Mohon tunggu...
Josephine Joy
Josephine Joy Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran

our so-called modern education system sucks. opinions are cheap. hard work is overrated. luckily, I read.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Filsafat Estetika yang Terlupakan

6 Mei 2020   17:45 Diperbarui: 8 Juni 2021   21:08 6299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengetahui filsafat estetika yang terlupakan (unsplash/eberhard-grossgasteiger)

Baca juga : Memahami Logika, Etika, Estetika dalam Kehidupan

Pernyataan ini didukung oleh Lipps yang menyatakan die kunst ist die geflissenliche hervorbringung des schones atau keindahan ditentukan oleh keadaan perasaan subjektif alias pertimbangan selera.

Apakah sesungguhnya keindahan itu? Tentu jawabannya beranekaragam. Keindahan pada dasarnya adalah hasil campuran dari:

  • Kesatuan (unity)
  • Keselarasan (harmony)
  • Kesetangkupan (symmetry)
  • Keseimbangan (balance)
  • Perlawanan (contrast)

Tersusun dari berbagai keselarasan dan perlawanan garis, warna, bentuk, nada, dan kata-kata. Estetika kemudian memiliki tiga teori tunggal yakni teori tentang kebenaran (epistemologi), teori tentang kebaikan dan keburukan (etika), teori tentang keindahan (estetika). 

Disisi lain estetika juga berhubungan dengan teori mengenai seni. Seni yang melukiskan bahasa perasaan dapat dilihat melalui misalnya gerak-gerik tubuh yang elok, alunan nada-nada yang bagus dan lain-lain. 

Dengan demikian dapat disebut bahwa estetika merupakan suatu teori yang meliputi penyelidikan mengenai yang indah dan juga penyelidikan mengenai prinsip-prinsip yang mendasari seni pengalaman yang berhubungan dengan seni, penciptaan seni, penilaian terhadap seni, atau perenungan atas seni. 

Nilai estetika lebih cenderung pada nilai suatu keindahan seni. Namun, seni dapat dianggap mengandung nilai suatu keindahan apabila diceritakan dengan seni yang mengungkapkan perasaan dan intuisi, seni yang mengobjektivasi keindahan rasa nikmat, keindahan sebagai tangkapan Sang Ilahi, seni sebagai ekspresi pengalaman.

Terdapat beberapa cara untuk menikmati sebuah keindahan atau yang disebut dengan Pleasures of aesthetic, yakni:

  1. Subjective-relativity Level: Selera pribadi ini merujuk pada bahwa sesuatu yang indah itu sangat relatif alias hanya sesuai selera pribadi saja. Keindahan itu relatif dan hanya disesuaikan dengan selera pribadi saja. “Oh ya, ini indah!” tidak mempedulikan apa tanggapan dari subjek lain terhadap objek tersebut.
  2. Cultural-relativity Level: Culture bounding/ background merujuk pada menentukan keindahan itu dipengaruhi oleh latar belakang budaya si penikmat. Bahwa latar belakang budaya si penikmat mempengaruhi dalam menentukan indah atau tidaknya sesuatu, misalnya: Penulis sebagai orang sunda tentu sangat kental dengan budaya sunda. Hal ini akan berbeda dengan seseorang yang berasal dari budaya luar sunda (misalnya) saat menikmati tontonan tarian tradisional sunda. Begitupun sebaliknya Penulis belum tentu dengan mudah mampu mengatakan bahwa tari bambu gila dari Maluku indah.
  3. Biological-relativity Level: Cara ini berarti mengapresiasi setelah menikmati objek. Penilaian estetik muncul setelah kita menikmati objek tersebut. Penilaian estetik muncul ketika kita sudah menikmati terlebih dahulu objek tersebut.
  4. Absolut Level: Sesuai namanya, cara mengapresiasi ini menganggap keindahan tanpa perlu untuk menghayati keindahan tersebut begitu dalam. Seolah terjadi kesepakatan bersama bahwa objek tersebut betul-betul indah alias absolut indahnya. Tidak perlu mendalami objek tersebut maka kita sudah bisa mengatakan itu indah.

Penting kemudian kita kembali mengingat pernyataan seniman Mochtar Lubis yang mengemukakan bahwa persamaan dan perbedaan ilmu seni patut diketahui dengan saksama dalam rangka meningkatkan sikap ilmiah kita bangsa Indonesia dan mengingat sikap kita yang seringkali masih berorientasi hanya pada sikap nilai estetis saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun