Mohon tunggu...
Lisa Calista
Lisa Calista Mohon Tunggu... Penulis - Anak kuliahan yang aktif organisasi dan suka kepoin hal baru :)

Learning is endless, and experience is the best teacher.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kesempatan Lahirnya Hanya Sekali: Menjadi Ketua OSIS

15 Juni 2020   23:20 Diperbarui: 15 Juni 2020   23:49 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Di situ saya merasa mulai diterima, dan dapat menempa diri semakin baik. Tahun itulah saya mulai merasa menjadi tangan sesuai tujuan organisasi.

Di awal tahun ajaran SMA 2, saat OSIS rencana mengadakan pemilu ketua, yang mendaftarkan diri hanya 1 orang! Bayangkan, jika benar-benar sampai akhir hanya 1 orang, fix dia tak ada lawan.

Oleh sebab ketua OSIS sebelumnya tidak bisa menerima hal itu, pada suatu jam makan siang di sekolah, ia datang kepada saya dan berbisik untuk bertanya, "Kamu ga mau calonin diri jadi ketos?" Saya hanya berdiam menatap kedua teman semeja yang juga anggota OSIS tahun kemarin yang saat itu sedang makan. Rupanya, ia hanya menghampiri saya, tidak kepada kedua teman itu.

Saya jujur kaget bisa ditanyakan suatu pertanyaan sedemikian serius. Apa yang ada dalam pikiran saya hanyalah sifat pesimis untuk menghindar semua kejadian yang dapat terjadi. "Bagaimana nanti kamu mau bicara di depan umum?" "Bagaimana kamu hadapi semua tantangan itu, karena ini komitmen setahun?" "Kamu yakin siap bisa pimpin anggota dan sisihkan waktu untuk hal ini?" dan masih sejuta pertanyaan mengapung dalam kepalaku.

Pulang sekolah, saya tanya orangtua, mereka dukung saya ikut, tetapi tidak melebihi dukungan papa. "Itu kesempatan buat kamu, kapan lagi? Nama kamu muncul di CV sebagai KETUA, dan jadi ketua itu tanggung jawab 180 derajat dibanding hanya jadi anggota. Kamu belajar banyak hal, terutama social skills yang paling penting dalam hidup."

Sobat pembaca, ini bukan hal mudah, karena merupakan suatu lonjakan penting dalam kisah hidup saya. Saya memakan waktu untuk memikirkan hal ini bukan sesingkat malam itu, bahkan 3 hari penuh otak saya pusing muter-muter soal ini.

Di hari berikutnya bahkan saya diceramah papa setidaknya 2 jam, karena ia ingin sekali saya bisa menjadi ketua OSIS. Papa dulu tidak berkesempatan masuk OSIS karena anggota OSIS sibuk sering bolak-balik sekolah dan jika ia masuk, ia butuh biaya banyak, apalagi untuk menyokong acara sekolah.

Sedangkan saat itu uang jajannya dikatakan hanya "cukup". Saya tau jawaban "ya" sangat ditunggu-tunggu oleh kedua belah pihak, baik orangtua, maupun ketua OSIS sebelumnya. Malam itu saya line ketua OSIS tahun sebelumnya untuk bertanya-tanya segala hal terkait kendala yang dihadapi, hal apa saja yang kira-kira saya akan lalui, hal-hal apa saja yang saya harus pertarukan sebagai calon ketua OSIS, dan tak habis semua pertanyaan itu mengalir dalam ruang chat kami. Malam berikutnya saya akhirnya menjawab "ya", dan kesusahan tidur karena gelisah dan takut kalau menang. Lucu banget yah, ga ngerti bisa segitunya.. 

Layaknya seorang calon pemimpin, ia harus berkampanye. Maka saya pun mulai mendesain poster itu sendiri, tidak tahu dan tidak mau memikirkan calon lawan saya punya sebagus apa. Yang penting saya tuliskan jelas visi dan misi saya, sudah sesuai kriteria, selesai. Dilanjut pidato yang lebih singkat daripada waktu yang diminta (5 menit), karena tahu murid-murid sekolah akan merasa ngantuk jika mendengarnya terlalu lama. Saat pidato, saya rasa semua mendengar tetapi orang-orang itu tidak mengenal saya. Saya pun semakin merasa, "Kalau menang saya akan berusaha sebaik-baiknya menjadi panutan bagi banyak orang. Kalau kalah, ya sudah, tetap menjadi anggota seperti dulu." Saya pun tidak konfiden untuk ikut mencalonkan diri sebagai ketua. Tentu saja, ketua harus terlihat karismatik, bisa komunikasi untuk pendekatan anggota dan menangkap perhatian murid-murid sekolah (well, bukan modus yahh) -- dan seperti sebelumnya, karakter-karakter ini masih belum lahir pada diri saya. Saya bisa jadi otak, tapi jadi mulut rasanya seperti mendaki 100 anak tangga. Simple seperti itu saja, dimulailah ajang pemilihan. Semua murid diminta ikut voting, nomor urut saya adalah nomor 1, sedangkan lawan saya nomor 2. Setiap murid diminta menulis nomor yang mereka pilih di selembar kertas kecil, dan kali ini saya bersikap konfiden. Saya langsung menulis nomor 1, sementara teman semeja saya melirik saya ketika hendak menulis pada kertas miliknya. Seusai pengumpulan kertas itu, ia berbisik-bisik kepada teman-teman lainnya. Saya hanya berpikir, "Lah, iya dong, kenapa harus takut? Pure ini saya tulis menurut hasrat hati saya. Kalau sendiri sejak awal aja tidak niat, nanti ke depannya ga ada motivasi berkarya." Hari demi hari berlalu, sampai pada satu hari saya secara sah diserahkan bendera OSIS oleh ketua OSIS sebelumnya.

Sejak itu saya mulai belajar memimpin rapat, berkomunikasi dengan lebih banyak orang yang sifatnya lebih luas, yaitu karena melibatkan murid mulai SMP 1 sampai harus berdiskusi bersama kepala sekolah. Di tengah-tengah perjalanan, beberapa kali dilalui "polisi tidur", dan berkat pengalaman itu saya belajar untuk semakin berhati-hati tidak membuat kesalahan yang sama selanjutnya. Awalnya memang susah karena tidak terbiasa, untungnya selalu ada yang menuntun saya melalui semua hambatan itu, yaitu sang ketua osis sebelumnya. Di sini saya mempertegas menggunakan kata "menuntun", melainkan "memikul", karena artinya sangat berbeda. "Memikul" berarti saya seumpama mempunyai "backup" sehingga tidak harus menekuni semua tugas saya, sedangkan "menuntun" menunjukkan "kita" berada pada situasi yang sama, berpijak pada tanah yang sama ketinggiannya.

Demikian kisah panjang pengalaman OSIS saya yang aslinya memiliki detil lebih panjang. Tak harus segalanya ditulis, karena memang, setiap cerita punya rahasia penulis itu sendiri. Di sisi lain, tulisan ini juga bukan bersifat sombong, tetapi harapannya yaitu supaya bisa membangunkan citra diri optimis dalam setiap diri kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun