Mohon tunggu...
Juan Manullang
Juan Manullang Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Alumnus FH Unika ST Thomas Sumut IG: Juandi1193 Youtube: Juandi Manullang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Keterbatasan Tidak Membuat Hidup Menjadi Redup

24 Juni 2019   23:12 Diperbarui: 24 Juni 2019   23:17 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Faidah Umu Sofuroh/detik.com

Tak dapat dipungkiri bahwa keterbatasan yang kita miliki kadang membuat hidup ini makin redup maupun tidak ada artinya. Keterbatasan yang saya maksud adalah tubuh kita tidak sempurna seperti orang pada umumnya. Ada kekurangan yang dialami seperti hanya punya satu tangan, tidak bisa berbicara, tidak bisa mendengar dan lainnya yang sering dikenal dengan disabilitas.

Namun, tak jarang pula kita menemukan kaum disabilitas itu yang tangguh dan kokoh menjalani kehidupan. Mampu melalui kehidupan dengan penuh keceriaan dan kerja keras serta tanggungjawab yang tinggi.

Fakta itu terungkap saat Fatimah merupakan satu dari 7 orang tunawicara yang dibina oleh Lembaga Dharma Daya-Keuskupan Agung Jakarta (LDD-KAJ). Meski memiliki keterbatasan berbicara, dia tetap semangat mengikuti kegiatan menjahit. Fatimah mulai menjahit di kain putih. Kain perca yang telah dipotong dengan berbagai bentuk ditata sedemikian rupa, sehingga menampakkan sebuah lukisan lucu berwarna-warni (detik.com, 24/6/2019).

Apa yang diberitakan tersebut adalah bentuk dari kegigihan untuk belajar. Tidak ada kata ragu, apalagi mengeluh. Patut kita apresiasi dan mencontoh Fatimah sebagai kaum disabilitas yang mampu menginspirasi. Tentu, masih banyak lagi kaum disabilitas yang menginspirasi kita. Mungkin kita tahu dari berbagai media yang ada.

Pelajaran hidup

Itulah namanya pelajaran hidup bagi kita yang hidup dengan kesempurnaan tubuh. Tak dapat dipungkiri, bahwa kadang kita pun sering mengeluh dan tidak bekerja keras, padahal kesempurnaan telah kita dapatkan. Hal itu memang sering terjadi. Saya, anda, kita dan lainnya pasti pernah mengalami keputus-asaan yang membuat hidup ini tidak ada artinya.

Bayangkan saja, ada pula yang berani bunuh diri akibat hidupnya tidak berarti. Banyak masalah, tidak dapat pekerjaan, masalah keluarga dan lain sebagainya. Itu memang sering terjadi. Jadi, apa yang dilakukan Fatimah dan teman lainnya adalah pelajaran hidup bagi saya dan juga kita.

Apa yang mereka contohkan dan sajikan adalah perjuangan hidup yang memang harus dijalani sampai maut menjemput. Jangan sampai kita yang mengakhiri hidup. Biarlah takdir yang menuliskan hidup seseorang. Biarlah Tuhan yang memberi kehidupan yang memanggil kita kembali kepadaNya. Bukan kita mendahulukan Tuhan.

Ya, patut kita apresiasi apa yang disajikan dan dicontokan Fatimah dan teman lainnya. Semangat jangan pernah padam. Hidup harus terus berlanjut karena hidup adalah kesempatan untuk berbuat kebaikan dan bermakna bagi sesama. Saya pun terus belajar untuk mengimani kehidupan sebagai bentuk peziarahan dalam berbuat kebaikan, bekerja keras dan berarti untuk banyak orang.

Terimakasih atas pelajaran hidup yang berarti itu. Pelajaran hidup yang menginspirasi. Jika Fatimah bisa bekerja keras dan ceria, tentu kita yang punya tubuh sempurna juga bisa, kenapa tidak!.

Salam Kompasianer!!

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun