Mohon tunggu...
Zefanya Kharisma Nugroho
Zefanya Kharisma Nugroho Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Rohingya: Muslim di Tengah Masyarakat Buddha Myanmar

6 Juli 2022   23:01 Diperbarui: 6 Juli 2022   23:09 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dunia di masa postmodern ini telah mengalami beberapa perubahan dinamika. Hal ini semakin terlihat dengan berakhirnya Perang Dingin pada 1990an yang menghasilkan beberapa pandangan baru akan bagaimana konflik dan peperangan akan terjadi. 

Huntington (1993) melalui karyanya, the Clash of Civilization memiliki preposisi, bahwa di masa depan, perbedaan dalam peradaban akan menjadi alasan fundamental bagi manusia untuk berkonflik dan berperang satu sama lain. 

Pertanyaannya lantas, apakah preposisi ini dapat diaminkan dan dilihat manifestasinya dalam sebuah fenomena. Beruntungnya --atau tidak-- konflik yang terjadi di Myanmar antara etnis Buddha Rakhine dengan Islam Rohingya dapat menjelaskan permasalahan ini. 

Telah mendapatkan perhatian di dunia internasional, permasalahan etnis Rohingya dengan Rakhine telah menjadi isu yang diangkat setelah kudeta militer Myanmar pertama pada 1962 (Mahmood, et al., 2016). Permasalahan ini telah menjadi permasalahan yang signifikan di Asia Tenggara dan dunia internasional.

Permasalahan ini, walaupun bibit-bibitnya telah muncul pada abad ke-19, terekskalasi karena Myanmar memasukan wilayah Rakhine, yang dahulu bernama Arakan, sebagai wilayah negaranya. Wilayah Rakhine ini merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan Banglades di utara dan Teluk Bengal di Selatan dimana dua etnis besar tinggal di wilayah ini (Mahmood, et al., 2016). 

Etnis Rakhine merupakan etnis yang memegang kebudayaan Buddhisme dan merupakan salah satu etnis yang terbesar di Myanmar. Di sisi lain, terdapat etnis Rohingya yang memegang kebudayaan Islam dan merupakan salah satu etnis minoritas Myanmar. 

Etnis Rohingya menganut Islam Sunni dan mayoritas dari mereka merupakan keturunan dari imigran orang-orang Bengal dari timur subkontinen India (Thawnghmung, 2016). Istilah Rohingya sendiri merupakan istilah yang cukup kontroversial baik secara terminology maupun dalam penanganan isu etnisitas. 

Secara nama, pemerintah menolak untuk menyebut etnis ini sebagai "Rohingya" dan lebih memilih nama "Bengal" atau Bengali immigrant dari Bangladesh (Kipgen, 2013). Pemerintah Myanmar juga tidak memasukkan etnis ini dalam daftar 135 kelompok etnis di Myanmar.

Secara historis, terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskan asal-usul etnis Rohingya di Myanmar. Beberapa mengatakan, bahwa etnis ini sudah tinggal di Myanmar selama berabad-abad dan merupakan keturunan Muslim Arab, Moors, Persia, Turki, Mughal, dan Bengal yang datang melalui para pedagang, tentara, dan orang-orang suci (Kipgen, 2013). 

Di sisi lain, persepsi umum masyarakat Myanmar adalah bahwa orang-orang Rohingya merupakan etnis Bengal dari Bangladesh yang berpindah tempat. Mereka percaya, bahwa peran kolonialisme Inggris dalam pemerintahan imperialnya mendatangkan masyarakat Asia Selatan di Myanmar untuk mengerjakan persawahan di lembah Arakan (yang sekarang adalah Rakhine) (Thawnghmung, 2016). 

Jumlah imigran meningkat pesat pada masa ini menyebabkan masyarakat Rakhine kehilangan lahan, kepemilikan, hingga lapangan kerja pada masyarakat Rohingya yang menyebabkan adanya ketegangan antara kedua belah pihak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun