Mohon tunggu...
Yulius Sugiharto
Yulius Sugiharto Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Writer.

Gemar menulis. Hobi baca.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Pemilu dengan Teknologi Mungkin Solusinya

24 April 2019   18:18 Diperbarui: 25 April 2019   10:32 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pilpres 2019 telah selesai. Tapi yang membuat penyelenggara dan masyarakat galau adalah saat setelahnya, ramai terdengar isu ada pihak yang curang. Tentunya wajar tak ada pihak yang mau dicurangi, tapi tentunya juga tak ada yang pihak yang mau dibilang curang. 

Yang menjadi masalah jika salah satu pihak tidak bisa membuktikan secara gamblang bahwa pihaknya dicurangi / tidak curang yang bisa diterima pihak lainnya .Selama itu bisa tidak ada masalah. 

Tapi untuk menghindari kekhawatiran atau risiko atau tuduhan kecurangan, mungkin teknologi bisa jadi solusinya walau tentunya mempercayakan teknologi sepenuhnya untuk pemilu juga tidak bisa karena ada risiko hacker seperti isu kecurangan di pemilu Amerika saja yang kaya teknologi saja masih bisa terjadi,apalagi di Indonesia.

Asal Indonesia belajar dari pengalaman apa yang terjadi di Amerika dan membuat cara pemilu dengan kombinasi teknologi dan manual yang lebih baik, bukan tidak mungkin pemilu dengan teknologi bisa diterapkan di Indonesia dengan harapan bisa menghilangkan keraguan dan risiko dan tuduhan kecurangan selama pemilu lagi.

Kelemahan pemilu secara manual adalah risiko kertas suara bisa hilang atau dicurangi atau dibakar oleh oknum tertentu yang berkepentingan, dan tidak mudah menjaganya apalagi jika TPS tersebar di berbagai tempat, ditambah lagi tuduhan ada yang curang walau belum tentu ada yang curang.

Kelebihan teknologi adalah walau pemilu tetap diadakan di TPS, tapi kertas surat bisa dalam bentuk digital seperti ujian komputerisasi, jadi hanya perlu menyediakan beberapa komputer dan sambungan internet yang baik, tidak perlu mencetak banyak kertas suara sehingga risiko dicurangi atau hilang lebih kecil, dan tidak bisa memilih dobel karena setiap pemilih dan surat suara yang dipilih ada rekaman datanya yang bisa dibuat tidak bisa dobel input atau orang tidak berhak menginput. Sebagai tambahan,soal penggunaan tinta sebagai tanda sudah memilih sih bisa tetap digunakan seperti pemilu manual.

Yang membedakan manual dengan menggunakan teknologi untuk pemilu adalah data hasil pemilu terkumpul secara sentralisasi jadi lebih mudah diawasi dan bisa diawasi oleh berbagai pihak seperti KPU, saksi, dan masyarakat ( via videokonferens dalam waktu yang bersamaan )  

Tentunya tantangan menggunakan teknologi adalah masalah hacker bayaran yang bisa mengganti atau menghapus atau menambah data secara digital. 

Jika sampai pada saatnya Indonesia siap menerapkan teknologi untuk pemilu,kita sudah harus belajar dari pengalaman pemilu Amerika yang heboh isu hacker oleh Rusia dan tahu cara mengantisipasinya   sehingga jangan sampai pemilu di Indonesia menggunakan teknologi ibarat berusaha menghindari masuk mulut buaya,eh masuk mulut harimau. 

Sebenarnya yang terpenting dari semua adalah kedewasaan dan kejujuran dari setiap paslon,pendukung paslon dan penyelenggara pemilu untuk dapat menciptakan pemilu yang jujur. Setuju?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun