Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ingin Selingkuh? Lihatlah Mata Tak Berdosa Itu...

4 Juni 2020   14:12 Diperbarui: 4 Juni 2020   14:05 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: pxhere.com

Hidup berumah tangga sudah pasti mengalami pasang surut permasalahan. Perselisihan, salah paham, pertengkaran, rukun kembali selalu jadi bumbu yang akan membuat "hidangan rumah tangga" semakin sedap.

Seringkali kita lihat di sekitar kita hingga kasus publik figur yang rumah tangganya bermasalah dan berujung pada perpisahan atau perceraian.

Perceraian adalah sebuah langkah terakhir dari perselisihan yang tak bisa diselesaikan. Dalam ajaran agama sendiri mengatakan bahwa perceraian itu diperbolehkan tetapi tidak disukai oleh Allah.

Untuk mencegah perceraian, sudah tentu berangkat dari komitmen awal ketika mau menikah. Menikah bukanlah karena cinta semata. Di sana ada perjuangan dan ujian yang membuktikan apakah cinta itu bisa membuat rumah tangga menjadi langgeng ataukah tidak.

Langgeng tidaknya rumah tangga jelas harus ada komitmen. Diawali dengan komunikasi yang baik antara suami dan isteri. Komunikasi yang buruk akan membawa rumah tangga bagaikan neraka.

Selain itu perlu juga memikirkan sosok tak berdosa yang akan merasakan pahitnya perceraian. Dia adalah anak.

Anak tidak tahu menahu persoalan orangtuanya namun merasakan sedihnya jika hidup hanya bersama bapak saja atau ibu saja. Atau bahkan ketika masing-masing menikah lagi. Anak akan merasa tersingkir dari kehidupan bapak ibunya.

Anak akan dipaksa oleh keadaan. Ya dipaksa untuk menerima ibu baru atau bapak baru. Belum lagi jika nantinya mereka memiliki anak lagi.

Ini tidak bermaksud menilai negatif sosok bapak tiri ataukah ibu tiri. Tidak semua bapak tiri atau ibu tiri itu buruk. Masih ada sosok ibu tiri atau bapak tiri yang sangat menyayangi anak tirinya.

Namun ketika hati merasa kesal, jengkel atau marah dengan pasangan, maka lihatlah mata tak berdosa dari buah hati. Buah hati yang dulu sangat dinantikan kehadirannya sebagai pelengkap kebahagiaan keluarga kecilnya.

Bukankah semua sayang harus dicurahkan untuk buah hati? Itu adalah hak mereka. Hak akan kasih sayang akan berdampak positif bagi tumbuh kembang anak.

Di luar sana begitu banyak contoh betapa memprihatinkannya anak-anak "broken home". Jika kita tanyakan kepada mereka, pasti mereka ingin memiliki keluarga yang utuh. Ada ibu dan bapaknya.

Anak-anak "broken home" biasanya memiliki perilaku yang cenderung negatif. Hal ini karena mereka ingin diperhatikan oleh orang terkasihnya. Sayangnya kasih sayang ---perhatian--- tak mereka dapatkan.

Mereka meluapkan kekesalan karena kurangnya perhatian dengan berperilaku yang menyimpang. Entah merokok, ngeyel, tingkah laku kriminal, dan sebagainya.

Melihat kondisi anak "broken home" itu, tentu tidak kita inginkan terjadi pada anak kita bukan?

Jadi, melihat dan memikirkan mata tak berdosa itu akan menghaluskan dan meluluhkan emosi sesaat. Toh jika mau mencari sosok idaman lain, belum tentu lebih baik daripada pasangan kita.

Ketika mulai keistimewaan orang, maka kita juga perlu memikirkan bahwa pasangan kita bisa jadi sangat istimewa bagi orang lain. Tentu keistimewaan pasangan tak boleh lepas dari kita.

Tinggal bagaimana kita mensyukuri saja karena sudah diberikan pasangan olehNya. Dengan bersyukur, maka hati akan terjaga dan komitmen akan terus dipegang bagaimanapun keadaannya. 

Semoga saja rumah tangga yang dibangun sekian lama, tidak hancur dalam sekejap hanya karena memiliki idaman lain di hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun