Mohon tunggu...
Josephine Iris Alexandra
Josephine Iris Alexandra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Airlangga

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Greenwashing sebagai Strategi Korporasi Masa Kini

17 Juni 2022   19:51 Diperbarui: 17 Juni 2022   22:13 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Isu-isu mengenai lingkungan bukanlah suatu hal yang baru saja kita dengar. Permasalahan lingkungan tersebut dari tahun ke tahun semakin disorot dan menjadi pembahasan baik di media massa maupun di kalangan masyarakat awam. Salah satu permasalahan lingkungan yang paling disorot pada tahun ini adalah permasalahan limbah, utamanya limbah yang terbuat dari plastik. Dalam situs earth.com, dipaparkan bahwa dunia ini telah menghasilkan sampah plastik sebesar dua juta ton dalam setahun sejak 1950. Jumlah plastik yang dihasilkan semakin lama semakin meningkat dan pada tahun 2015, total dari produksi sampah plastik mencapai 419 juta ton. Menurut laporan dari Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK, Ratnawati, jumlah sampah plastik di Indonesia pada tahun 2021 mencapai 11,6 juta ton dan merupakan 17% dari total keseluruhan sampah yang diproduksi dalam negeri.

Gerakan-gerakan penghijauan seperti reduce, reuse, recycle (3R) memang telah dilaksanan sejak tahun 1900-an, tetapi fenomena ini semakin tahun semakin naik tren di kalangan masyarakat. Pandemi Covid-19 menjadi salah satu faktor dari semakin meningkatnya tren penghijauan dikarenakan maraknya bisnis-bisnis online yang menyebabkan meningkatnya produksi limbah plastik sebab plastik menjadi bahan utama dalam pembungkusan paket belanja. Pada masa pandemi Covid-19 pula, kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan dengan mengurangi produksi limbah menggunakan jargon "go green" dan "eco-friendly movement" semakin digaungkan. 

Korporasi-korporasi berskala global pun tak mau ketinggalan dengan adanya tren gerakan penghijauan ini sehingga mereka berlomba-lomba untuk mengubah dan mengurangi penggunaan plastik serta bahan sekali pakai lainnya dalam produk mereka. 

Akan tetapi, fenomena ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dari aktivis-aktivis maupun organisasi yang berkutat dalam bidang penghijauan. Mereka menuduh usaha dan kampanye-kampanye penghijauan yang dilakukan oleh korporasi tersebut hanyalah sekedar strategi marketing yang kerap kali disebut sebagai 'greenwashing'. Sebenarnya apa itu greenwashing dan mengapa hal ini dipermasalahkan oleh para aktivis lingkungan?

Menurut kamus bahasa Inggris Oxford, kata 'Greenwashing' berasal dari kata benda 'greenwash' yang artinya kegiatan yang dilakukan oleh sebuah organisasi atau perusahaan uang dimaksudkan untuk membuat masyarakat berpikir bahwa para organisasi atau perusahaan tersebut prihatin dengan lingkungan, meskipun apa yang mereka lakukan membahayakan lingkungan. Selectra, sebuah organisasi yang bergerak dalam bidang konsultasi iklim dan pergerakan peduli lingkungan, mendefinisikan istilah 'greenwashing' secara serupa. 

Menurut Selectra, 'greenwashing' merupakan teknik marketing yang ditujukan untuk membuat ilusi seolah-olah melaksanakan tanggung jawab ekologis agar mereka memiliki kesan lebih ramah lingkungan. Lebih lanjut, Selectra juga mengutip penjelasan dari kamus Cambridge mengenai definisi greenwashing, yakni "Greenwashing dilakukan untuk membuat masyarakat percaya bahwa sebuah perusahaan melakukan sesuatu untuk menjaga lingkungan hidup daripada yang sebenarnya diimplementasikan."

Sebenarnya istilah 'greenwash' bukanlah sebuah istilah yang digunakan belakangan ini. Jay Westerveld, seorang peneliti dan pemerhati lingkungan di Amerika Serikat merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah 'greenwashing' pada 1986. Istilah 'greenwashing' pada saat itu mengacu pada konteks praktek yang dilakukan oleh sebuah resort di Samoa yang menggunakan handuk yang dapat digunakan berulang kali (reusable towels). Akan tetapi, yang menjadi permasalahan adalah resort tersebut memperluas lahan secara terus menerus di pulau itu. Konteks 'greenwashing' pada masa sekarang memiliki pengertian yang lebih luas.

Hanya berdasarkan pengertian yang telah dipaparkan di atas, kita bisa langsung mengetahui bahwa praktek greenwashing yang dilakukan oleh korporasi-korporasi ini berbahaya karena memberikan persepsi terhadap suatu produk atau brand yang menyesatkan kepada para konsumen. Kampanye-kampanye gerakan ramah lingkungan yang dilakukan oleh korporasi-korporasi tersebut memang seharusnya dilakukan, tetapi hal ini juga patut dipertanyakan karena tidak semua produk "ramah lingkungan" yang dihasilkan sepenuhnya membantu permasalahan lingkungan, utamanya permasalahan mengenai limbah. Alih-alih membantu menangani masalah lingkungan, korporasi justru memanfaatkan strategi penghijauan untuk memperoleh profit sebanyak-banyaknya dan hasil dari kegiatan ini justru bersifat kontra-produktif.

Mungkin kita kerap kali mendengar salah satu brand fast-fashion yang membuka cabang di Indonesia menjadi sasaran kritik oleh para aktivis lingkungan. Memang brand-brand fastfashion cenderung dituduh dan dikritik karena menggunakan konsep greenwashing sebab bahan dan proses pembuatan baju bisa dibilang tidak ramah lingkungan. Brand tersebut dikritik secara pedas oleh berbagai media karena secara hipokrit mengkampanyekan gerakan peduli lingkungan tetapi masih menggunakan kain yang kurang ramah lingkungan. Apabila kita menyadari, beberapa tag yang digantungkan pada baju di brand tersebut memiliki label "100% recycled polyester". Recycled polyester (rPet) merupakan kain yang terbuat dari plastik yang telah didaur ulang dengan cara yang lebih ramah lingkungan karena menghasilkan emisi CO2 lebih rendah. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa kain polyester tetap saja menggunakan bahan plastik yang bersifat non-biodegradable dan menghasilkan micro-plastics yang sifatnya berbahaya bagi lingkungan.

Oleh sebab itu, masyarakat disarankan untuk lebih berhati-hati lagi dalam berbelanja. Memahami dan menyorot greenwashing yang diterapkan oleh suatu perusahaan akan memberikan pemahaman yang lebih luas kepada orang-orang sehingga mereka bisa lebih bijak lagi dalam berbelanja dan menggunakan produk dari korporasi tertentu. Mengurangi kebiasaan untuk berbelanja juga merupakan hal yang lebih baik karena dengan demikian, limbah-limbah produksi dari perusahaan juga bisa berkurang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun