Mohon tunggu...
Julius Deliawan
Julius Deliawan Mohon Tunggu... Guru - https://www.instagram.com/juliusdeliawan/

Guru yang belajar dan mengajar menulis. Email : juliusdeliawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gadis Pengganggu

21 Juni 2018   08:00 Diperbarui: 21 Juni 2018   08:17 858
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hawa dingin menusuk tulang. Dua lapis jaket yang sengaja kukenakan, tidak cukup menghangatkan. Semilirnya angin, membuka celah, mengantarkan dingin ke sela-sela kain. Menyusup menghampiri  kulit. Menyapa, mengajak bercanda. Mungkin mereka sedang menuntaskan rindu. Aku bergidik. Bintil kecil, kurasakan menyembul dari permukaan kulit. Tak mungkin kubawa selimut wisma untuk menghalau rasa dingin yang menurutku sudah kebangetan ini.

Tanpa diminta, gigiku gemeretak. Kukatupkan perlahan agar tidak terlalu memalukan. Suaranya bisa memecah konsentrasi. Salatiga sedang berada di suhu terdinginnya saat musim kemarau begini. Saat bulan dan bintang bebas memamerkan pesonanya tanpa takut diganggu awan. Tetapi pada saat yang sama, banyak penghuninya membeku.

Lapangan wisma Bethsan, masih dipenuhi tawa, kadang juga teriakan-teriakan yel. Siasat untuk mengusir kantuk dan dingin. Beberapa senior, mengajarkan goyang super norak. Junior mengikuti. Disertai tawa, dan mungkin juga, jijik! Sesaat sebelum akhirnya mereka kembali ke kelompoknya masing-masing. Diskusi sesuai bidang studi.

Temaram dari dua sorot lampu tembak yang terpasang, lumayan menerangi lapangan wisma. Tak menjangkau semua sudut memang. Dikegelapan, di situlah, aku baringkan tubuh. Memandang langit, menghitung bintang. Sejak acara dimulai, sengaja kuasingkan diriku ditempat ini. Pada panitia yang lain aku cuma bilang, "biar aku yang berjaga di sudut." Mereka setuju.

Suara cadelnya masih mengiang jelas ditelingaku, saat ia sebutkan namanya. Memancingku ingin tahu lebih dalam. Tidak sulit untuk seorang aktivis mahasiswa sepertiku mencari tahu data mahasiswa baru. Tetapi apa yang musti kulakukan setelah tahu, itu jauh lebih sulit.

Dari kejauhan, dibantu sorot lampu yang tepat menerangi sisi wajahnya. Aku masih dapat dengan jelas melihat pesonanya. Saat ia tertawa, tersenyum, untuk entah apa yang sedang mereka bicarakan. Mimiknya tidak dapat kubaca, karena kadang yang kulihat hanya punggung temannya. Tetapi itu bukan alasan untuk berhenti mengaguminya.

Inikah yang banyak orang bilang jatuh hati? Pada perjumpaan pertama? Sepertinya aku korban dari cerita-cerita roman. Atau sinetron-sinetron yang banyak bertebaran di TV. Padahal, aku ini bukan penikmat novel cengeng, apalagi opera sabun. Boleh dilihat dari deretan buku yang kukoleksi, eh maksudya fotokopian buku yang kupinjam dari perpustakaan. Soalnya belum kuat beli. Bisa dibilang ini kejahatan, tapi apa daya. Aku ini mau pintar, tetapi buku mahal.

Beberapa hari ini, aku bukan hanya pembaca cerita roman, aku aktornya. Bukan hanya strategi demonstrasi dan isu apa yang mesti diangkat yang kini memenuhi kepalaku, tetapi juga senyum seseorang yang baru saja kukenal. Mahasiswa baru jurusan sastra. Adik tingkatku.

Soekarno, aktivis, bukan hanya idealis, tetapi juga flamboyan. Ia menikmati bagaimana serunya bermimpi membangun Indonesia, tetapi juga tetap memberi asupan seimbang untuk romansanya. Ia tidak kehilangan kemanusiaannya ketika bicara lantang tentang kemerdekaan. Soekarno punya keberanian untuk merengkuh keduanya bersamaan. Sementara aku, tetaplah demonstran yang memilih selalu kesepian.

Aku juga boleh jatuh cinta, bisikku lirih, menegaskan keragu-raguan. Malam ini, kupikir adalah saat yang tepat, agar dia tahu apa yang kurasakan. Sejak kehadirannya tempo hari di penyambutan fakultas, ia terus menggangguku. Membebani kepalaku, mempontang-pantingkan logikaku. Menghancurkan keteguhanku. Pria bahagia berteman sepi.

Aku ingin dia tahu, hanya itu. Malam ini, aku hanya akan bilang, "hai Gadis, kau berhasil menggangguku".

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun