Mohon tunggu...
Julius Deliawan
Julius Deliawan Mohon Tunggu... Guru - https://www.instagram.com/juliusdeliawan/

Guru yang belajar dan mengajar menulis. Email : juliusdeliawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Zaman Susah, Narasi Efektif Prabowo-Sandi

30 Oktober 2018   11:10 Diperbarui: 31 Oktober 2018   08:37 2053
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sewaktu  pulang lembur, mendampingi anak-anak bikin acara pentas seni, saya naik taksi dari perusahaan terpercaya. Saya punya kebiasaan ngobrol, daripada bengong atau main hp. Mungkin karena saya ini urban untuk urusan gadget.

Pembicaraan antara saya sama supir taksi, tidak pakai tema. Mulai dari soal-soal yang abstrak hingga ke soal-soal pragmatis. Apalagi, perjalanan Senen  Pondok Gede relatif memakan banyak waktu. Belum jika dihitung pakai macet. Cuma karena tengah malam, jalanan relatif lengang. Meski begitu, banyak juga persoalan yang berhasil kami bahas.

Pak Supir menurut saya piawai menyampaikan gagasan. Ia mengkritik hutang dan infrastruktur Jokowi. Mengeluhkan harga-harga yang melambung. Lantas, menyentil soal pencabutan subsidi. Ia terkaget-kaget saat mau bayar listrik melihat angkanya.

Saya hanya tersenyum mendengarnya. Tak mendengar reaksi saya, ia melanjutkan bahasan politiknya. Bahkan dia dan yang teman-temannya, menurutnya banyak, sudah menentukan sikap dan menyusun langkah-langkah. Besok mereka akan mendeklarasikan diri sebagai relawan nomer 2.

Setelah cukup lama mendengar argumentasinya, saya cuma bilang. "Pak jangan pernah percaya jika nasib kita itu bisa berubah karena presiden. Waktu Soeharto berkuasa dulu, orang juga mengeluh susah, apa-apa mahal. Zaman Habibie, lebih banyak lagi. Zaman Gusdur, juga ada. Zaman Megawati masih banyak juga, bahkan itu saya juga mengalami. Zaman SBY, tidak kurang juga yang mengeluh. Zaman Jokowi, bapak salah satunya. "

Saya lihat dia juga mengangguk, entah ngerti maksud saya atau tidak. Dan kami pun masih lanjut dengan bahasan-bahasan lanjutannya. Tidak usah ditanya dulu, nanti saya paparkan kesimpulannya saja ya!

Turun dari lift hotel tempat saya menginap di Bandung, saya bertemu cleaning service hotel. Biar tidak bengong, saya mengakrabkan diri. " Pemilu di sini siapa yang rame kang?"

"Nomer 2 pak, sudah dari 2014, di sini yang rame sih itu." Saya tersenyum, dan sengaja tidak nanya pilihannya. Tetapi saya tertarik, apa yang membuat di sini nomer 2 rame.

Menurut saya argumentasi siakang cukup menarik. Dia jelasin, sekarang harga-harga mahal. Pembangunan tidak berpihak pada rakyat kecil. Apalagi subsidi dicabut, berasa banget buat rakyat kecil. Saya sempat nambahin "kalau hutang gimana kang?"  " Iya, itu juga pak!" Sambil berlalu, setelah beberapa saat kami ngobrol di depan lift.

Pernyataan zaman susah saya tadi dilengkapi oleh penjual bakso langganan di komplek rumah.

Sewaktu saya asik menikmati baso, di warungnya hanya ada saya dan dia. Tiba-tiba, sibapak tukang bakso bilang begini, "sekarang zaman susah ya pak?"  "Emang kenapa pak?" Jawab saya, berdasarkan yang sudah-sudah ini ada lanjutannya. Dugaan saya itu benar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun