Mohon tunggu...
Jovan Surjadi
Jovan Surjadi Mohon Tunggu... Jurnalis - anak ck 11 iis 2

Jovan Surjadi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

RTK (Rumah Tangga Kacau)

21 November 2019   07:50 Diperbarui: 21 November 2019   07:57 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Terkadang pemikiran tersebut akan muncul di dalam benak pemikiran saya, sebuah pemikiran menyedihkan nan mendalam. Pemikiran tersebut sering menghantui kehidupanku. Status kestabilan hubungan di dalam keluarga ini memang bagai ombak, terkadang tinggi dan terkadang pendek. Hidupku terluka oleh kebingungan dan keresahan akan keinginan untuk keluarga ini terus dalam status bersatu dan damai. Aku sering membayangkan apa sebuah keluarga yang harmonis dan selaras, dan aku selalu berbisik pada diri ini "Kalo deh gini terus, aduh pasti enak lah." Aku pun mengeluarkan nafas dan menikmati perjalanan pulang ke rumah.

Sesampai di rumah, kami disambut oleh kedua anjing peliharaan kami. Kami berpisah dan mengurus kesibukan diri kami masing masing sendiri. Hari minggu sudah dinikmati dengan benar dan malam hari adalah saat dimana kami akan sibuk dengan diri kita sendiri. Tentunya saya tak akan lupa akan kesibukanku yaitu pertama tama mencuci piring dan membuang sampah, kesibukan tersebut sudah menjadi keseharian saya. Setelah selesai mengurus pekerjaan kecil itu aku akan membersihkan diriku dan menikmati sisa hari Minggu sebelum keesokan hari bersekolah, di dalam sisih waktu tersebut saya akan menyelesaikan tugas sekolah dan bermain gadget untuk beberapa saat.

Setelah semua itu terlaksanakan, aku akan meloncat kepada kasur tidurku dan beristirahat diri, mengharapkan semua akan baik baik saja. "Huft,,, santai lah." Lalu aku menutup kedua mataku. Hari senin tiba, aku terbangun oleh alarm handphone ku yang menunjukkan pukul 5:00. Aku beranjak dari kasur tidurku, melonggarkan dan menguatkan tulang dan sendi ku yang lemas, dan menyadari bahwa semua hal dalam kondisi baik dan indah.

Di pagi tersebut aku berterima kasih pada Tuhan atas hari ini yang telah diberikan olehnya, kehidupan yang cemerlang, dan ya, keadaan keluargaku yang sedang tentram. Akupun langsung berjalan searah kepada kamar mandi untuk kembali menyegarkan diri. Setelah selesai mandi aku langsung menyiapkan segala hal yang saya perlukan untuk sekolah. Aku merasakan mendapatkan energi yang memuaskan untuk bersekolah setelah bermandi dan status emosiku saat itu.

Aku turun dari tangga dan seperti keseharian saya, kehadiran ibuku yang menciptakan kehangatan di hatiku and mentalku. Seperti biasanya ibuku menyediakan sarapan yang sangat kuperlukan untuk menjalani hariku, sebuah sarapan yang bagai memiliki cinta dan dedikasi didalamnya, sarapan yang komplit. Begitu juga untuk bekalku di sekolah nanti, sebuah bekal yang dapat mengisi cadangan energiku dan kesenanganku. Kusiapkan semua itu ke dalam kotak makanku, dan aku dapat merasakan kesenangan kelak. "Aduh, enak banget nih keknya... keknya kenyang deh. Sumpah deh... Mamih jago banget."\

Memang diriku selalu bersenang ketika perutku bisa kenyang, memang itulah salah satu hal untuk mencapai kesenangan diriku. Setelah semua siap aku pun tak lupa untuk berpamit izin sekolah kepada kedua orangtuaku. "Mih, jovan pergi ya..." "Ya hati-hati, belajar yang bener..." Kuulangi, pendidikan memang segalanya bagi ibuku. Ibuku percaya bahwa masa depan sukses dapat dicapai dengan pendidikan, ahli hukum, arsitek, jaksa, dokter, dan lain lain.

Ibuku memang berhutang kepada sebuah hal yaitu pendidikan. Begitu juga, ku pamit kepada ayahku. "Pih, pergi dulu ya.." "Ya, hati-hati ya!" Dan begitu untuk ayahku, keamanan. Dapat kukatakan lagi seumur hidupnya kecilnya keamanan dan pertikaian serius terus mendatanginya. Itulah sebuah tanggung jawab seorang ayah untuk menjaga keamanan anaknya, rumah tangganya. Setelah berpamit aku keluar dari pintu rumahku. Aku tak lupa untuk memberi makan kedua anjingku dan juga minum.

Aku pun membuka pintu gerbang dan pergi ke sekolah menggunakan sepedaku, sebuah sepeda yang sudah ada ketika aku SD. Ayah dan ibuku juga berusaha mengajarkanku tentang "nilai" uang dan kesehatan, mereka tak ingin membuatku terus bergantung dan berusaha bagi diriku. Sudah lebih dari dua tahun aku menaiki sepeda itu. Aku bersepeda untuk 15 menit dan sampai di sekolah, dan saat itu aku dapat memulai keseharianku dengan indah dan penuh motivasi untuk mencapai pendidikan setinggi-tingginya dan sebenar benarnya. Begitulah keseharianku, menggarap pendidikan, berdisiplin, dan berkeluarga.

Semua itu indah dan melambangkan bagaimana kehidupan seorang anak dalam keluarga yang baik, mendirikan fondasi dan kekokohan dalam segi moral dan ilmu, semua menuju kepada masa depan yang cerah. Itulah keseharian yang dapat mendorong potensi diriku menjadi manusia yang mirip dengan Tuhan (dalam segi perilaku dan moral). Itulah sebuah kehidupan yang saya selalu impikan dan ceria kepada, sebuah kekeluargaan yang bisa saya maknai dan sayangi.

Sepulang dari sekolah aku langsung mencuci muka dengan sabun dan lalu beristirahat, aku naik ke kasur dan bermain dengan handphone ku karena aku memerlukan sebuah penyegar, sekolah telah menjadi sebuah kesibukan dan kepentingan yang sangat mencapekkan, akan tetapi saya menerimanya saja karena hasilku akan datang kelak. Setelah aku selesai beristirahat, aku bersiap siap untuk pergi ke bimbel saya, bimbel Omdik. Orangtua saya memfasilitasi saya dengan sebuah bimbingan belajar karena saya tak mampu belajar matematika dengan diri sendiri, matematika adalah sebuah pelajaran yang saya harus dibimbing.

Orangtua saya berharap bahwa saya akan mendapatkan nilai yang lebih tinggi. Sebuah kualitas memerlukan harga yang berkualitas. Fakta tersebut membuat saya lebih menghargai hidup saya, orangtuaku berani mengeluarkan ratusan ribu demi diriku mencapai prestasi setinggi mungkin, mereka berani mengorbankan sebagian penghasilan mereka demi saya. Itulah salah satu bagian dari keluarga yang kuat dan baik. Saya pergi ke bimbel saya dengan sepeda lagi, memang sepeda sudah menjadi bagian besar dalam penyambung kegiatan saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun