Mohon tunggu...
Joshua
Joshua Mohon Tunggu... Konsultan - Akun arsip

Akun ini diarsipkan. Baca tulisan terbaru Joshua di https://www.kompasiana.com/klikjoshua

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

[Review] Mudahnya Aplikasi Online dan Layanan JKN-KIS, Satu Kartu dengan Berjuta Kebaikannya

6 Desember 2018   01:59 Diperbarui: 6 Desember 2018   11:11 1255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
JKN-KIS: Satu kartunya, berjuta kebaikannya. Ilustrasi oleh Joshua Marli.

Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) telah berjalan lebih dari 4 tahun. Memasuki tahun ke-5, BPJS Kesehatan sebagai pelaksana program JKN-KIS senantiasa memberikan layanan sepenuh hati kepada setiap peserta JKN-KIS demi mewujudkan bangsa yang sehat dan negara yang kuat.

Kesepenuhhatian BPJS Kesehatan tercermin dari munculnya berbagai inovasi yang memudahkan dan mengefisienkan pelayanannya kepada peserta JKN-KIS. Inovasi BPJS Kesehatan, salah satunya dengan menghadirkan aplikasi digital seperti JKN Mobile versi smartphone, telah diakui dunia internasional dengan memenangkan 9 penghargaan dari International Social Security Association untuk penyelenggara jaminan sosial di kawasan Asia Pasifik pada tahun ini.

Sebagai peserta JKN-KIS, saya teramat bersukacita dan bangga mendengar kabar ini. Apalagi bagi program jaminan kesehatan masyarakat berskala nasional yang telah melindungi lebih dari 206 juta jiwa per 23 November 2018, rasanya tak salah bila kehadiran JKN-KIS dan BPJS Kesehatan sebagai badan pelaksananya sangat vital bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat Indonesia. Bahkan, kita patut berbangga, karena program JKN-KIS ini menjadi program universal health coverage dengan pertumbuhan peserta tercepat di dunia hanya dalam kurun waktu kurang dari 5 tahun saja.

Terdaftar sejak April 2014, saya dan nenek saya--yang sehari-hari saya panggil Oma, telah terlindungi dari resiko sakit dan juga turut membantu pasien lain sesama peserta JKN-KIS selagi kami sehat. Kebetulan kami terdaftar dengan kategori peserta bukan penerima upah (PBPU) dengan hak rawat inap kelas I. Kami berdua telah merasakan langsung manfaat, pelayanan, dan inovasi BPJS Kesehatan yang semakin baik seiring dengan kemajuan teknologi dan peningkatan pelayanan kesehatan.

Kemudahan dan Kenyamanan Rawat Inap

Berbanding terbalik dengan gunjingan miring yang sering kami berdua dengar terkait dengan pelayanan JKN-KIS dan BPJS Kesehatan, pelayanan kesehatan yang kami dapatkan ternyata tidak seburuk apa yang orang katakan. Hal ini terbukti dengan penanganan kasus kolelitiasis (batu empedu) yang Oma alami, dimana beliau adalah peserta JKN-KIS yang biaya pengobatannya ditanggung penuh sejak awal hingga akhir, sampai dinyatakan sembuh. Kok bisa?

Penulis dan neneknya di RSPAD Gatot Soebroto, Oktober 2018.
Penulis dan neneknya di RSPAD Gatot Soebroto, Oktober 2018.
Saya juga tidak menyangka bahwa masalah pencernaan ini akan menimpa Oma sejak awalnya. Mendengar kabar bahwa adiknya yang sesama peserta JKN-KIS, Lansye Pangayow, pernah mendapatkan tindakan bedah jantung bypass yang biayanya ditanggung penuh hanya dengan JKN-KIS, awalnya kami ragu dengan kabar itu. Saya yang skeptis sampai terperangah karena beliau bisa beraktifitas dengan normal pascapembedahan, berkomunikasi dengan lancar seperti biasa, setelah melihat sendiri dengan berkunjung ke rumah beliau tak lama setelah pulang dari rumah sakit tempatnya dirawat.

Oma yang mengeluhkan nyeri perut cukup hebat sudah beberapa kali dirawat di sebuah rumah sakit tipe C dekat rumah kami. Tiga kali sudah Oma diopname di rumah sakit itu dalam kurun waktu 6 bulan, namun beliau tak kunjung sembuh. Pemeriksaan USG menunjukkan ada sebongkah batu berukuran cukup besar di dalam kantung empedu Oma. Dokter rumah sakit itu menyarankan kami berobat ke rumah sakit tipe B atau A dengan mengurus ulang rujukan di klinik dekat rumah kami.

Saran dokter itu kami turuti. Akhir Agustus 2018, dokter pada klinik swasta ini merujuk kami ke sebuah rumah sakit tipe B di Cibinong, Bogor. Setelah kami menerima rujukan, rumah sakit tersebut ternyata tak dapat melakukan pembedahan pengangkatan kantung empedu karena keterbatasan fasilitas yang dimiliki. Seharusnya sumber penyakit Oma sudah diangkat, namun dokter rumah sakit ini memberikan kami alternatif untuk dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar. Dokter penanggung jawabnya pun akhirnya merujuk Oma ke RSPAD Gatot Subroto. Tanpa kami duga, Oma mendapatkan rujukan penuh. Dokter mengatakan, Oma hanya perlu menjalani tindakan bedahnya saja. Semua biaya pasti ditanggung BPJS Kesehatan.

Apa yang dokter sarankan memang benar. Kami berdua yang awalnya tidak yakin dan ketakutan, justru bisa pulang dari rumah sakit dengan lega dan penuh syukur. Akhir September 2018, Oma menjalani serangkaian pemeriksaan, mulai dari konsultasi dengan dokter pada subpoli bedah digestif, pemeriksaan darah, jantung, paru, dan radiologi. Saya panik bukan kepalang karena saya pikir Oma harus membayar untuk semua pemeriksaan prapembedahan itu, namun petugas administrasi rumah sakit menenangkan saya. "Tenang mas, semua biaya sudah dijamin BPJS Kesehatan sepenuhnya. Mas tinggal tanda tangan saja SEP (surat elijibilitas peserta) yang kami siapkan," kata petugas administrasi rumah sakit berseragam cokelat muda dengan senyum. Ternyata, bahagianya peserta JKN-KIS sesederhana itu. Tinggal jalani saja dan fokus dengan pengobatan sampai sembuh.

Oma saat beristirahat di dalam kamar rawatnya di Paviliun Darmawan, RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, Oktober 2018.
Oma saat beristirahat di dalam kamar rawatnya di Paviliun Darmawan, RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, Oktober 2018.
Penantian kami untuk kesembuhan Oma tidak memanjang lagi manakala Oma telah masuk untuk dirawat inap. Ketakutan masih nampak di wajah Oma, terpampang jelas imaji ruang bedah yang seram dan menakutkan, hingga ketakutan akan gagalnya pembedahan bahkan hilangnya nyawa merasuk pikirannya bagai genderuwo. Semua itu terpatahkan ketika Oma memasuki kamar rawatnya. Sebagai peserta dengan hak rawat kelas I, satu ruang rawat hanya diisi 2 pasien saja. Awalnya wajah beliau sempat tertekuk karena kuatir tidak mendapat ruang rawat kelas I, namun Oma akhirnya dirawat di ruang kelas yang sesuai dengan haknya. Oma menangis haru, dan saya memeluk beliau sembari mengucap selamat. Melihat kenyataan ini di depan muka, saya sampai menggelengkan kepala karena tak percaya. BPJS Kesehatan benar-benar menyelamatkan hidup Oma!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun