Mohon tunggu...
Jos Rompisela
Jos Rompisela Mohon Tunggu... -

walah walah walah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ahok Effect, Runtuhnya Pamor Jokowi dan PDIP

25 Februari 2017   17:13 Diperbarui: 27 Februari 2017   00:00 5572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: tribunnews.com

Kekalahan calon-calon pemimpin daerah dari PDI-P di Pilkada kemarin merupakan sinyal buruk bagi Presiden Jokowi dan PDI-P. Kekalahan tersebut secara langsung berarti kekalahan PDI-P dan pengaruh buruknya menyebar dan mempengaruhi tingkat popularitas dan elektoral Presiden Jokowi, yang memang kader PDI-P. Hal tersebut menjelaskan bawah PDI-P dan Presiden Jokowi sudah mulai kehilangan pamor, popularitas, dan citra di muka publik. Apabila situasi ini tidak segera disadari oleh Presiden dan PDI-P, serta abai untuk memperbaikinya, maka konsekuensi sangat buruk akan segera dirasakan oleh Presiden Jokowi dan PDI-P. Dampaknya akan sangat jelas terlihat pada melorotnya popularitas dan elektabilitas Presiden Jokowi untuk pemilihan presiden berikutnya pada 2019.

Persoalan dan keributan yang terjadi di Jakarta tampaknya memiliki andil besar pada menyusutnya dukungan publik terhadap Presiden Jokowi dan PDI-P. Dukungan Presiden Jokowi dan PDI-P terhadap Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta merupakan kesalah besar. Blunder politik tersebut disebabkan karena Ahok dinilai oleh masyarakat tidak menghargai ummat Islam, sebagai mayoritas warga Indonesia. Pasalnya, sebagian besar masyarakat menganggap PDI-P dan Presiden Jokowi calon penista agama.

Tuduhan penistaan agama memang tengah dihadapi oleh Ahok saat ini. Kasusnya tengah bergulir di pengadilan. Persoalannya, kasus ini menyeret-nyeret Presiden Jokowi sebagai kepala pemerintahan Republik Indonesia. Sebab, akibat ulah Ahok yang tidak becus menjaga lidahnya, Presiden Jokowi sudah kehabisan cara untuk membela Ahok. Pengangkatan kembali Ahok sebagai gubernur DKI Jakarta setelah masa cuti kampanye memunculkan persoalan hukum yang menyudutkan posisi pemerintahan Jokowi.

Dengan kata lain, terlalu beresiko bagi Presiden Jokowi dan PDI-P untuk terus-menerus direpotkan oleh Ahok. Sebab, Ahok hanya akan menjadi beban bagi Presiden Jokowi dan PDI-P dalam membangun image-nya sebagai sosok dan partai yang nasionalis dan dekat dengan ummat Islam. Perlakuan istimewa Jokowi terhadap Ahok bahkan menyeret Jokowi pada persoalan yang tak kalah pelik. Misalnya, sebagai antek China. Sementara PDI-P dianggap sepenuhnya menjauhi ummat Islam, bahkan dinilai lebih dekat dengan komunisme. Meski anggapan tersebut tidaklah punya dasar yang valid, tapi tidak bisa dipungkiri bahwa sentiment seperti itu tengah bergejolak di tengah-tengah masyarakat.

Oleh sebab itu, Jokowi dan PDI-P harus mulai menghentikan sikap dan maneuver politik mereka untuk mendukung Ahok. Aksi berjilid-jilid yang dilakukan oleh ummat Islam dari berbagai penjuru negeri di Jakarta dan dilakukan di berbagai daerah menjadi gambaran mengenai resistensi ummat Islam terhadap calon gubernur DKI Jakarta yang diusung PDI-P dan didukung Presiden Jokowi. Ahok telah menggores luka di hati ummat Islam, karena itu, selayaknya Presiden Jokowi dan PDI-P tidak memperdalam luka tersebut. Sebagaimana kata pepatah, luka fisik mudah dicari obatnya, tetapi luka hati tak mudah menemukan obatnya. Ummat Islam adalah kekuatan terbesar bangsa ini yang terbukti dalam rentang sejarah bangsa Indonesia. Tidaklah layak mengorbankan kekuatan terbesar itu demi sosok yang tidak tahu bagaimana berkata-kata dengan sopan terhadap ummat Islam.

Kinerja pemerintahan Ahok selama menjadi Gubernur DKI Jakarta memang tak perlu dipungkiri. Berbagai perubahan telah  dilakukan dan membuat Jakarta bertambah indah. Namun, tingkah-polahnya yang terus-menerus menyudutkan ulama seperti yang dilakukannya terhadap ulama seperti Kyai Ma’ruf Amin, Ketua MUI dan Ra’is Am PB NU, merupakan kesalahan besar seorang calon pemimpin. Bagaimana mungkin seseorang memimpin DKI Jakarta dengan segala kompleksitasnya tanpa membangun komunikasi dan hubungan yang baik serta harmonis dengan para pemimpin agama.

Masalahnya, perilaku Ahok tersebut turut menyeret Presiden Jokowi yang terpaksa “memintakan maaf” bagi Ahok. Tujuan Jokowi tentu saja ada aspek politiknya, namun yang lebih penting adalah menjaga stabilitas dan harmoni nasional yang terganggu oleh perilaku-perilakau Ahok. Meski demikian, tingkat popularias dan elektoral Presiden Jokowi semkin merosot tajam.

Apa yang harus dilakukan oleh Presiden Jokowi dan PDI-P adalah mawas diri. Presiden harus mulai berhati-hati dengan orang disekitarnya yang hanya mendompleng namanya demi kepentingan mereka sendiri. Begitu juga oknum-oknum di tubuh PDI-P yang hanya memanfaatkan kebesaran PDI-P. Presiden Jokowi dan PDI-P tidak seharusnya dikonfrontasi dengan ummat Islam, karena bisa dipastikan hal tersebut sama artinya dengan menggali kuburan bagi Jokowi dan PDI-P.

Berbagai blunder yang dilakukan oleh para pendukung Ahok-Djarot, seperti yang ditunjukkan oleh Iwan Bopeng, akan turut merugikan PDI-P dan secara tidak langsung Presiden Jokowi. Video Iwan Bopeng yang kebetulan menggunakan baju kotak-kotak khas pendukung Ahok – dan pendukung Jokowi sebelumnya – menjadi viral di media sosial. Video tersebut sangat tidak pantas dilakukan oleh pendukung Ahok-Djarot, karena kata-katanya sangat kasar dan menghina TNI. Sikap dan pernyataan-pernyataan semacam itu hanya akan menjadi timbunan kebencian yang mengarah pada PDI-P dan Jokowi, sebagai pendukung Ahok.

Sementara itu, para pengurus PDI-P seperti Trimedya Pandjaitan tidak berpikir jernih ketika mengatakan bahwa partai-partai yang mendapat kursi di cabinet, harus solid mendukung Ahok.  Pernyataan tersebut hanya akan memperkuat persepsi publik bahwa pemerintah Jokowi hanya mengurusi kepentingan kelompok tertentu, tetapi mengabaikan aspirasi rakyat. Perilaku dan ungkapan semacam ini sesungguhnya sedang memilin tali gantungan bagi Presiden Jokowi dan PDI-P.

Kita harus menyadari bahwa Jokowi sudah bekerja keras pada negeri ini, PDI P dengan segenap kader terbaiknya sudah memperkuat sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Jangan sampai penumpang gelap merusak jalan indah yang sudah dibangun, kini saatnya semua tersadar pada jebakan dan hasutan yang menenggalamkan. Demi Indonesia !

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun