Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perempuan Tua yang Teguh

19 Juli 2021   21:05 Diperbarui: 19 Juli 2021   21:06 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: kibrispdr.org

Aku berada di depan rumah yang reot sudah termakan oleh waktu, maupun musim dan cuaca. Suasana rumah tampak lengang. Pintu kayu yang tak lagi bisa menutup sempurna tak dipedulikan sang pemilik rumah.

Mbah Umi. Kami biasa menyapanya begitu. Sosok perempuan tua tangguh, sekalipun anak-cucunya jarang menjenguknya. Sedangkan suaminya tahun lalu meninggalkannya. Suami Mbah Umi meninggal dunia. Orang kampung menyebut kalau suaminya meninggal karena virus Corona.

Mbah Umi yang sudah hafal dengan kesehatan suaminya tak mempedulikannya. Sekalipun suaminya dikebumikan sesuai protokol kesehatan dari rumah sakit.

"Ana Corona apa ora, kabeh uwong mesti mati (Ada Corona apa tidak, semua orang pasti akan mati)," begitu gumamnya.

Mbah Umi sangat sedih ketika tak bisa menunggui suaminya yang dirawat di rumah sakit. Maklumlah, selama ini mereka tak pernah berpisah. Ke sawah selalu bersama. Menikmati nasi lauk sayur lombok dan kerupuk saat tiba waktu makan, sambil melihat padi yang mulai menguning.

Kesedihan Mbah Umi semakin bertambah. Dia tak boleh ke manapun. Padahal dirinya merasa sehat-sehat saja. Sama sekali Mbah Umi buta dengan berita yang seakan meneror mental manusia dua tahun ini.

Beruntungnya Mbah Umi masih memiliki lahan sempit di sebelah utara rumah reotnya. Selama karantina mandiri itu, Mbah Umi menanam ketela pohon dan kacang tanah. Semua dilakukan untuk menghilangkan kejenuhan dan kesedihan karena tak bisa mendampingi suaminya yang sejak lama sakit-sakitan.

***

Bicara tentang Mbah Umi seakan tak ada habisnya. Anak-anaknya sudah sukses semua. Mereka mau merenovasi rumah reot sang ibu.

"Kowe oleh mbubrah omahku nek aku wis kepundhut (kalian boleh mengubah rumahku kalau aku sudah mati)," ujar Mbah Umi yang ditawari rencana oleh sulungnya. Si sulung dipercaya sebagai anak yang paling didengar Mbah Umi. Ternyata, "rayuan" si sulung untuk memperbaiki rumah orangtuanya gagal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun