ruang, termasuk bagi etika keagamaan lebih luas untuk membentuk bangunan pengetahuan yang lebih teliti dan lebih utuh. Ia dapat digunakan untuk menganalisis tidak hanya persoalan substansial etika, tetapi juga implikasinya terhadap ilmu pengetahuan dan kehidupan sosial.

Di pihak lain, etika mistis Al Ghazali lebih berorientasi pada penyelamatan individu di akhirat berdasarkan doktrin agama. Dan, karena penilaiannya yang rendah terhadap peran rasio dalam wacana etika, metode hipotetis Al Ghazali membuka hanya sedikit ruang bagi pengembangan pengetahuan dalam wilayah-wilayah lain kehidupan manusia.

Etika menjadi pembahasan lebih lanjut dari Immanuel Kant yang melahirkan filsafat etika yakni filsafat moral yang mengajarkan bahwa tindakan itu benar kalau ia selaras dengan prinsip kewajiban yang relevan untuknya. Bagi Kant norma moral itu mengikat secara mutlak dan tidak tergantung dari apakah ketaatan atas norma itu membawa hasil yang menguntungkan atau tidak.


  1. Etika yang dibangun melalui kritik terhadap metafisika-dogmatik, adalah pandangan Al Ghazali terhadap etika; etika dibangun melalui ”wahyu”, melalui intervensi ketat dari ”Syaih” atau ”Pembimbing moral” (sebagai pengarah utama bagi orang-orang yang pilihan) dalam mencapai keutaman mistik. Al Ghazali lebih mementingkan etika dalam rohani dan memusatkan langsung dengan sang pencipta, ia menolak metafisika rasional, sebagai prinsip pengarah dalam tindakan etis manusia.
  2. Etika yang dibangun melalui kritik terhadap metafisika-dogmatik, adalah  pandangan Kant terhadap etika; etika dibangun atas dasar analitis, dalam menguraikan ketegangan teologis ini tanpa harus menghilangkan kontak dengan esensi dasar pengalaman keagamaan. Penerapan fungsi konstritutif akal budi, dengan mudah dapat merumuskan hubungan antara keutamaan dan kebahagiaan sebagai hubungan kausal yang di dalamnya peran subyek aktif dominan, esensi moralitas merupakan hukum. Kant menegakkan keabsahan kebenaran pengetahuan dan prosedur untuk memperolehnya. Keabsahan pengetahuan dan kemustahilan metafisika, keduanya sama-sama memperoleh penekanan dari Kant.
  3. Persamaan pemikiran Al-Ghazali dan Kant adalah:

a.Al-Ghazali dan Kant sama-sama menolak metafisika spekulatif dan mengunggulkan etika.

b.Dari studi yang cermat atas pemikiran filsafat mereka, dapat diketahui bahwa Al Ghazali dan Kant memiliki jalur utama yang sama. Bahkan rangkaian kronologis dalam cara mereka meletakkan ide-ide utama mereka sama.


  1. Perbedaan pemikiran Al-Ghazali dan Kant.

a.Metodologi Al-Ghazali bercorak etika mistik, religius, Kant bercorak rasional untuk menggantikan doktrin metafisika-dogmatik-spekulatif..

b.Al Ghazali menggunakan pendekatan hipotesis, Kant pendekatan analitis.

c.Al Ghazali tidak memiliki konsepsi yang “teliti” terhadap ilmu-ilmu rasional. Karena Al Ghazali lebih menekankan pada ilmu-ilmu agama, sedangkan bagi Kant keduanya (Ilmu-ilmu agam dan ilmu-ilmu rasional) adalah penting.

d.Hal yang menonjol dari kerancuan sikap Al Ghazali terhadap ilmu-ilmu rasional adalah konsepsinya mengenai hukum kausalitas. Konsepsinya bagitu kabur karena beliau menderita “ketegangan teologis” yang serius. Dia mempertahankan kedaulatan tuhan atas seluruh fenomena alamiah dan fenomena moral dan menggarisbawahi kehendak mutlak tuhan. Sedangkan Kant dapat menguraikan ketegangan teologis ini tanpa harus menghilangkan kontak dengan esensi dasar pengalaman keagamaan, untuk tidak menggunakan terma teologi spekulatif.

e.Penetapan Al Ghazali dalam wilayah moralitas jauh lebih menonjol. Jika Kant, melalui penerapan fungsi konstritutif akal budi, dengan mudah dapat merumuskan hubungan antara keutamaan dan kebahagiaan sebagai hubungan kausal yang di dalamnya peran subyek aktif dominan, Al Ghazali tidak dapat melihatnya dari perspektif serupa.
Dari sudut pandang teologis Al Ghazali, ide tentang akhlaq atau etika hanya terkungkung dalam ruang lingkup terbatas dari ide ”normatif”. Akhlaq tidak lebih dari wacana tentang “baik” dan “buruk” yang semata-mata berdasarkan perspektif teologis. Sebaliknya, Kant dapat mengatasi kesulitan ini. Baginya, moralitas atau etika bukanlah tanpa tatanan. Dia dengan jelas berkata bahwa pada esensinya moralitas merupakan hukum. Bahkan, ia adalah hukum universal yang mengikat seluruh manusia rasional.


  1. Implikasi dan konsekuensi pemikiran etika Al Ghazali dan Kant:

a.Implikasi dan konsekuensi pemikiran Al Ghazali berorientasi lebih pada penyelamatan individu di akhirat berdasarkan doktrin agama. Dan karena penilaiannya rendah terhadap rasio dalam wacana etika, metode al-Ghazali hanya sedikit membuka ruang bagi pengetahuan dalam wilayah wilayah lain dalam kehidupan manusia

b.Kant lebih menekankan peran aktif manusia secara dinamis dan otonom dalam meraih keutamaan moral sehingga membuka ruang, termasuk bagi etika keagamaan-untuk membangun pengetahuan yang lebih utuh. Ia dapat digunakan untuk menganalisis tidak hanya persoalan substansial etika tapi juga implikasinya terhadap ilmu pengetahuan dan kehidupan sosial.

Melihat perubahan sosial yang cepat dan transformasi budaya yang hebat adalah tugas kesejarahan yang besar untuk membangun pendekatan terhadap wacana etika yang ideal. Dengan demikian , dialog antara al-Ghazali dan Kant  diharapkan akan membuka jalan  menuju paradigma baru , dengan menciptakan dialog yang hidup antara tradisi yang berbeda, yaitu Barat dan Islam. Kerja sama antara “etika wahyu” Al-Ghazali dan “etika rasional” Kant, dapat dipakai untuk menyelamatkan manusia dari keadaan terperangkap dalam keterpecahan kepribadian.

Daftar Pustaka

Adian , Husaini. 2006. Hegemoni Kristen-Barat dalam studi Islam di perguruan tinggi.

Yogyakarta: Gema Insani.

Brinton, Crane (1967). "Enlightenment". Encyclopedia of Philosophy. 2. Macmillan.

Hermawan. 1997. Al-Ghazali. Kepustakaan Populer Gramedia.

H. De Vos. 2002. Pengantar Etika. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya

Ignatius Bambang Sugiharto,Agus Rachmat W. 2000. Wajah baru etika dan agama.

Yogyakarta: Kanisius

Imanuel Kant. 1949.Fundamental Principles of the Metaphysics of Morals, Translated by

Thomas K. Abbott with an introduction by Marvin Fox.New York: The Bobbs-Merill

Company, Inc.

John Llewelyn. 1995. Emmanuel Levinas: The Genealogy of Ethics. New York: Routledge

Manfred, Kuehn.2001. Kant: A Biography. Cambridge University Press.

Robert L. Holmes. 1998. Basic Moral Philosophy. New York : Wordsworth Publishing

Company

Singer, Peter (1983). Hegel: A Very Short Introduction. Oxford University Press

Wikisource: Kant, Immanuel (1785) Groundwork of the Metaphysics of Morals.

Wood, Allen (2008). Kantian Ethics. Cambridge University Press

Artikel bloggspot. Abdurrahman Adi. Teori Etika Bisnis. Februari 2012

Al Ghazali. Ihya Ulummuddin. Terjem. Prof. Tk. Ismail Yakub SH MA. Semarang: CV. Faizan, 1981. hlm. 140

Robert L. Holmes, Basic Moral Philosophy. New York : Wordsworth Publishing Company, 1998. hlm. 8.

Al Ghazali. Ihya Ulummuddin. Terjem. Prof. Tk. Ismail Yakub SH MA. Semarang: CV. Faizan, 1981. hlm. 82

A l Ghazali. Ihya Ulummuddin. Terjem. Prof. Tk. Ismail Yakub SH MA. Semarang: CV. Faizan, 1981. hlm. 84

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun