Mohon tunggu...
Jordi Sahat
Jordi Sahat Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Mahasiswa STFK Ledalero

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sesulit Itukah Aku Tak Bisa Move On?

21 Februari 2020   19:25 Diperbarui: 21 Februari 2020   19:25 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Mungkin engkau berpikir, perpisahan adalah akhir dari kisah yang pernah kita lalui bersama. Maaf, aku belum bisa meredupkan kisah itu, dia belum berakhir."

Menyakitkan sekali ketika waktu itu kata putus engkau lontarkan di depanku. Serentak harga diriku jatuh. Dalam hatiku terlintas pertanyaan, apa gerangan engkau meninggalkanku? Jujur saja aku belum bisa menerima begitu saja keputusanmu yang sepihak itu, tanpa memberikan alasan yang jelas denganku. Mungkin engkau berpikir setelah mengatakan putus, semuanya sudah selesai. Kamu si aman-aman saja, tetapi pernahkah kamu berpikir, karena katamu itu aku terluka? Ah...terlalu keterlaluan egomu itu. Engkau tidak pernah peduli akan yang lain.

Rinduku akan dirimu belum berakhir, tetapi tentang keberadaan dan keadaanmu saat ini tak ku tahu pasti sejak perpisahan itu. Kerinduan untuk bertemu engkau kembali adalah harapanku selama ini. Melihat raut wajahmu yang telah lama tak ku tatap. Aku tahu, ketika engkau kembali bukan untukku, akan tetapi izinkan aku menatap dan membelai rambutmu sedetik saja, seperti waktu engkau masih di sini dan membiarkan rindu ini pergi setelah semuannya itu terjadi.

Keinginan itu terkesan nihil, karena engkau yang ku rindukan tak kunjung datang. Waktu pun kian berlalu entah di mana dan ke mana ia pergi, aku tak tahu sama sekali. Bodohnya aku, masih terus-menerus merindukan dirimu. Bukankah dia telah pergi. Mengapa aku sebodoh itu tetap merindukannya. 

Ah... persetan dengan semuanya itu. Air mataku pun jatuh, kembali membasahi pipihku, entah apa yang membuatku tak rela engkau pergi.

Sejak perpisahan itu, aku sulit membuka hatiku terhadap orang lain yang mau mendekatiku. Aku telah larut dalam janji-janji manismu. Teman-temanku terus-menerus mengejekku. "Kamu sangat bodoh. Kamu terlalu mudah dibegohi. You are mad in love." Semua ejekkan itu seperti angin yang hendak lewat dalam pandanganku, karena mereka semua tidak mengerti terkait dengan rasa dan cinta yang ada dalam diriku.

Sejak perpisahanku denganmu, banyak perubahan yang terjadi dengan diriku, seperti cepat tersinggung, mudah marah dan tidak mau diatur dan lain sebagainya. Kenyataan yang demikian, ku rasakan sendiri. Bukankah di dunia ini masih banyak yang menginginkanmu? Memang benar katamu, tetapi tentang pilih, itu tidak bisa dipaksakan. Pilihan itu adalah bagian dari kebebasan seseorang yang dikdasarkan pada suara hati bukan kehendak orang lain.

Semua teman-teman menginginkanku untuk move on. hari-hariku di sekolah terus-menerus dihantui oleh pertanyaan, apa sulitnya si move on? Terkadang aku tidak mengerti dengan semuanya ini. Kenapa orang begitu peduli dengan diriku, bukankah mereka tahu aku egois? "Kamu sebenarnya tidak egois, tapi kamu terbawah oleh suasan cinta yang salah." Suara seorang yang tak tahu asalnya dari mana. "Kamu benar, aku salah menempatkan diri pada situasi cinta itu. Cinta telah memabukkanku. I have intoxicated in love."

Apa susahnya si move on? Lagi-lagi pertanyaan itu dilontarkan oleh Tini setiap kali ia bertemu denganku. Tini adalah my classmate. Setiap hari dia selalu memerhatikanku. Dia tidak pernah membiarkanku menyendiri di sekolah. Dia sahabatku yg paling mengerti dengan semua yang aku inginkan. Semua masalah yang aku hadapi akan diceritakan kepada Tini. 

Sekecil apa pun masalah itu tetap ku ceritakan kepadanya. Coba anda bayangkan, tak ada orang yang mau mendengarkan dan mengerti dengan kita di tengah banyaknya masalah yang dihadapi. Sakit sekali rasanya dan keinginan untuk cepat menghilang dari bumi yang penuh dramatis ini sangatlah besar, karena percuma kita hidup tak ada orang yang mau mendengarkan keluh-kesah kita.

Hari-hariku penuh dengan kekecewaan dan masih belum menerima kejadian waktu itu. Terlalu pandai engkau memenangkan hatiku, terlalu pandai juga engkau melukaiku. Engkau boleh bernyayi dengan gembira di tempatmu kini, tetapi apakah engkau tahu aku harus menahan rindu akan dirimu. Masihkah engkau ingat kata cinta yang pernah engkau ucapkan. Ah...engkau sudah keterlaluan. Aku telah lelah dengan drama yang engkau ciptakan. Kenapa engkau membiarkanku berjalan sendiri saat ini? 

Bukankah engkau penah berkata, "aku takan pernah membiarkan kamu sendirian, aku akan selalu disampingmu untuk selamanya." Di mana janjimu itu? Semuannya itu hanyalah drama yang engkau ciptakan. Tetapi, kenapa begitu begonya aku mengikuti dramamu itu.

Salahkah aku mencintaimu? Salahkah aku merindukanmu? Ketika aku salah, kenapa engkau hadir saat itu dan membuatku jatuh cinta padamu? Aku tidak tahu, bagaimana caranya untuk melupakanmu saat ini. Aku masih saja mencintaimu sekali pun kamu telah pergi meninggalkanku dan membiarkanku memikul seribu luka karenamu.

Sejujurnya aku telah merelakanmu pergi, tetapi izinkan aku tetap merindukanmu dan berharap suatu saat engkau kembali menemuiku untuk mengobati rindu ini. Tentang kisah itu, biarkan dia abadi dalam ingatan. Sejujurnya aku tak akan pernah melupakan kisah itu sebagaimana aku tak bisa melupakanmu. Memang ini merupakan suatu hal yang konyol, karena menyimpan kisah yg menyakitkan. Tetapi aku ingin engkau tahu bahwa sepedih-pedihnya luka yang engkau goreskan dalam hati ini, dia tetap memilihmu. 

Aku tetap mencintaimu. Apakah engkau memikirkan diriku? Sedikit pun engkau tak peduli dengan diriku. Engkau memang pandai menakluki semua wanita, tetapi engkau terlalu bego dalam bercinta. Yang engkau cari hanyalah kenikmatan sesaat bukan kebahagiaan yang abadi. Mungkin engkau berpikir wanita itu sebagai objek yang harus engkau permainkan hatinya, tetapi engkau harus tahu sekali mereka dirayu akan ada keinginan untuk terus-menurs dirayu.

Ah...kenapa aku masih saja memikirkanmu? Bukankah engkau sudah tidak peduli dengan semua yang tejadi denganku. Luka yang engkau buat mesti ku obati sendiri. Betapa hebatnya engkau menciptakan sebuah drama. Betapa hebatnya juga engkau melukaiku. Tapi kenapa....kenapa aku masih merindukanmu? Apakah rindu ini salah? Aku hanya butuh waktu sedetik saja untuk bertemu denganmu dan menceritakan semua rasa yang ada dalam hati ini.

Saking rindunya aku dengan dia sampai-sampai aku bergulat dengan batinku sendiri yang seolah-olah dia ada di depanku. Apa yang kurang dengan diriku, sehingga engkau meninggalkanku waktu itu? Katakanlah supaya aku melengkapinya sekarang juga. Keseharian aku teru-menerus menyalahkan diriku, nyatanya bukan aku yang salah, tetapi perasaan ini yang salah, dia terlalu terbawah oleh rayuan maut bajingan itu. Sampai-sampai aku lupa untuk memposisikan diri dengan baik dalam dunia ini.

Mengihlanglah engkau untuk selamanya. Tak perlu cemas akan diriku. Engkau telah mengajarkanku banyak hal terutama mengenai cinta. Engkau juga telah mengajarkanku bagaimana itu luka dan arti dari luka itu. Dan aku pun telah mengerti dengan semuanya itu. Percayalah, aku telah pandai bercinta dan aku juga telah pandai merawat luka. Seperti yang engkau ajarkan dulu bahwa cinta itu harus dinikmati masa sekarang tetapi bukan untuk mengabadikan yang sekarang.

Dulu engkau pernah bercerita tentang indahnya cinta. Namun, semuanya itu tak ku mengerti sama sekali. Akan tetapi, sejak perpisahan itu, barulah aku menyadari bahwa cinta itu tidak selamanya indah seperti yang engkau ceritakan, tetapi jurang kedukaan dan luka selalu mengintip dan mengintari keindahan cinta itu.

Aku yang dulu pernah melukis cinta bersama imajinasimu mengizinkan engkau pergi, tanpa perlu lantunan melodi cinta dariku. Sekarang aku ingin terus berjalan sendiri tanpa memikul seribu rindu tentangmu. Tetapi, tentang kisah yang pernah kita lukiskan bersama itu, biarkan dia abadi dalam ingatan, karena dari kisah itu aku mengerti akan apa artinya cinta dan luka.

***THE END***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun