Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rahasiakan Tanggal Lahir agar Tak Repotkan Para Siswa/Orangtuanya

4 Juli 2022   02:31 Diperbarui: 4 Juli 2022   06:14 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: zerowaste.id

"Di sekolah anakku dilarang ngasih kado buat guru," cerita teman saya yang putranya disekolahkan di sekolah Muhammadiyah Unggulan di ibu kota kabupaten.

Dulunya di sekolah ini, setiap Akhir Tahun Ajaran pasti orang tua siswa akan kebingungan memberikan kado atau bingkisan untuk gurunya. Memberikan kado adalah sebuah hal yang lazim. Namun dalam perkembangannya, pihak sekolah melarang pemberian bingkisan tersebut.

Teman saya selama menyekolahkan anaknya di sekolah itu hanya sekali, sebelum ada larangan dari sekolah. Selepas itu, dia lebih santai setiap akhir tahun ajaran tiba.

Bagi beberapa orang, memberikan bingkisan kepada guru merupakan sesuatu yang lumrah karena jasa guru tak bisa tergantikan oleh apapun. Mereka memandang bahwa guru telah mendidik anak-anak mereka dengan baik sehingga wajar apabila diberikan bingkisan sebagai tanda cinta atau terima kasih.

Bagaimana saya sendiri menyikapi fenomena seperti itu?

Saya mengajar di lingkungan yang mayoritas penduduknya bukan sebagai pegawai. Kebanyakan pekerjaan orangtuanya adalah petani atau buruh. Jadi, tidak ada budaya atau pembiasaan untuk memberikan kado atau bingkisan kepada guru setiap akhir tahun.

Tak ada rasa iri kepada teman guru yang mengajar di sekolah lain yang menceritakan kado-kado yang diterimanya saat penyerahan rapor kenaikan kelas. Toh mendidik sudah menjadi tanggung jawab seorang guru.

Saya ingat ---ada seorang teman yang membawahi sekolah-sekolah--- bercerita kalau dia tidak mau menerima apapun dari sekolah. Bahkan makanan yang disajikan tak akan disentuhnya. Dia hanya menerima suguhan kopi setiap melakukan monitoring di sekolah-sekolah pada yayasannya.

"Kalau ada kopi tersaji, aku bakal betah di sekolah itu, mbak. Sambil berkomunikasi dengan guru," kurang lebih seperti itulah ceritanya.

Jika teman saya yang membawahi sekolah saja tak mau menerima imbalan apapun, dengan alasan karena sudah menjadi tugasnya. Saya dan juga teman-teman juga memiliki prinsip yang sama, sudah menjadi kewajiban guru mendidik para siswa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun