"Keren sekali burung-burung itu," batin Ulel, seekor ulat bulu. Dia terus memandangi kawanan burung yang terbang di langit sore, membentuk siluet cantik, seperti dalam lukisan.
"Andai saja aku bisa seperti mereka," gumam Ulel dengan muka sedih. Memang dia sering mendengar aneka burung yang berbincang. Mereka menceritakan bumi dari langit.
"Sungai berkeloknya keren sekali. Di samping kanan-kirinya ada hamparan rumput. Kamu harus melihatnya," ucap Pipit kepada Merpati.Â
"Oh, ya? Di mana itu, Pit?"
Pipit menyebutkan di mana lokasinya. Tak jauh dari tempat tinggal Ulel dan orangtuanya. Namun, meski lokasi dekat dengan rumah Ulel, dia hanya menyaksikan keindahan dari bawah, seperti biasa. Percakapan antara Merpati dan Pipit itu tanpa sengaja didengar Ulel.Â
Ulel pun ingin bisa terbang dan melihat pemandangan alam dari langit.
"Aku ingin lihat tempat ini dari atas, Bu," ucap Ulel kepada ibunya. Ibu Ulel memandangi anaknya dan mengelus kepalanya pelan.
"Suatu saat kamu bisa terbang, Ulel."Â
Dari hari ke hari Ulel termenung, menanyakan apakah benar yang dikatakan ibunya. Hingga suatu sore, dia merasakan tubuhnya tak seperti biasa. Tubuhnya menjadi lebih hangat dan terasa ringan. Dia merasakan nyaman sekali. Selama dua mingguan dia tidak merasakan sedih. Hingga selimut hangat yang menutupi tubuhnya perlahan terbuka.
Sedikit demi sedikit, Ulel membuka matanya. Sinar matahari yang cerah membuatnya silau. Namun kehangatannya tetap dia rasakan. Dia membuka mata lagi. Akhirnya dia melihat keindahan di sekelilingnya. Ada makhluk beterbangan dengan dua sayap mengitari bunga-bunga di sekitarnya.