Mohon tunggu...
Jose Hasibuan
Jose Hasibuan Mohon Tunggu... Guru - Seorang abdi bangsa

Tertarik pada dunia pendidikan, matematika finansial, life style, kehidupan sosial dan budaya. Sesekali menyoroti soal pemerintahan. Penikmat kuliner dan jalan-jalan. Senang nonton badminton dan bola voli.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dari Ratas Kabinet, Jokowi Tegaskan Beda "Larangan Ibadah" dan "Imbauan Peribadahan"

19 Mei 2020   13:44 Diperbarui: 19 Mei 2020   15:00 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : Youtube Sekretariat Presiden

KBBI mendefinisikan kata “Ibadah” sebagai perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah Swt., yang didasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Saya meyakini bahwa Pemerintah adalah representasi Tuhan di dunia, untuk memimpin kehidupan manusia dalam tatanan hidup berbangsa dan bernegara.

Mematuhi imbauan pemerintah merupakan bentuk konkrit ketaatan umat beragama kepada Tuhan. Karena, bagaimana mungkin kita dapat secara utuh menaati perintah Tuhan yang tak kasat mata, jika anjuran pemerintah yang ada di depan mata pun sulit kita lakukan.

Lagi pula, yang dilakukan pemerintah bukanlah melarang kita untuk melakukan ibadah. Tentu saya juga sangat tidak setuju jika Pemerintah melarang umat untuk melakukan ibadah, karena beribadah pada hakekatnya adalah hak dan kebutuhan dasar setiap orang yang beragama.

Yang dilakukan pemerintah adalah mengimbau dan mengatur agar kita melaksanakan ibadah di rumah saja. Imbauan dan aturan ini sangat relevan untuk dilakukan di tengah pandemi sekarang.

Kita tentu sadar betul bagaimana virus corona dengan mudah menyebar dari satu orang ke orang yang lain. WHO juga telah mengingatkan tentang pentingnya ‘jaga jarak’ untuk mencegah penularan.

Imbauan ini tidak hanya berlaku bagi umat dari satu agama tertentu saja. Saya sendiri sejak awal pandemi ini terjadi di Indonesia, telah melakukan ibadah di rumah saja bersama keluarga. Bukan saja karena gereja ditutup dan tidak menyelenggarakan ibadah minggu, tetapi bagi saya itulah pilihan paling rasional untuk melindungi diri dan keluarga dari penularan virus corona.

Saya memahami bahwa ibadah adalah bentuk bakti kita kepada Tuhan, sebagaimana didefinisikan di KBBI. Saya percaya bahwa Tuhan lebih memperhatikan kerinduan hati kita ketimbang ritualitas peribadahan semata. Karena bisa saja kita terlihat seperti sedang beribadah, namun hati kita sebenarnya jauh dari Tuhan. Kita sering teriak lantang soal aturan ibadah harus begini dan begitu, namun sesungguhnya meninggalkan dosa tak sungguh-sungguh kita lakukan.

Saya meyakini, Tuhan lebih menghargai ketulusan niat kita untuk beribadah walaupun itu dilakukan tidak secara ideal sebagaimana mestinya, karena hanya dilakukan dari dalam rumah bersama keluarga kecil. Justru, beribadah di rumah seperti saat ini menjadi kesempatan untuk kita hidup secara otentik di hadapan anggota keluarga. Keluargalah yang paling tahu siapa kita, mereka yang dapat menilai apakah ibadah kita selaras dengan kehidupan yang kita tampilkan.

Saya sedikit geram jika membaca komentar-komentar tak cerdas terkait hal ini. Beberapa hari lalu, saya membaca status teman di media sosial yang menulis “Rumah ibadah di tutup, tetapi mall dibuka”. Saya pikir, sebagai masyarakat yang berpendidikan, kita harus bisa menahan diri untuk berkomentar seperti demikian. Justru yang harus kita lakukan sebagai orang yang cerdas adalah membantu memberikan pemahaman yang benar, bukan justru memprovokasi.

Saya mencoba memahami perasaan sedih umat muslim terkait suasana hari besar yang sudah di depan mata. Kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan selama ini tentu sangat ingin dinikmati kembali tahun ini. Namun, suasana sekarang sangat berbeda, kita harus belajar berdamai bahwa suasana tak ideal ini adalah kondisi normal dan yang seharusnya kita lakukan.

Tidak ada salahnya untuk sedikit bersabar dan berbesar hati. Memang kondisi sekarang sedemikian tidak ideal, tapi bukan berarti kita tidak bisa secara ideal pula berbakti kepada-Nya. Ingatlah, bahwa Tuhan jauh lebih memahami kita sebagai umatNya, dan DIA turut merasakan apa yang kita rasakan.

Tetap semangat, saudaraku yang akan menyambut hari raya Idul Fitri. Semoga wabah ini segera berlalu dari kehidupan kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun