Mohon tunggu...
Lisa Calista
Lisa Calista Mohon Tunggu... Penulis - Anak kuliahan yang aktif organisasi dan suka kepoin hal baru :)

Learning is endless, and experience is the best teacher.

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Lebih Baik Pakai Pewarna Makanan Apa, Alami atau Buatan?

13 Juni 2020   21:35 Diperbarui: 13 Juni 2020   21:48 1049
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melihat netizen kini semakin marak soal kesehatan makanan, ditambahnya jumlah penjual makanan (khususnya kue) yang meningkat karena memiliki lebih banyak waktu luang di rumah untuk membuat kue, saya memutuskan untuk membahas pewarna makanan manakah yang seharusnya digunakan: alami atau buatan.

Sebelum itu, saya mau bahas maksud dari pewarna makanan alami dan buatan. Di Indonesia, lembaga yang mengawasi ketat makanan dan minuman adalah BPOM. Peraturan BPOM tentang pewarna makanan tercantum dalam SK Menteri Kesehatan RI No. 235/MenKes/Per/VI/79 dan direvisi melalui SK Menteri Kesehatan RI No. 722/MenKes/Per/VI/88 mengenai bahan tambahan makanan. 

Menurut BPOM, pewarna makanan alami adalah bahan tambahan pangan yang dibuat melalui proses ekstraksi, isolasi, atau derivatisasi (sintesis parsial) dari tumbuhan, hewan, mineral, atau sumber alami lain. Contoh sumbernya, yaitu kunyit, tomat, dan daun suji.

Sedangkan pewarna makanan buatan diperoleh melalui sintesis kimia buatan yang mengandalkan bahan-bahan kimia, atau dari bahan yang mengandung pewarna alami melalui ekstraksi secara kimiawi. Jenisnya terbagi dua menjadi yang layak dan tidak layak dikonsumsi. Pewarna makanan yang layak dikonsumsi meliputi tartrazin, sunset yellow (untuk warna kuning), allura, eritrosin, amaranth, dll. Adapun yang tidak layak dikonsumsi merupakan pewarna tekstil, termasuk Rhodamin B dan metanil yellow.

Lantas, mengapa banyak penjual makanan menggunakan pewarna makanan? 

Para ilmuwan menemukan bahwa orang-orang bisa menjadi lebih tertarik atau tidak tertarik untuk mengonsumsi suatu makanan yang bewarna-warni. Namun, makanan yang manis akan terlihat lebih cantik dan menggugah selera kalau tampak berwarna-warni. Mata kita sangat sensitif terhadap warna, sehingga dari warna suatu makanan sendiri kita bisa menilai tingkat kesegarannya, bahkan menduga apakah makanan tersebut enak atau tidak untuk dimakan. Dilansir dari money.cnn.com, ketika merk cereal Trix mengubah warna serealnya, pendapatannya mengalami penurunan 4% ketimbang sebelumnya. Karena itu juga banyak pelanggannya yang mengontak Trix untuk mengubah warna serealnya kembali ke semula. Hal serupa pun banyak terjadi di dunia makanan lainnya.

Bicara soal kesehatan, manakah yang lebih baik?

Konsumsi pewarna makanan pada makanan secara berlebih telah lama dikenal dapat menimbulkan hiperaktif pada anak-anak, kanker, serta masalah tingkah laku lainnya. Maka sejak dikeluarkan regulasi mengenai batas jumlah pewarna makanan pada suatu makanan, banyak perindustrian makanan lebih berhati-hati soal ini. Adapula yang menggantikan pewarna makanannya menjadi yang alami karena dikenal lebih sehat.

Meskipun begitu, pewarna makanan alami tidak sepenuhnya memberikan keuntungan. Karena lebih organik, jumlah yang diperoleh menjadi lebih sedikit dan lebih mahal dibanding dengan pewarna makanan buatan. Di samping itu, pewarna makanan alami juga bersifat inkonsisten ketika terpapar cahaya dan suhu pada titik tertentu.

Akhir kata

Kesimpulannya yaitu suatu yang dikonsumsi berlebih akan bersifat tidak baik, terlalu sedikit pun juga tidak baik. Yang menjadi masalah adalah generasi muda sekarang sudah melampaui batas wajar mengkonsumsi makanan yang tidak sehat. Selain mengandung pewarna sintetis, makanan tersebut juga diracik oleh berbagai bumbu penyedap sintetik dan kadar gula atau garam yang tinggi. Belum lagi para pelaku industri makanan sering mengabaikan tingkat kesehatan produknya, motifnya yang penting adalah laku di pasaran. Ini justru yang menjadi penyebab utama makanan menjadi tidak sehat, karena pewarna makanan sendiri hanya dipakai dalam jumlah sedikit. Maka itu bisa dikatakan banyak faktor lain yang berkontribusi menumbuhkan suatu penyakit, kita tidak bisa hanya mengukurnya dari satu hal saja. Yang pasti, yang terbaik adalah dengan menjaga keseimbangan pola makan kita sendiri, dengan mengurangi dan menghindar makanan yang mengandung terlalu banyak zat kimia berbahaya.

Sumber

registrasipangan.pom.go.id
chicagotribune.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun