Mohon tunggu...
Julius Deliawan
Julius Deliawan Mohon Tunggu... Guru - https://www.instagram.com/juliusdeliawan/

Guru yang belajar dan mengajar menulis. Email : juliusdeliawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Debat Antar Agama, Untuk Apa?

10 April 2022   08:27 Diperbarui: 10 April 2022   08:40 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di beberapa channel youtube, saya menemukan beberapa konten yang memuat tentang debat antar agama. Saya periksa komentar, bukan konten perdebatan, terlihat sekali bahwa dalam perdebatan itu tidak ada titik temu. Bahkan berlanjut pada caci maki yang justru berada di luar konteks.

Kesimpulannya bagi saya, tidak ada yang dapat dikatakan memenangkan perdebatan . Meski setiap pihak mengklaim memenangkannya. Dengan kata dan kalimat bombastis dan cenderung provokatif.

Memperdebatkan kepercayaan? Bagi saya ini absurd. Karena masing-masing menggunakan perspektifnya, yang bagi mereka ini memiliki kebenaran absolut. Pertanyaannya, siapa yang akan menjadi hakim yang dapat menyimpulkan atas perdebatan tersebut. Tidak ada, kecuali masing-masing pihak itu sendiri.

 Lantas untuk apa semua perdebatan itu, karena muara dari perdebatan itu kan levelnya mencari kebenaran. Sementara, kebenarannya adalah soal; kepercayaan. Sesuatu yang sifatnya sangat pribadi. Teman bilang, ini soal hidayah yang diterima oleh seseorang.

Bagi saya, kepercayaan itu tidak bisa diperdebatkan. Sangat personal. Namun memang ada hal yang perlu didialogkan, konteknya dalam kehidupan bersama. Bagaimana agar kepercayaan yang punya konsekwensi dan tindakan tertentu yang mesti dilakukan oleh pemeluk-pemeluknya itu bisa dilangsungkan secara selaras dalam kehidupan bersama. Ini poin pentingnya.

Menemukan jalan tengah untuk hidup bersama, menjadi kata kunci mempertemukan beragam kepercayaan dalam sebuah diskusi. Bukan mempertentangkan kepercayaan yang satu menggunakan nalar berpikir kepercayaan yang dipegang. Itu menuduh, dan pasti akan melahirkan kegaduhan. Karena masing-masing pasti memiliki argumentasi pembenar atas apa yang diyakini. Jika tidak, kepercayaan  itu pasti sudah punah.

Lantas bagaimana jika dalam kepercayaan itu menganggap yang lain salah, bukankah tidak ada jalan tengah untuk kehidupan bersama pada konteks kepercayaan seperti ini. Saya pikir kita perlu berpijak pada fakta historis, bahwa peradaban manusia hingga hari ini masih berlangsung.

Artinya, perbedaan kepercayaan tidak lantas meluluhlantakkan kehidupan. Ini membuktikan ada kearifan-kearifan tafsir yang juga dilahirkan oleh manusia dikehidupan sebelumnya dalam menyikapi keragaman kepercayaan ini.

Tafsirnya  tidak tunggal. Tergantung bagaimana kita mau mengambil makna, membangun peradaban yang penuh damai, atau saling meniadakan yang membuat kehidupan tidak pernah nyaman untuk dijalani. Tuhan memberi kita akal budi yang memberi kita peluang untuk membuat dan menentukan pilihan-pilihan. Salam cinta kasih.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun