Mohon tunggu...
Juarisman Sitinjak
Juarisman Sitinjak Mohon Tunggu... Sales - Jalinan kata yang menjadi makna

mencoba memahami meskipun tidak sepaham

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Fast Food! Antara Bisnis, Kemanusiaan dan Spiritualitas

14 Juni 2021   13:23 Diperbarui: 14 Juni 2021   16:44 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Food | Dokumentasi Pribadi

Tak sedikit pula promosi yang dirilis berupa paket-paket makanan dengan konsep up size dengan psikologi harga yang cukup baik sehingga memberikan keinginan pelanggan membeli dalam jumlah lebih banyak.

Disinilah pemikiran yang lebih jauh mulai muncul dalam benak saya. Yaitu aspek kemanusiaan.

Kemanusiaan

Sumber daya pasti ada batasnya! Dengan keterbatasan tersebut, ada potensi bagi orang yang membutuhkan tidak dapat memperolehnya karena keterbatasan akses terhadap sumber daya tersebut, misalnya keterbatasan finansial dan jalur distribusi.

Bisnis makanan cepat saji seperti kondisi di atas berpotensi menyebabkan alokasi bahan baku pangan masuk ke bisnis ini secara besar-besaran. Sudah tentu bisnis makanan cepat saji kelas dunia memiliki permodalan yang kuat dan kekuatan jalur distribusi untuk mendapatkan bahan baku produksi. Hal inilah yang berpotensi mengurangi pasokan bagi masyarakat khususnya yang inferior dalam finansial dan akses terhadap jalur distribusi tersebut.

Pemikiran kemanusiaan saya mengantarkan kepada sebuah kesimpulan bahwa tidak mungkin menghentikan raksasa restoran cepat saji. Yang bisa dilakukan adalah pada level personal dengan perubahan pola pikir pribadi dengan landasan spiritualitas yang baik.

Spiritualitas

Meskipun dalam masyarakat modern saat ini MAKAN sudah mengalami pergeseran makna yang lebih luas dari sekedar pemenuhan kebutuhan sehari-hari, tetapi ada baiknya kita menyadari hakikat makan yang mendasar. Sesungguhnya aktivitas makan mengandung unsur pengorbanan dan kematian dari makhluk hidup yang lain. Contohnya ketika kita makan kuaci, bukankah itu ada unsur pengorbanan dari bunga matahari? Atau ketika kita makan lemper, bukankah itu ada unsur pengorbanan dari pohon pisang juga? 

Sudah sewajarnya kita menjalankan aktivitas makan dengan penuh rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Karena rahmat dan kebijaksanaan-Nya kita bisa menikmati seluruh ciptaan-Nya dan ada harmoni kehidupan antar ciptaan. Ciptaan yang satu memenuhi kebutuhan ciptaan yang lain. Betapa agung dan mulianya Tuhan.

Harapan saya, rasa syukur bisa mendorong rasa cukup dalam hal makan sehingga kita masing-masing bisa memahami lebih mendalam mengenai aktivitas makan dan tidak berlebihan dalam makan yang hanya sebatas merespon promosi atau demi popularitas konten.

Mari lebih bersyukur dengan setiap berkat makanan yang dianugerahkan kepada kita masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun