Mohon tunggu...
Lisa Calista
Lisa Calista Mohon Tunggu... Penulis - Anak kuliahan yang aktif organisasi dan suka kepoin hal baru :)

Learning is endless, and experience is the best teacher.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Mengapa Para Graphic Designer Benci Canva?

21 Juni 2020   20:37 Diperbarui: 21 Juni 2020   20:56 1724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Instagram @suriantorustan

Helloo gais!! Selama lockdown, saya yakin banyak yang coba-coba bikin kue, ada yang coba dagang kuenya, ada yang share resep, dan masih banyak lagi. Tapi pada perhatiin ga, kalo yang jualan kok bisa post something digital yang bagus-bagus yah?? Yang ga terkenal jago bidang design, atau yang ya -- yang bukan dulunya kerja sebagai graphic designer, atau ga rekrut graphic designer untuk urusan post dagangannya sama sekali, kok bisa bikin post digital yang super keren, gayanya bisa super update gitu?

Anyways, saya tulis ini menggunakan bahasa anak muda, biar lebih gampang dimengerti. Sekedar tambahan, ini hanya opini saya yang sifatnya bukan mempromosi Canva, atau menurunkan kualitas para graphic designers yaa. Saya setuju para graphic designers masih berperan sangat penting dan dibutuhkan sampai sekarang dan ke depannya.

Okei, okei.. saya yakin pasti banyak anak muda sekarang yang udah kenal Canva. Well, Canva adalah sebuah website publisher, which is, untuk membuat karya design, bukan seperti Office Word yang merupakan suatu text editor.

Dari dulu itu kalo design, software yang top nya ada Adobe (Photoshop, Illustrator, InDesign) dan CorelDraw. Walaupun dijual dengan sistem subscribe tahunan dengan harga mahal, saking all-in-one nya app ini, orang-orang termasuk designers dan non-designers berusaha segala cara untuk mendapatkannya, sehingga banyak yang pake bajakannya. Ini app yang paling komplit, bisa download segala macem font dan brush, vector dan format-format foto lainnya bisa fully diotak-atik, handwriting juga bisa diatur seluasa mungkin. Masih banyak sih kehebatan lainnya, cuma di sini saya mau fokus ke Canva.

Ada apa sih dengan Canva?? Semakin berkembangnya teknologi design, semakin banyak juga orang yang mau belajar design tanpa harus punya jurusan design. Terutama sekarang online marketing semakin gencar dan jumlah orang work-from-home kian meningkat. Tren anak muda sekarang lebih suka freelance, bangun start-up, dan cenderung menolak jadi anak buah kantoran.

Promosi online mendapat posisi yang penting, sehingga seminim apapun ilmu design yang dimiliki seseorang, ia harus mampu membuat post semenarik mungkin dalam sosial medianya untuk dikenali orang, dan memikat hati para pembeli jika tujuannya untuk berbisnis.

Canva sudah berdiri sejak tahun 2012. Tetapi saat itu masih belum banyak diketahui orang, dan pilihan template serta fitur-fitur yang ditawarkannya tidak sebanyak sekarang. 

Tahun demi tahun jumlah pengguna nya meningkat dan performance website nya terus membaik, bahkan sekarang Canva menawarkan versi Pro, yaitu versi langganan berbayar setiap bulan untuk bisa dapet full access, beberapa keunggulannya seperti: bisa resize, bisa unlock semua elements, bisa tambah effect atau filter ke suatu foto, dll. Yang pasti lebih bagus ya..

Terus, pertanyaannya mengapa para graphic designer benci Canva? Setelah melihat postingan Instagram @suriantorustan tentang tabel perkembangan ilmu graphic design, bapak dosen graphic design di Universitas Multimedia Nusantara ini menunjukkan ada good news dan bad news tentang dunia graphic design dari tahun ke tahun. 

Good news nya, yaitu sumber informasi tentang graphic design semakin luas (buku dan tutorial graphic design meningkat), jurusan graphic design juga semakin bernilai. 

Tapi di sisi lain menghadirkan bad news, yaitu para graphic designer semakin terpukul dengan bertambahnya orang-orang yang bisa belajar dan berkarya sendiri tanpa perlu bantuan mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun