Mohon tunggu...
Juan Manullang
Juan Manullang Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Alumnus FH Unika ST Thomas Sumut IG: Juandi1193 Youtube: Juandi Manullang

Selanjutnya

Tutup

Politik

Alasan Publik Beri Sentimen Negatif Soal Kemarahan Jokowi, Jadikan Pelajaran atau Biarkan Saja?

8 Juli 2020   12:40 Diperbarui: 8 Juli 2020   12:44 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Sudah banyak komentar dan pandangan mengenai kemarahan Presiden Jokowi waktu lalu kepada menterinya, baik dari politisi, pengamat dan masyarakat.

Kali ini perlu kita ketahui juga alasan dari sentimen negatif terhadap kemarahan Presiden Jokowi.

Dikatakan Ketua Dewan Pengurus LP3ES, Didik J Rachbini dilansir dari Tempo.co, 7/7/2020, bahwa sentimen negatif itu disebabkan Pertama, popularitas pemimpin pada umumnya setelah 5 tahun menurun sehingga yang memuji-muji tidak lagi banyak.

Kedua, adalah kemarahan seperti itu disebut terkesan didramatisir. Ketiga, alasan ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah dalam menghadapi keadaan krisis. Keempat, pandangan publik terhadap kepemimpinan Jokowi.

Dari sejumlah alasan itu patut juga menjadi masukan yang baik. Semoga bisa berdampak positif.

Jadikan pelajaran atau biarkan saja?

Alasan sentimen negatif tersebut, apakah jadikan pelajaran atau biarkan berlalu begitu saja? Pertanyaan ini penting buat pembenahan di masa akan datang.

Kalau dari penulis pribadi, sebaiknya alasan sentimen tersebut dijadikan pelajaran berharga dengan mengambil hal positifnya. Alasan-alasan di atas penulis baca ada baiknya, salah satunya, ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja pemimpinnya.

Itu bisa jadi pelajaran berharga karena patut diakui bahwa pemerintah kesannya tidak maksimal dalam menangani Pandemi Covid-19 ini khususnya.

Hal itu dapat dilihat dari sistem pemberian bansos yang tidak maksimal, ada pihak yang mampu mendapatkn bansos. Pengucuran anggaran untuk insentif tenaga medis juga belum cair dan lainnya sebagaimana penulis pernah memaparkan.

Itu contoh kecil saja. Belum lagi masalah RUU HIP yang makin besar, kenaikan tagihan listrik dan lainnya. Masyarakat memang butuh kritis agar pemerintahan ini makin baik. Tanpa ada pihak yang kritis maka kita akan begini-begini saja. Monoton saja kehidupan masyarakat itu.

Jadi, penting alasan sentimen negatif terhadap kemarahan Presiden Jokowi kemarin jadi pelajaran berharga agar memang bisa berbenah dan memunculkan sikap kritis pemerintah terhadap sesuatu bencana.

Selanjutnya, penulis juga menerangkan bahwa alasan sentimen tersebut mengenai kemarahan yang kesannya didramatisir dan tidak ada lagi yang memuji-muji pemimpinnya sepertinya tidak pas juga.

Soalnya, kalau penulis lihat, tidak ada yang didramatisir dalam pernyataan kemarahan Presiden tersebut dan tidak relevan juga karena tidak ada yang memuji-muji pemerintah lagi.

Penulis melihat murni bahwa itu kemarahan yang berasal secara alami dalam diri Presiden melihat situasi kritis tapi daya juang, daya pikir dan kerja keras tidak maksimal dari menterinya. Wajar saja kalau marah, bukan didramatisir.

Begitu juga tidak ada kaitannya karena tidak ada lagi yang memuji kinerja Presiden periode ini. Mau dipuji maupun tidak, memang seorang Presiden harus bekerja untuk rakyat dan demi kesejahteraan rakyat. Bukan mengharapkan yang namanya pujian dari politisi dan masyarakat.

Jujur saja, dari kedua sentimen negatif tersebut, penulis tidak setuju. Selain itu penulis lebih setuju ketika pemerintah kita peka terhadap nasib rakyat yang harusnya diperjuangkan.

Di saat-saat seperti inilah peran pemerintah yang baik akan mengharumkan, mencerahkan dan menganggap pemerintah kita berhasil oleh rakyat Indonesia.

Karena itu, tetaplah pemerintah bekerja untuk rakyat. Berjuang untuk rakyat dan menumpahkan segala kemampuan, gagasan dan tenaga untuk rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun