Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Orangtua Perlu Pahami Kemampuan Anak dalam Belajar

24 Juni 2020   14:43 Diperbarui: 25 Juni 2020   03:20 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi belajar bersama anak (Sumber: Shutterstock via edukasi.kompas.com))

Orangtua siswa banyak yang kurang memahami kondisi anaknya. Seringkali mereka menganggap anaknya baik-baik saja. Meski secara face saja sudah menunjukkan bahwa si anak adalah anak berkebutuhan khusus. Karenanya mereka memasukkan sekolah umum karena keyakinannya, anak akan bisa mengikuti pelajaran layaknya teman lainnya.

Orangtua seperti ini patut bersyukur bahwa sekolah umum wajib menerima anak berkebutuhan khusus tadi. Alhasil sekolah menyelenggarakan asesmen bagi siswa yang khusus tadi.

Penyelenggaraannya diserahkan kepada guru kelas. Meski pada awalnya program asesmen ini ditangani oleh Dinas Pendidikan Provinsi dan guru yang menangani adalah guru dari SLB.

Pada perkembangannya, karena guru dari SLB tidak memungkinkan untuk memenuhi penyelenggaraan asesmen secara menyeluruh, maka perwakilan sekolah diundang untuk praktek penyelenggaraan asesmen.

Guru kelas dari sekolah tingkat dasar dibekali dengan ilmu asesmen. Tujuannya ya untuk melayani siswa ABK yang masuk ke sekolah umum.

Pada dasarnya guru kelas harus menangani kelas dengan kondisi siswa yang beragam. Termasuk anak berkebutuhan khusus tadi. Cara mengajarnya pun guru harus siap dengan dua materi yang berbeda setiap hari.

Untuk sekolah dasar, materi pelajaran asesmen meliputi calistung. Atau Bahasa Indonesia dan Matematika. Guru bisa mempelajari sendiri bagaimana cara mengajar sekaligus membuat perangkat pembelajarannya.

Saya sendiri sering menangani siswa dengan dua pembelajaran ini. Pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum kelasnya ---misalnya kelas IV--- dan materi ABK ---dengan kemampuan Matematika kelas II dan Bahasa Indonesia kelas I---. 

Melelahkan sudah pasti. Dalam pembelajaran seperti itu biasanya saya memberikan materi untuk siswa yang mayoritas normal. Setelah materi dan tugas saya sampaikan, barulah saya mengajar secara khusus siswa ABK. Ya...seperti privat ---Matematika dan Bahasa Indonesia--- bagi anak yang dianugerahi kemampuan yang berbeda itu.

Materi disesuaikan dengan kemampuan. Meski di kelas IV, tetapi bisa saja anak belajar materi kelas I, II atau III. Bahkan dari dua pelajaran yang diasesmenkan, bisa beda antara kemampuan Bahasa Indonesia dan Matematika-nya.

Bagaimana guru bisa mengecek kemampuan siswa ABK tadi? 

Ada buku Panduan pembelajaran siswa ABK dari mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika. Buku ini digunakan sebagai dasar pengecekan kemampuan siswa. 

Di sana ada soal-soal sederhana dari kelas I hingga kelas III. Soal ini digunakan untuk mengetes siswa, bisa menjawab dengan benar di materi yang mana.

Cara mengeceknya, siswa dicek dari kemampuan kelas I. Jika sudah bisa, dilanjut kelas II. Nah jika pada kelas 2 ternyata siswa kesulitan menyelesaikan materi di buku Panduan tadi maka asesmen dilaksanakan dengan materi kelas II meski anak duduk di kelas IV. Namun jika kemampuan kelas II bisa dicapai, lanjut ke materi kelas III. Dan seterusnya.

Itu berlaku bagi dua mata pelajaran tadi. Dan seperti yang saya tuliskan di depan bahwa kemampuan Matematika anak bisa lebih tinggi daripada Bahasa Indonesia. Atau sebaliknya.

Tak apa. Guru itu pelayan siswa. Guru kelas IV tetapi mengenalkan huruf abjad a-z tetap saya lakoni. Lanjut mengajar dengan membaca suku kata dan seterusnya sesuai dengan perkembangan siswa. Semua harus dijalani dengan kesabaran tingkat tinggi.

Fakta di lapangan, orangtua sering tak memahami bahwa anaknya adalah ABK. Di sekolah saya sendiri ada yang meminta kepada guru untuk tidak menaikkan anaknya ke kelas berikutnya.

Orangtua tadi menganggap anaknya belum mampu seperti temannya dan melihatnya normal. Ya memang anak berkebutuhan khusus ya tetap harus dilayani secara khusus dan tetap bisa naik kelas.

Ternyata orangtua siswa tadi bersikukuh agar sang anak tinggal kelas. Padahal anak pinginnya naik kelas.

Nah kalau kondisi seperti ini yang dirugikan sebenarnya adalah si anak. Anak bisa malu dan down jika melihat teman seangkatannya naik kelas tetapi tidak dengannya.

Mau tidak mau sekolah mengabulkan permintaan orangtua dengan catatan orangtua tadi memberikan pernyataan secara tertulis bahwa si anak tidak naik kelas karena permintaan mereka. Ya karena saat ini semua sekolah harus menaikkan semua siswa ke kelas di atasnya.

Ah... Semoga saja anak tadi tetap bersemangat belajar meski bersama teman barunya nanti dan ditinggalkan oleh teman seangkatannya.

Orangtua juga perlu belajar menerima dan berdamai dengan kondisi anak agar anak tidak menjadi korban dari sikap egois orangtuanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun