Mohon tunggu...
Juanda
Juanda Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer Taruna

$alam Hati Gembira ...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Jika Jakarta Bukan Ibu Kota

29 April 2019   23:32 Diperbarui: 30 April 2019   19:34 986
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ada yang ingin memundurkan peradaban. Ada yang ingin memajukan peradaban. Ini tergantung kepentingan."

Sekitar tahun 1980-an, saat pertama kali bisa ke Jakarta, rasa senangnya luar biasa. Bisa menginjakkan kaki di Ibu kota Republik Indonesia merupakan kebanggaan tersendiri. Lalu pulang  ke Surabaya seakan membawa seabreg cerita.

Padahal saat itu, jika dibanding  tahun 2019 saat ini, nuansanya sangat berbeda sekali. Kehadiran sarana transportasi Moda Raya Terpadu (MRT) yang untuk sekelas Ibukota negara, meski dirasa terlambat ini, namun hari ini telah hadir pula.

Jakarta penuh cerita. Sejak zaman Presiden Soekarno memang telah ada wacana untuk memindahkan Ibukota. Dan hari ini (29/4/2019), dalam rapat di kantor Presiden, hal ini dikerucutkan lagi. Mau pindah ke mana yach? Apakah tetap di Jawa atau di luar Pulau Jawa?

Ada banyak kepentingan pula di dalamnya, saat mencari lahan yang baru itu. Biaya untuk pemindahan ibukota ini membutuhkan dana ratusan Triliun. Pasti pemilik dan makelar tanah akan berebut rejeki pula.    

Lalu bagaimana nasib Jakarta kelak, setelah bukan jadi Ibukota Negara? Daerah Khusus Ibukota Jakarta akan berubah dari Ibukota Negara menjadi Ibukota Propinsi seperti Yogyakarta atau mungkin pemerintah punya rencana lain. Di sisi lain, Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta menjelaskan bahwa pemindahan Ibu Kota tidak akan menghambat pembangunan di Jakarta. 

Akan banyak gedung-gedung yang akan menjadi kosong, karena di tinggal penghuninya bekerja di luar pulau. Bayangkan kalau semua departemen dalam pemerintahan itu pindah, maka perlu memikirkan pengelolaan atau perawatan dari gedung-gedung tersebut.

Apakah Jakarta akan tetap padat dan macet? Jikalau sebelumnya menjadi pusat pemerintahan negara dan perekonomian, maka tentunya jika pusat pemerintahan negara telah pindah, akan ada perubahan situasi sosial, bukan?

Jika pengurusan  perizinan telah online, serta mengingat adanya pembangunan yang merata termasuk pelabuhan udara dan laut di beberapa daerah di Indonesia, maka apakah Jakarta tetap menjadi pusat perekonomian? Belum lagi dunia fintech atau industri 4.0 telah merambah Indonesia.

Apakah yang tetap akan menjadi kenangan sepanjang masa tentang Jakarta adalah banjir? Mungkin inilah fokus pembangunan yang perlu diseriusi. Hampir setiap kampanye calon gubernur DKI Jakarta akan mengangkat persoalan ini. Hasilnya ... ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun