Jodoh itu urusan unik. Dikejar, tak teraih. Tak dipikir, malah datang dengan sendirinya.
Kata banyak orang, orang berjodoh itu memiliki kesamaan atau kemiripan. Bisa dilihat dari wajah. Nyatanya, siapa yang menjadi calon suamiku tidak mirip sama sekali denganku. Malah yang dulu kukira berjodoh karena sedikit mirip, malah tak ada kepastian. Apakah akan menjadi bagian hidupnya atau pasti sakit hati karena dia memilih perempuan lain.
Hanya Allah yang Maha Tahu yang mengetahui takdir manusia, jauh sebelum manusia itu terlahir di dunia. Namun, sebagai manusia, tentu ada usaha untuk mendapatkannya. Usaha itu pastinya berbeda.Â
Hal yang pasti, aku perempuan, yang tak mau mengejar-ngejar lelaki. Tak mendahului untuk mengakui perasaan. Perempuan berkelas itu, perempuan yang mati-matian menjaga perasaan sekalipun memiliki rasa kepada lawan jenisnya. Itu menurut pendapatku.
***
"Dik, beneran kita nggak pake cincin nikah?" tanya Nabil, calon suamiku. Dia memastikan, apakah kami memang tak mengenakan cincin pernikahan.
"Pernikahan itu sekali seumur hidup, lho," katanya lagi. Aku tak juga menanggapi pertanyaan atau ucapannya itu.Â
Nabil menatapku. Sedangkan aku asyik memandangi layar handphone yang kupegang. Akhirnya handphone diambilnya, dengan sedikit paksaan.
Kuhela napas panjang. Kuhembuskan perlahan. Kutatap wajah Nabil.
"Mas, aku tahu itu. Pakai cincin itu nggak menjamin usia pernikahan panjang."