Judul diatas sesuai dengan pernyataan Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago,"Saya katakan pilkada masih bisa ditunda, pemulihan ekonomi masih bisa ditunda, nyawa tidak bisa ditunda kepergiannya. Ratusan dokter yang meninggal karena Pandemi tak bisa ditunda, dan tak akan kembali," katanya dilansir dari Sindonews.com, 22/9.
Apa yang disampaikan tersebut sebagai bentuk banyaknya permintaan kepada presiden untuk menunda pilkada serentak tahun ini. Apalagi mengutip Filsuf Romawi Marcus Tullius Cicero (106 SM-43SM) berkata hendaknya kesejahteraan rakyat menjadi hukum tertinggi. Salus Populi suprema lex esto.Â
Negarawan harus menimbang berbagai persoalan kenegaraan rasanya masih relevan. Kesejahteraan rakyat hendaknya selalu ditempatkan diatas segalanya.
Atas dasar pemikiran itu pula harus kita sepakati dan mengerti bahwa pilkada di tengah Pandemi tidak relevan dan berbahaya bagi masyarakat kita. Tapi, alasan Presiden Jokowi melalui jubir Fadjroel Rachman bahwa pilkada tetap digelar bulan Desember mengingat tidak tahu kapan Pandemi ini akan berakhir.
Dengan pernyataan ini sangat membuat kontra dari banyak masyarakat dan politisi serta organisasi besar keagamaan. Tapi, sepertinya Presiden Jokowi dan PDIP yang paling gencar ingin pilkada digelar pada tanggal 9 Desember 2020 ini.
Entah kenapa pemerintah masih bersikeras meski sudah banyak yang mengeluarkan sikap menolak pilkada di tengah Pandemi. Pilkada itu bisa ditunda tetapi keselamatan rakyat tidak bisa ditunda.
Pemikiran Cicero sangat jelas bahwa negarawan dan pemimpin harus mengutamakan kesejahteraan rakyat. Dalam hal ini rakyat akan merasakan kesejahteraan karena pemerintah yang melakukannya. Kesejahteraan tidak tercipta kalau banyak masyarakat yang meninggal dunia akibat Pandemi Covid-19.
Sebab itulah, banyak komentar yang datang ke pemerintah menolak pilkada di tengah Pandemi ini. Hal tersebut harus jadi perhatian pemerintah dengan banyak desakan yang datang.
Tunggu saja situasi mulai kondusif dan angka penyebaran makin sedikit serta vaksin sudah ditemukan sehingga kita dapat menggelar pilkada dengan damai, jujur, langsung dan adil. Bukankah cita-cita kita bersama untuk menggelar pilkada yang menghasilkan pemimpin yang baik dan berhasil?. Ya, tentu itu cita-cita kita.
Bukankah cita-cita sebuah negara ingin rakyat adil, makmur dan sejahtera?. Tentu iya. Sebab itu, apa yang dikatakan Cicero sebagai bentuk perenungan agar pilkada tidak digelar di tengah Pandemi.
Pemerintah hadir di sebuah negara adalah untuk rakyatnya. Pemerintah hadir harus mendengar suara rakyat. Sekarang, coba di survei berapa orang yang setuju pilkada ditunda dan berapa orang yang tidak setuju pilkada ditunda.
Jika banyak yang setuju ditunda maka mau tidak mau pemerintah harus mengikutinya. Kenapa?. Karena pemerintah ada di sebuah negara adalah bentuk partisipasi dan amanat rakyat bukan hasil keinginan sendiri. Oleh karena itu, bagaimanapun ceritanya Presiden Jokowi harus mendengarkan rakyat yang mengeluarkan aspirasi kepadanya.
Kalau tidak, bisa jadi masyarakat semakin berkurang kepercayaannya dan itu akan jadi citra buruk Presiden Jokowi sendiri. Itu sangat tidak mengenakkan tentunya karena Jokowi selama ini dikenal pemimpin idaman rakyat kecil dan identik dengan blusukan mendengar aspirasi rakyat.
Karena itu, keputusan penundaan pilkada masih dinantikan masyarakat. Tidak ada persoalan politik tentunya dengan ditunda atau tidak ditundanya pilkada serentak tahun ini. Jadi, tak perlu risau dan oknum mengkaitkan penundaan dan tidak ditunda sebagai manuver politik salah satu paslon di pilkada serentak tahun ini.