Mohon tunggu...
Julius Deliawan
Julius Deliawan Mohon Tunggu... Guru - https://www.instagram.com/juliusdeliawan/

Guru yang belajar dan mengajar menulis. Email : juliusdeliawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Balada Ayam Bakar

17 Oktober 2018   20:45 Diperbarui: 17 Oktober 2018   21:06 807
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anak kost, di zaman negeri sejahtera saja. Tetap anak kos. Apalagi di zaman terjangan krisis. Nasibnya semakin tidak menentu. Jika ditensi pakai tensinya tukang jual obat keliling. Suka tidak ketemu denyut di urat nadinya. Apalagi ukuran tekanan darahnya, bakalan tidak ketahuan. Antara air raksa tidak bisa naik meski di pompa, bisa juga nggak turun meski tekanan udara sudah diturunkan.

Jangan bilang alat tensinya rusak. Dilihat dari bungkusnya, jelas masih baru. Tukang obat juga bilang, ini baru beli dari lelangan pegadaian. Milik puskesmas yang di gadai ama pak mantri honorernya, tapi tidak ditebus. Begitu ia menjelaskan setelah berkali-kali dicoba alatnya tidak menghasilkan perubahan.

Mungkin begitu lebih baik, jadi tukang obat tidak perlu berlama-lama bikin keramaian di depan kos. Karena ibu-ibu, sama mbak-mbak tukang cuci kos-kosan, yang dari tadi ngantri di tensi jadi bubar tak beraturan. Sambil cekikan mencela peralatan tukang obat.

Denyut anak kos itu normal, jika dengar ada undangan makan. Tidak soal siapa yang di undang. Namanya juga kebersamaan, semua merasa menjadi satu bagian. Termasuk dalam soal undangan makan. Apalagi di undangan, yang biasanya hanya lewat lontaran pernyataan pengundang tidak disebutkan berapa jumlah teman yang boleh di bawa. Itu artinya bisa, dua, tiga atau kami satu kos-kosan.

Perbaikan gizi. Begitu branding perhelatan soal makan memakan ini. Penyebabnya macam-macam. Ulang tahun, ortunya datang menjenguk
 Jadian. Lulus. Saudaranya ada yang kawin. Macam-macamlah.

Anak kos dalam soal makan memakan ini, melupakan esensi terpenting dalam sebuah perhelatan. Anggaran. Ini terkait dengan anggaran pengundang. Nah, ini yang tidak mereka perhitungkan. Diundang satu, tetapi yang nongol jadi satuan. Empat atau lima, kan masih satuan dalam perspektif matematika. Begitu kira-kira analisanya.

Satu kali, teman diundang makan, saya ikut. Ada syukuran di rumahnya. Agak jauh dari kosan memang, tetapi membayangkan apa yang akan kami dapat, setimpal.

Benar saja,  ada nasi tumpeng lengkap dengan ingkung ( ayam bakar utuh ) disampingnya, terhidang di tengah perhelatan. Tetua kampung, membacakan doa dan niat siempunya acara. Entah mengapa, waktu serasa berhenti, atau jika ini terlalu lebay, perlahan berjalanlah. Mungkin ini lebih pas.

Kiri kanan saya, terdengar gemuruh. Mungkin cacing yang berada didalam perut mereka sempat ngelongok, ada apa gerangan di luar sana. Tahu ada sajian lezat, akhirnya menggeliat tak karuan menghasilkan bunyi bergemuruh.

Ini yang saya kagum dari anak kos, tetap menjaga tradisi, bisa basa basi, meski basi banget. Menahan diri, termasuk pura-pura mempersilahkan saya untuk mengambil duluan.

Benar saja, giliran mereka. Ayam bakar tinggal cerita. Kering tempe, sambel goreng ati dan kawan-kawannya, akhirnya menjadi kawan nasi tumpeng yang mereka makan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun