Mohon tunggu...
Joshua
Joshua Mohon Tunggu... Konsultan - Akun arsip

Akun ini diarsipkan. Baca tulisan terbaru Joshua di https://www.kompasiana.com/klikjoshua

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Bijak Bertransaksi, Makroprudensial Terjaga

7 April 2020   20:34 Diperbarui: 7 April 2020   20:46 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi transaksi tabungan harian. © Joshua Marli

Kedua, adalah kegiatan penutupan besar-besaran atas produk investasi berjangka yang dimiliki masyarakat pada waktu lebih awal dari jatuh temponya, atau bahasa kerennya panic redeeming. 

Biasanya kejadian ini muncul pada pasar surat utang berjangka, tabungan berjangka di bank, atau instrumen investasi jangka panjang lainnya. Tindakan ini tentunya tidak akan membuat Anda untung lho, karena biasanya hasil investasinya tidak maksimal dengan ditandai sedikit atau tidak adanya imbal hasil yang maksimal sesuai harapan. 

Katakanlah Anda memiliki simpanan berjangka Rp 1 juta dengan imbal hasil sekian persen. Alih-alih cuan, Anda justru rugi karena menarik simpanan berjangkanya lebih awal. 

Lembaga yang mengelola investasi seperti perusahaan asuransi, bank, sekuritas dan semacamnya justru akan kerepotan untuk mencairkan deposito jangka panjang yang Anda titipkan kepadanya karena penarikan besar-besaran dan dalam waktu bersamaan. Alhasil, likuiditasnya ikut terganggu. Alih-alih cuan, rugi iya.

Ketiga, adalah penarikan dana tabungan besar-besaran pada lembaga perbankan, alias rush money. Dalam pandemi COVID-19 seperti sekarang, masih ada beberapa negara yang mengalami kejadian rush money seperti India, dimana masyarakatnya mengantre berjam-jam di bank dan mesin ATM untuk mengambil semua uang mereka yang tersisa di rekening tabungannya, sehingga turut mengganggu sektor riil. 

Bukan cuma Indonesia yang 'pasang kuda-kuda' mencegah hal ini, ada juga Singapura. Biasanya hal ini disebabkan oleh hoaks. Penarikan uang besar-besaran di bank bisa mengganggu kinerja dari bank tersebut secara signifikan, salah satunya adalah penyaluran kredit yang pada akhirnya akan mengganggu likuiditas bank.

Yuk Rawat Stabilitas Sistem Keuangan dengan Cara Ini!

Ditengah situasi yang masih serba tak pasti, sebenarnya kita masih bisa menerapkan beberapa cara untuk mengamankan uang dan aset kita, memperlancar transaksi, hingga turut berkontribusi dalam menjaga stabilitas sistem ekonomi nasional, lho! Berikut saya bagikan beberapa tips sederhana dengan alasan dan argumen yang moga-moga bisa meyakinkan Anda, Kompasianers! Langkahnya tentunya mudah dan bikin tenang.

Pertama, yang paling mudah, bertransaksilah secara elektronik dan kurangi penggunaan uang tunai, apalagi selama pandemi COVID-19 belum berakhir. Gunakanlah sarana pembayaran elektronik yang Anda senangi. 

Ada banyak sarana transaksi elektronik yang bisa digunakan, misalnya aplikasi perbankan pada gawai, kartu prabayar, aplikasi uang elektronik, dan lainnya. Misalnya, kalau Anda lebih nyaman menggunakan kartu debit, silakan berbelanja di gerai atau pasar swalayan dengan cukup men-'celup'-kan kartu debit pada mesin EDC, masukkan nominal belanja dan PIN, dan selesai.  

Apalagi sudah banyak bank yang menerapkan kartu debit berbasis cip dan berlogo Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). Transaksi seperti ini mengurangi penggunaan uang kertas dan logam yang bisa saja mengandung banyak bakteri dan virus karena seringnya uang tunai dipindahtangankan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun