Mohon tunggu...
Muchammad RafiMaulana
Muchammad RafiMaulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - ye

More argument? watch this!!!

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Netizen Indonesia yang Meresahkan

18 April 2021   14:14 Diperbarui: 18 April 2021   14:23 988
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Era digitalisasi dalam lingkup globalisasi sudah sering kita jumpai di lingkungan sekitar kita. Perubahan yang begitu cepat membuat kita harus beradaptasi dengan perkembangan yang ada. Sosial Media (Sosmed) yang diisi oleh platform seperti Instagram, facebook, twitter dan lain sebagainya sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari bagian hidup kita. Hal ini merupakan salah satu bagian dari perkembangan teknologi pada era globalisasi yang semakin cepat dan tidak terbendung. Sosmed saat ini sangat berperan bagi segala lapis kehidupan. Sosmed bisa menjadi apa saja, mulai dari alat komunikasi hingga menjadi platform bisnis yang menjanjikan. Namun tidak selamanya sosmed ini menjadi hal yang baik. Sosmed juga bisa memberi dampak buruk seperti menipu, memprovokasi, hingga pencurian. Dampak negatif sosmed yang paling sering terjadi di Indonesia adalah kurangnya attitude masyarakat dalam bersosmed ria.

Baru-baru ini Indonesia mendapatkan predikat sebagai netizen paling tidak sopan se-Asia Tenggara. Tentu saja, predikat itu bukan merupakan sesuatu yang bisa dibanggakan. Microsoft beberapa waktu yang lalu telah merilis tingkat kesopanan pengguna internet sepanjang tahum 2020. Dalam laporan tersebut disebutkan bahwa Indonesia berada pada rangking ke-29 dari 32 negara yang disurvei, dan menjadi yang terendah di Asia Tenggara dalam laporan yang berjudul "Digital Civility Index (DCI)". Laporan tersebut didapatkan dari survei yang diikuti sekitar 16.000 responden pada 32 negara. Penilaian tersebut menggunakan skala nol hingga 100. Pada tahun 2019 Indonesia mendapat 67 poin yang naik 8 poin pada tahun 2020 menjadi 2020.

Dari data laporan tersebut menunjukan angka kenaikan yang cukup signifikan terhadap skor kesopanan Indonesia dalam bersosmed ria. Semakin tinggi skor yang didapat membuat Indonesia mendapat penurunan kualitas kesopanan di media sosial. Hal itu bisa disebabkan karena semakin masifnya netizen Indonesia dalam bermedia sosial. Masyarakat Indonesia saat ini tidak bisa lepas dari menggunakan smartphonenya. Masifnya masyarakat Indonesia dalam bersosmed ria, selain karena era globalisasi yang sudah dijelaskan diawal juga dipengaruhi oleh beberapa hal lain. Hal lain bisa berupa faktor lingkungan sosial dan lain sebagainya.

Faktor yang cukup mempengaruhi Masifnya Netizen Indonesia sehingga attitude bersosial media menjadi buruk adalah pandemi COVID-19. Pandemi yang sudah terjadi cukup lama tanpa kejelasan kapan berakhirnya diyakini membuat seluruh masyarakat merasa jenuh. Beraktivitas dirumah secara terus-menerus menyebabkan kita hanya lebih banyak beraktivitas dengan smartphone kita. Dari yang awalnya smartphone digunakan sebagai alat untuk menjadi produktif, lama-lama secara sadar smartphone digunakan untuk menghibur diri dengan sosmed yang telah ada. Dari menghibur diri dengan sosmed, tangan netizenpun akhirnya gatal dibuatnya. Dari mengomentari hal-hal yang ada didalam sosmed pada akhirnya malah digunakan untuk menghujat sesuatu yang menurutnya mengganggu tanpa berpikir Panjang. Netizen yang "kurang sopan" ini pada akhirnya menyebabkan terjadi cyber bullying yang berlebihan.

Faktor yang juga masih terkait dengan pandemi sendiri ialah banyak hoax yang terdapat di media sosial. Hoax sendiri merupakan kata dalam bahasa inggris yang bermakna menipu, tipuan, berbohong, berita palsu ataupun kabar burung. Alexander Boese berpendapat bahwa Hoax yang pertama kali dilaporkan adalah almanak atau penaggalan palsu yang dibuar Isaac Bickerstaff tahun 1709. Pria dengan nama lain Jonathan Swift tersebut meramalkan kematian astrolog bernama John Partridge waktu itu.  Untuk membuat publik makin yakin akan kematiannya, dia membuat obituari palsu dimana tujuannya sendiri adalah mempermalukan Partridge dimata publik. Partridge pun berhenti setelah 6 tahun Hoax beredar.

Dari sejarah Hoax sendiri, Hoax bertujuan untuk menyebarkan berita dan informasi yang sumbernya tidak bisa dipertanggung jawabkan. Hoax sendiri selain bertujuan untuk menipu, melainkan bisa digunakan sebagai alat provokasi. Dalam konteks bersosial media, hoax yang disebar melalui jejaring sosial sendiri sering menimbulkan kegaduhan. Hoax sendiri bersifat menggiring opini yang negatif dimana netizen yang langsung mempercayai informasi tersebut akan secara tidak langsung menyebarkan berita hoax tanpa terfilter terlebih dahulu. Informasi tersebut lama-lama akan menimbulkan asumsi-asumsi liar dimana dapat terjadi saling serang dimedia sosial. Saling serang dimedia sosial seperti hujatan yang kasar, rasisme, dan lain sebagainya akan memperkeruh suasana sosial media itu sendiri dimana itu tidak sehat karena akan mempengaruhi mental masyarakat secara langsung.

Dampak masyarakat yang sering disuguhkan dengan pemandangan sosial media yang tidak sehat dapat mempengaruhi pola pikir masyarakat. Dengan masifnya ketidaksopanan dalam bersosial media akan membuat masyarakat juga turut ambil andil untuk meramaikan suasana sehingga mengganggu masyarakat lain yang tidak terpapar dengan ketidaksopanan dalam bersosial media. Masyarakat yang "netral" yang menggunakan sosial media secara tidak langsung tidak akan nyaman saat bermain sosial media. Kondisi ini tentu tidak di inginkan oleh seluruh pengguna media sosial yang ingin menikmati bersosial medianya.

Netizen Indonesia juga dikenal memiliki sikap mental judgemental. Sikap ini sering dijumpai pada mayoritas masyarakat Indonesia yang dimana selalu menyimpulkan sesuatu secara langsung tanpa menganalisa juga bersifat cyber bullying. Netizen Indonesia seringkali menganggap suatu informasi itu pasti benar tanpa memeriksa kembali validasi dan kredibilitas informasi tersebut dan pada akhirnya membuat klaim sepihak dimana pendapat orang lain dianggap salah dan klaimnya dirasa benar dengan cara menghujat orang yang berbeda pendapat tersebut. Klaim sepihak merupakan kondisi dimana netizen selalu merasa berada pada suatu opini tanpa melihat sudut pandang lain merupakan bentuk sikap tidak bisa menghargai pendapat orang lain. Efek berkelanjutan dari sikap tidak menghargai pendapat ini bisa jadi akan berkembang menjadi perbuatan SARA dimana kondisi ini sudah merupakan sikap yang paling buruk. Dampak perbuatan SARA sendiri bisa memecah belah bangsa ini dimana Indonesia sendiri merupakan negara multikultural dengan aneka suku, agama, dan budayanya. Multikultural sendiri sangat rawan untuk dipecah belah karena saking beragamnya segala macam pemikiran.

Dampak buruk akibat sikap netizen Indonesia di media sosial akan mempengaruhi kita secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung, sikap yang buruk dalam bersosial media dapat membuat citra Indonesia dimata dunia memburuk. Hal itu karena dunia akan menganggap bahwa orang Indonesia bukanlah orang-orang ramah seperti yang dicitrakan. Sementara, secara langsung jika hal ini tidak segera ditangani akan semakin banyak orang Indonesia yang ikut bersikap tidak baik dalam bersosial media dengan tidak menjaga perilakunya. Tidak baiknya perilaku dalam bersosial media ini juga dapat menimbulkan degradasi moralitas secara tidak langsung. Degradasi moral yang berkelanjutan akan mempengaruhi anak cucu kita kelak saat menyikapi sesuatu sehingga menjadi sebuah kebiasaan atau tabiat yang tidak baik. Generasi penerus yang meniru sifat jelek ini akan menghancurkan Indonesia secara tidak langsung.

Meskipun dampak negatif yang ditimbulkan sosial media cukup banyak. Namun tetap saja kita harus bisa menghindari dampak negatif tersebut Dalam bermain sosial media, tentunya dibutuhkan sikap yang bijak dan kritis. Hoax yang dengan mudahnya dapat disebar di media sosial harus disikapi dengan baik dan benar. Perlunya sikap memilah dan memilih informasi yang sumbernya valid dan dan memiliki kredibilitas. Selain hoax yang harus bisa kita cegah, bersikap bijak dalam bersosial media itu juga perlu diperhatikan. Hoax sering juga dapat berbentuk provokatif naratif dimana penyebar Hoax tersebut menggunakan identintas samaran untuk melancarkan aksinya. Tujuan utama penyebar hoax provokatif naratif sendiri ingin mengadu domba dan memecah belah antar golongan. Dengan pecahnya antar golongan akan memuaskan penyebar Hoax tersebut. Perlunya sikap untuk tidak mudah terprovokasi untuk mengurangi dampak Hoax secara menyeluruh. Saat sebuah provokasi berhasil di lakukan, provokator akan makin masih menyebarkan Hoax-hoax lainnya.

Indonesia menjadi pengguna internet paling tidak sopan se-Asia Tenggara disebabkan karena netizen Indonesia sendiri sering memberi respon yang berlebihan dari postingan yang jelek dimata mereka. Hal itu disebabkan oleh mayoritas netizen yang memberi sebuah tanggapan secara subyektif dalam bentuk emosional sehingga menimbulkan sikap judgemental. Untuk itu netizen Indonesia harus lebih menyikapi sesuatu secara obyektif. Obyektif merupakan cara menilai atau memandang dengan melihat banyak pandangan lain untuk mendapatkan suatu kesimpulan. Sementara obyektif  dalam bersosial media berarti melihat suatu postingan dengan berbagai sudut pandang yang berbeda sehingga dapat penglihatan lain dari sisi subyektifitasnya. Objektif juga merupakan sikap menghargai pendapat orang lain dimana memiliki pandangan berbeda dengan tidak merendahkan pendapat orang lain dan mendengarkannya. Subyektifitas hanya akan menghasilkan kesimpulan pribadi yang sifatnya mau menang sendiri tanpa peduli dengan hal yang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun