Kekalahan semalam Garuda muda Indonesia melawan Vietnam masih terngiang dalam benak saya dan juga kita. Masih belum menerima, iya. Kita memang tidak kalah soal skill, sudah terlihat di fase grup dan semifinal para Garuda muda bermain sangat epik.
Saya sudah memaparkan salah satu alasannya dalam tulisan beberapa jam sebelumnya. Keluarnya, Evan Dimas sangat terlihat pergerakan dan serangan dan bertahan 'amburadul'. Pertahanan begitu rapuh.
Saya sedang tidak memaparkan lagi mengenai teknis dan jalannya pertandingan kemarin. Saya hanya sedikit mengkritik dan tidak sepaham sedikit saja mengenai pernyataan dari Menpora, Zainudin Amali.
Dilansir dari media Indonesia.com, 11/12/2019, Menpora berkata bahwa persiapan yang dilakukan Vietnam untuk menghadapi SEA Games kali ini sudah dilakukan sejak 15 tahun lalu. Jadi, Indonesia juga tidak bisa berharap instan.
Saya pribadi beranggapan begini, kalau soal pembinaan sepakbola sudah termasuk cukup baik. Mengapa?. Lihat saja, U-16 dan U-19 serta U-23 kita yang kemarin bermain bisa kok meraih Piala AFF di tahun yang berbeda.
Itu semua pemain muda, yang mengartikan bahwa pembinaan sepakbola sejak dini sudah cukup baik. Kalau mau ditingkatkan, ya makin bagus.
Jadi kita gak kalah dengan Vietnam. Mereka juga bisa kita kalahkan, cuma kemarin itu kemungkinan kita kurang beruntung dan organisasi permainan yang kacau balau saja.
Tidak seperti melawan Thailand, Myanmar dan lainnya. Itu saja. Roh permainan indah satu-dua sentuhan kandas di kaki pemain Vietnam. Permainan kita seperti sudah terbaca dan kita tak bisa mencari formulanya.
Apalagi, kehilangan Evan Dimas sangat berdampak signifikan. Serangan dan pertahanan kacau memang. Putus semua serangan itu. Sangat disayangkan.
Padahal, kita punya pelatih bagus yang sudah membawa Garuda Muda U-19 juara Piala AFF dan U-23 juga juara Februari kemarin.
Artinya, kita tidak kalah soal Pembinaan dan kualitas sepakbola dari Vietnam. Vietnam sebenarnya bukan lawan yang selalu mengandaskan kita di partai Final.