Mohon tunggu...
Joshua  Tegar
Joshua Tegar Mohon Tunggu... Freelancer - just my two cents

Seorang mahasiswa aktif prodi Kriminologi, FISIP, Universitas Indonesia yang mencintai hal- hal seni, terutama musik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Teknologi Surveilans, Masa Depan Pengendalian Sosial

29 Desember 2018   15:31 Diperbarui: 29 Desember 2018   19:26 668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: eff.org

Menurut Walter Reckless, terdapat dua faktor yang menahan seseorang untuk melakukan penyimpangan yakni inner containment dan outer containment.

Inner containment sendiri merupakan faktor diri sendiri (self esteem) untuk tidak melakukan kejahatan sebaliknya, outer containment merupakan kesempatan dari lingkungan yang mempengaruhi individu untuk menyimpang. Oleh karena hal itu, sistem surveilans merupakan salah satu bentuk pengendalian sosial yang berasal dari luar diri seseorang (outer containment).

Dalam praktiknya, sistem surveilans memiliki berbagai kontribusi terhadap pengendalian sosial yang dapat berupa sebagai penggentaran sampai dengan proses penyidikan.

Tidak dapat dipungkiri globalisasi berpengaruh besar terhadap kehidupan manusia saat ini dalam berbagai aspek, salah satunya yakni dalam bidang pengendalian sosial.

Globalisasi yang mendorong perkembangan teknologi dan informasi memberikan ruang baru bagi konsep pengendalian sosial konvensional, salah satunya yakni dalam kegiatan surveilans.

Surveilans konvensional yang menggunakan tenaga dan usaha manusia secara langsung telah digantikan dengan teknologi- teknologi yang jauh lebih efektif. Menurut Gary Marx (1988) dalam Martin, L (2003), terdapat beberapa kelebihan penggunaan teknologi dalam surveilansi dibandingkan manusia secara konvensional yakni;

  • Melewati jangkauan manusia, teknologi dapat melewati limitasi fisik yang dimiliki manusia dengan fitur- fitur seperti sensor infra merah, sensor suhu, mikrofon sensitif. Hal ini tentunya meningkatkan batas limitasi surveilans konvensional, sekaligus memberikan efektivitas dan efisiensi yang jauh lebih besar.
  • Melewati waktu, produk teknologi yang digunakan dalam surveilans seperti rekaman mengalahkan limitasi memori manusia karena dapat digunakan dapat waktu yang lama dan dapat diulang- ulang putar kembali.
  • Memiliki visibiltas yang rendah, sehingga lebih sulit untuk seseorang menyadari bahwa seseorang sedang diawasi.
  • Tidak terikat, artinya data dapat diambil tanpa sepengetahuan pihak yang terkait
  • Meningkatkan prevensi, penggunaan teknologi cenderung mendorong prosedur kerja terhadap antisipsi dan pencegahan
  • Menguntungkan secara kapital, hal ini dikarenakan surveilans yang menggunakan tenaga manusia telah digantikan dengan teknologi yang lebih efektif
  • Berkelanjutan, teknologi mampu melakukan surveilensi jauh lebih lama dibandingkan tenaga manusia yang membutuhkan istirahat
  • Lebih luas, jika teknologi digunakan untung probing secara dalam, maka jarak yang dijangkau akan semakin luas

Berdasarkan pernyataan Gary Marx tersebut, penulis melihat potensi yang besar bagi teknologi surveilansi sebagai salah satu bentuk pengendalian sosial saat ini. Salah satu teknologi surveilns yang sudah banyak digunakan baik oleh pihak pemerintah maupun swasta adalah CCTV.

Closed Circuit Television (CCTV) adalah sebuah teknologi berbasis kamera yang diletakkan dalam suatu tempat untuk merekam segala aktivitas dan kejadian yang berlangsung. 

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gill dan Spriggs (2005) dalam Justice Analytical Services Police and Community Safety Directorate Scottish Government terdapat penurunan angka kejahatan yang signifikan terhadap pencurian mobil di parkiran stasiun kereta 14 kota di Inggris, tepatnya yakni 73% (dari 794 kasus menjadi 214 kasus pertahun). 

Hal ini tentunya tentunya sememiliki pengaruh terhadap aspek psikologis yakni penggentaran terhadap calon pelaku kejahatan. Penulis juga pernah melihat beberapa cuplikan CCTV yang merekam percobaan pencurian atau perampokan yang gagal, karena calon pelaku menyadari bahwa aksinya terekam CCTV sehingga mereka mengurungkan niatnya.

Fungsi lain dari CCTV adalah sebagai bukti dan alat identifikasi polisi dalam menangani suatu kasus perkara. Australian Institute of Criminology Survey of Local Government (2014) menunjukan bahwa penggunan CCTV oleh polisi sebagai alat pembantu dalam mengidentifikasi kasus kejahatan cukup signifikan.

Survei pada tahun 2012 sampai 2013 tersebut menunjukan bahwa polisi menggunakan data CCTV sebanyak seminggu sekali sebesar 20%, sebulan sekali sebesar 19%, seperempat bulan sekali sebesar 17%, 6 bulan sekali sebesar 15%, setahun sekali sebesar 10% dan sisanya tidak diketahui atau tidak pernah digunakan sebesar 19%. 

Selain itu, presentasi kesuksesan penggunaan CCTV oleh polisi juga dijelaskan sebagai berikut. Kecenderungan data dari CCTV sukses untuk mengidentifikasi pelaku sebesar 69%, penggunaan data CCTV sukses untuk menuntut pelaku di persidangan sebesar 55%, penggunaan data CCTV sukses untuk menuntut pelaku di persidangan sebesar 32%.

Angka tersebut memanglah tidak dapat menunjukan bahwa CCTV merupakan pengendalian pelanggaran yang "sangat efektif". Namun angka ini sangatlah besar jika dibandingkan dengan kondisi ketiadaan CCTV untuk mencegah pelanggaran ( 0%).

Salah satu kelemahan utama dari CCTV ini sendiri adalah dari faktor ekonomis, dimana penggunaan CCTV membutuhkan biaya yang signifikan yakni sekitar $84,309 per institusi Carr (2014) dan Edmonds (2014) dalam yang Australian Institute of Criminology Survey of Local Government (2014).

Hal ini juga yang Australian Institute of Criminology Survey of Local Government (2014) identifikasi sebagai salah satu alasan mengapa berbagai badan institusi di Australia tidak memiliki CCTV (sebesar 51%). Oleh karena itu, prevalensi ketersediaan CCTV di badan institusi Australia tergolong rendah di Australia yakni hanya 9% pada tahun 2005, namun meningkat menjadi 57% pada tahun 2014 (Australian Institute of Criminology Survey of Local Government, 2014).

Namun penulis percaya, bahwa perkembangan penggunaan dan ketersediaan CCTV akan berkembang dengan pesat seiring berjalanya waktu, oleh karena faktor harga dari barang elektronik yang kian menurun tiap harinya karena munculnya inovasi- inovasi sehingga cost production dapat ditekan.

Kelemahan lain dari CCTV ini adalah berkaitan dengan seberapa intensif monitoring yang dilakukan oleh petugas untuk mencegah kejahatan secara langsung (Justice Analytical Services Police and Community Safety Directorate Scottish Government, 2009). 

Jika tidak terdapat monitoring yang intensif dari CCTV secara langsung, tentunya fungsi CCTV sebagai pencegahan kejahatan secara realtime tidaklah berjalan. Oleh karena itu, diperlukan adanya monitoring yang intensif, sehingga ketika muncul tindakan yang diidentifikasi sebagai pelanggaran, dapat langsung ditangani dengan cepat oleh pihak yang berwajib. 

Selain daripada itu, keefektifan dari CCTV ini juga dipengaruhi oleh bagaimana penempatan CCTV itu sendiri. Penempatan CCTV yang strategis seperti di dalam daerah yang rawan terjadi kejahatan tentunya akan memiliki dampak yang lebih besar dibandingkan dengan penempatan yang kurang strategis. Farrington, dkk (2005) dalam Justice Analytical Services Police and Community Safety Directorate Scottish Government (2009).

Selain daripada CCTV, teknologi GPS (Global Positioning System), IP Address dan pesawat telepon menjadi salah satu teknologi surveilans yang digunakan secara luas saat ini.

Kisnu Widagso, S.Sos., M.T.I. sebagai salah satu praktisi kepolisian di bagian cybercrime dan cyberlaw enforcement, sering bercerita dalam kuliah Moralitas, Etika dan Cyber Laws mengenai pengalamanya dalam menangani kejahatan cyber.

Dalam praktiknya, ia menjelaskan dalam melakukan pelacakan tersangka, tim polisi seringkali menggunakan teknologi IP Address dan posisi yang diberikan oleh provider pesawat telepon. Ia menjelaskan bahwa jejak yang ditinggalkan dalam dunia cyber sangat sulit untuk dihilangkan secara komperhensif, sehingga menjadi salah satu peluang sistem surveilansi sebagai bentuk pengendalian sosial.

Kelemahan utama dari penggunaan teknologi cyber yakni GPS, IP Address dan pesawat telepon ini berkaitan dengan bagaimana pengguna teknologi ini (baik dari pelaku maupun pihak berwajib) dapat mengendalikan teknologi tersebut tersebut.

Baik dari GPS, IP Address dapat di spoofing sehingga posisi mereka tidak terbaca oleh sistem surveilansi. Penyerangan, eksploitasi dan perlindungan setiap hal di dalam dunia digital sangatlah bergantung pada seberapa jauh seseorang dapat mengenal konstruksi dalam, karakteristik fitur dan bagaimana mekanisme dari teknologi tersebut (Libicki, 2007)

Selain dari teknologi yang sudah diterapkan secara umum dan masif menjadi sistem surveilans, penulis juga melihat bagaimana teknologi RFID juga dapat digunakan sebagai salah satu bentuk pengendalian sosial. RFID atau Radio Frequency adalah sebuah metode identifikasi dengan menggunakan sarana yang disebut label RFID atau transponder untuk menyimpan dan mengambil data jarak jauh.

Label, tag, atau kartu RFID adalah sebuah benda yang bisa dipasang atau dimasukkan di dalam sebuah produk, hewan atau bahkan manusia dengan tujuan untuk identifikasi menggunakan gelombang radio. Label, tag atau kartu RFID tersebut berisi informasi yang disimpan secara elektronik dan dapat dibaca dari jarak jauh. Dalam hal ini, penulis akan mengungkapkan beberapa penggunaan RFID dalam konsep surveilansi sebagai bentuk pengendalian sosial dan ide baru sebagai masa depan pengendalian sosial.

Yang pertama adalah penggunaan RFID dalam hewan atau tumbuhan langka untuk mencegah terjadinya wildlife crime. Pemasukan tag RFID kedalam tubuh hewan atau tumbuhan langka dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan memantau pergerakan melalui sistem surveilansi RFID S Sujanani, dkk (2016). Berdasarkan website Cybra.com (developer RFID), Google telah memberikan kontribusi yang besar terhadap duniia RFID dalam mencegah wildlife crime. 

Yakni dengan mengembangkan Unmanned aerial vehicles (UAVs) untuk menunjang penggunaan RFID dalam proses surveilensi hewan- hewan langka di Namibia sejak tahun 2013. Melalui UAV ini, RFID tag yang telah dimasukan kedalam hewan dapat dibaca dan dipantau dari jarak yang jauh melalui drone di udara. Hasil dari kolaborasi google, developer RFID (cybra), dan menteri lingkungan hidup dan wisata Namibia in telah membawakan hasil yang mecengangkan.

Berdasarkan Cybra.com, pada tahun 2013, Afrika Selatan telah kehilangan lebih dari 1000 Badak oleh karena perburuan liar, sedangkan Namibia hanya kehilangan 2 ekor saja. Oleh karena itu, RFID dapat menjadi teknologi surveilansi yang sangat efektif dalam pengendalian sosial, terutama jenis kejahatan wildlife crime.

Potensi penggunaan RFID sebagai teknologi surveilansi lainnya adalah surveilansi berdasarkan RFID yang di implant dalam tubuh manusia. Teknologi implant RFID memang pada awalnya digunakan hanya untuk hewan saja, Kevin Warwick pada tahun 1998 melakukan eksperimen implant terhadap tubuhnya sendiri.

Implant tersebut kemudian, digunakannya untuk hal- hal sederhana seperti membuka pintu, menyalakan lampu. Seiring dengan perkembanganya, implant RFID dalam tubuh manusia telah memiliki berbagai fitur baru seperti pembayaran tanpa tunai, autentikasi tanpa password, mengambil data kesehatan pengguna implan dan pelacakan posisi pengguna implant tersebut (Gasson dkk, 2012). 

Memang penggunaan RFID tag ini masih dalam tahap proses pengembangan awal, dan memiliki banyak pro dan kontra, salah satunya yakni berkaitan dengan masalah privasi dan keamanan data yang diambil dari RFID itu sendiri.

Namun, penulis percaya bahwa dimasa depan, terdapat suatu titik masa dimana manusia lebih terintegrasi dengan teknologi, salah satunya dengan RFID. Oleh karenannya, implant RFID dalam tubuh manusia dapat menjadi salah satu potensi teknologi dalam sistem surveilansi sebagai bentuk pengendalian sosial di masa depan. 

Tentunya, jika sistem surveilansi berdasarkan implant RFID dalam tubuh manusia ini terealisasi, hal ini memerlukan berbagai perhatian yang intensif dari stakeholders sehingga sistem surveilansi ini tidak disalahgunakan oleh pihak tidak bertanggungjawab dan ironisnya menjadi sarana kejahatan, bukan menjadi bentuk pengendalian sosial.

KESIMPULAN

Dalam perkembanganya, globalisasi membawa dampak positif sekaligus negatif. Pertukaran informasi dan teknologi yang sangat cepat oleh karena globalisasi dapat menjadi peluang bagi para penjahat untuk beraksi ditingkat nasional maupun internasional secara nyata maupun digital dengan lebih mudah. Oleh karena itu, pengendalian sosial harus ikut terus berevolusi untuk menyaingi dan mengontrol kejahatan tersebut.

Salah satu bentuk pengendalian sosial yakni surveilans dapat dikembangkan menggunakan teknologi- teknologi muktahir agar menjadi lebih efektif dibandingkan surveilans konvensional yang mengandalkan hanya tenaga manusia saja.

Melalui teknologi ini, level dari surveilansi naik kedalam tatanan yang baru dalam hal mencegah kejahatan. Hal ini disebabkan oleh karena superioritas surveilansi yang menggunakan teknologi dibandingkan surveilansi konvensional, seperti dari segi ekonomis, jangkauan yang lebih luas, keberlangsungan dan sifatnya yang netral.

Beberapa teknologi surveilansi yang sering sudah dipakai secara umum saat ini adalah CCTV, GPS (Global Positioning System), Alamat IP (Internet Protocol ) dan Positioning oleh pesawat telepon.

Teknologi ini memiliki banyak kontribusi dalam dunia pengendalian sosial. Sebagai contoh, CCTV sebagai media surveilansi sekaligus untuk menunjang proses penyidikan dan sebagai bukti nyata di persidangan, penggunaan alamat IP untuk melacak pelaku kejahatan Cyber, serta GPS untuk proses pemantauan pergerakan suatu benda atau seseorang. Teknologi- teknologi ini, khususnya CCTV, terbukti nyata memiliki manfaat dalam hal pencegahan kejahatan berdasarkan penelitian yang telah dipaparkan .

Selain teknologi surveilansi yang sudah digunakan secara umum, terdapat beberapa teknologi yang masih dalam proses pengembangan dan dapat menjadi potensi bagi dunia pengendalian sosial, yakni teknologi RFID.

Dalam paper ini, penulis membagi penggunaan RFID sebagai menjadi dua, yakni untuk melakukan surveilansi terhadap manusia dan surveilansi terhadap flora-fauna. Dalam praktiknya, penggunaan RFID bagi hewan dan tumbuhan langka dapat dikatakan memiliki keefektifan yang luar biasa walaupun masih dalam tahap awal. Surveilansi berdasarkan RFID tag dapat mencegah wildlife crime secara signifikan.

Tergolong efektif untuk hewan, penggunaan teknologi surveilansi yakni implant RFID manusia memiliki banyak pro- dan kontra (walaupun hanya berupa konsep). Salah satu hal yang menjadi poin utama disini adalah bagaimana keamanan serta privasi data yang telah diambil oleh perangkat implant RFID tersebut dapat dijaga oleh stakeholder.

Namun, penulis melihat potensi yang besar bagi sistem surveilansi implant RFID ditubuh manusia sebagai pengendalian sosial. Penulis percaya suatu saat manusia akan lebih terintegrasi dengan teknologi sehingga pengendalian sosial haruslah ikut berkembang. Dengan implant RFID di tubuh manusia, stakeholder dapat melakukan kontrol yang lebih intensif terhadap masyarakat dalam rangka mencegah kejahatan. Hal ini memerlukan kajian yang lebih lanjut agar hal- hal tidak diinginkan seperti abuse of power tidak terjadi.

Pada intinya, globalisasi membuka peluang bagi sistem surveilansi untuk dapat meningkatkan kualitasnya dengan memanfaatkan teknologi- teknologi terbaru. Teknologi ini haruslah dikembangkan lebih lanjut, karena memiliki potensi yang sangat besar sebagai masa depan pengendalian sosial.

Daftar Pustaka:

  • Al-Rodhan, N. R., & Stoudmann, G. (2006). Definitions of globalization: A comprehensive overview and a proposed definition. Program on the Geopolitical Implications of Globalization and Transnational Security, 6(1-21).
  • Hulme, S., Morgan, A., & Brown, R. (2015). CCTV use by local government: Findings from a national survey. Research in Practice, 40, 21-40.
  • Homel, P., & Fuller, G. (2015). Understanding the local government role in crime prevention. Trends and Issues in Crime and Criminal Justice, (505), 1.
  • Libicki, M. C. (2007). Conquest in cyberspace: national security and information warfare. Cambridge University Press.
  • Martin, I. (2003). Understanding social control deviance, crime and social order. England: McGraw-Hill.
  • Sujanani, S., Ziai, M. A., Batchelor, J. C., & Roberts, D. L. (2016, November). Conservation of endangered plant species using RFID tags. In Antennas & Propagation Conference (LAPC), 2016 Loughborough
  • Williams, D. R., & Collins, C. (1995). US socioeconomic and racial differences in health: patterns and explanations. Annual review of sociology, 21(1), 349-386.
  • CCTV use by local government: Findings from a national survey. Diakses pada 23 Desember 2018 pukul 12.40
  • cybra.com diakses 24 Desember 2018, pukul 17.20 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun