Mohon tunggu...
Jufrianto Siahaan
Jufrianto Siahaan Mohon Tunggu... Buruh - Selamat membaca Catatan Harian saya.

Pengendara motor yang tak pernah menginjak rem untuk kelajuan ide yang muncul sepanjang perjalanan.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Ihwal Berbahasa Inggris yang Suka Bikin Sinis

4 Juli 2018   16:23 Diperbarui: 4 Juli 2018   21:02 2482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa Inggris menjadi aksesibilitas interaksi sosial dalam dunia yang tanpa batas (borderless world)

Apalagi, teknologi informasi memungkinkan setiap orang berjelajah lintas-negara dengan mudah dan murah. Dan, salah satu yang memungkinkan hal tersebut adalah berkomunikasi dalam bahasa Inggris.

Karena berbahasa Inggris ini sudah menjadi fenomena global, tak heran jika kemudian kita mendapati praktik lafal atau aksen yang berbeda-beda di setiap tempat. Kalau tidak percaya, coba saja telusuri via internet dengan kata kunci "aksen bahasa Inggris". Hasilnya, ada puluhan aksen yang diperagakan oleh sejumlah warganet. 

Mulai dari aksen British ala Harry Potter sampai dengan Singlish (Singaporean-english) yang selalu diakhiri dengan "haa" di setiap kalimat. Ada juga Indian-english yang memberi penekanan pada huruf "R" untuk setiap kata yang mengandungnya (huruf "R").

Indonesia? Kini sudah banyak orang Indonesia sudah mampu berkata-kata dalam bahasa Inggris, yang kefasihannya menyerupai aksen di negara asalnya. Kendati demikian, tak sedikit kita temukan praktik speaking English bercitarasa medhok khas Jawa Timuran.

Persoalannya adalah, sebagian orang Indonesia yang mengklaim dirinya sudah berkemampuan istimewa dalam berbahasa Inggris, acapkali meremehkan mereka yang beraksen Medlish (Medhok-english) ini. Seolah-olah itu adalah sebuah dosa; sebuah kesalahan. Tak jarang juga, ini menjadi bahan tertawaan bagi sekelompok expertise itu.

Jika sudah demikian, sungguh tindakan yang berlebihan ,menurut saya. Mengapa? Karena bahasa Inggris itu bukanlah bahasa ibu kita. Tidak ada alasan yang sungguh-sungguh benar hingga melayakkan kita untuk memandang sinis kualitas bahasa Inggris bangsa kita sendiri. 

Sepanjang yu paham maksud ai, dan ai mengerti yu ngomong apa, ya tidak masalah. Bahkan orang Inggris asli saja sungguh menghargai upaya orang Indonesia dalam bertutur Inggris dengan kualitas pas-pasan.

Nah, jika situ bisa excellently speaking english, maka bersyukurlah. Itu pertanda situ sering menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Itu pertanda situ memiliki jaringan relasi atau pertemanan lintas-negara. Itu pertanda situ punya profesi yang melibatkan orang asing dalam proses bisnisnya.

Kalaupun kecakapan bahasa Inggris kita ternyata belum mencapai level lanjutan (advanced), menurut saya itu bukanlah akhir kehidupan. Kita sendiri yang memiliki kontrol untuk diri kita sendiri, mau dikembangkan atau tidak, dan seberapa jauh kita ingin bersinggungan dengan hal-hal berbau globalisasi.

Terlepas dari itu semua, apa kabarnya dengan bahasa Indonesia kita? Jangan-jangan kita malah tergugu-gugu dengan bahasa kita sendiri. Mau bilang fenomena perkembangan anak muda zaman sekarang saja harus dengan istilah "kids jaman now". Dan justru viral tak keruan. 

Atau, kita masih terbiasa memakai istilah "efektif dan efisien" daripada memilih "mangkus dan sangkil" untuk menggambarkan cara kerja sebuah entitas atau individu yang berhasil guna dan berdaya guna.

Jika sudah demikian, masihkah kita bersikap sinis soal kemampuan berbahasa Inggris tatkala identitas kebahasaan kita di ambang krisis?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun