Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ibu- Bapak, Tolong Sediakan Buku Penunjang Pendidikan Ananda

19 November 2019   00:11 Diperbarui: 19 November 2019   00:13 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seberapa besar orangtua dan anak menyenangi buku? ilustrasi: aceh.tribunnews.com

Berbicara tentang peran guru dewasa ini  ---mendidik, mengajar tetapi sebagai fasilitator--- memang tak bisa dihindari. Ada banyak hal yang menjadi penyebabnya, kurikulum yang pertama.

Kurikulum sebagai acuan untuk arah ke mana pendidikan akan dibawa, jelas menuntut guru mengikuti aturan yang ada. Sampai saya sekolah pada tingkatan SMA tak ada ketentuan KKM pada setiap mata pelajaran. Kemudian baru tahun 2000an dikenal istilah itu.

Itu dari aspek nilai KKM. Belum lagi cara pembelajaran. Zaman saya masih sekolah ada CBSA selanjutnya berkembang PAIKEM dan seterusnya. Meski ada kesamaan bahwa siswa dituntut berperan aktif, tak sekadar sebagai objek pendidikan tetapi subjek juga. Guru berperan sebagai fasilitator, pendidik, bukan hanya pengajar.

Apalagi dalam K13, siswa dituntut untuk mandiri mencari bahan bacaan karena tak semua materi ada bacaannya dalam buku siswa. Sebagai contoh, di kelas IV, siswa harus mencari informasi tentang pahlawan, tanpa ada teks pada buku. Karenanya harus ada buku untuk kelancaran pembelajaran. Bacaan di sini tentu diarahkan pada buku ---hard copy--- bukan softcopy atau ebook dan sejenis.

Namun kita lihat saja, langkah pembelajaran dalam K13 benar- benar mengharuskan ada kerjasama yang baik antara tri pusat pendidikan. Okelah, tugas PR tak terlalu banyak diberikan. Saya yakin tak setiap hari guru memberikan PR itu.

Ada banyak pertimbangan. Salah satunya keterbatasan buku yang dimiliki siswa di rumah. Di sinilah butuh kesadaran para orangtua, bahwa pendidikan saat ini menuntut para orangtua ikut aktif mendidik. Yakinlah jika semua keberhasilan pendidikan di Indonesia hanya dibebankan kepada guru maka akan sulit mencapai kemajuan di bidang pendidikan.

Menurut saya pribadi, orangtua harus jeli dan sering mengajak anak ke toko buku setelah mengetahui materi yang ada dalam buku siswa. Kalau perlu beli buku yang berkaitan dengan materi setiap tema. Jangan mengandalkan buku dari sekolah dan internet.

Saran saya untuk para orangtua mungkin terlalu memaksa. "Alah, bu. Apa- apa mahal, kenapa harus beli buku?" bisa jadi muncul komentar seperti itu. 

Saya juga tahu dan paham kalau saat ini sangat lumayan harga- harga barang dan jasa, entah kebutuhan pokok, sekunder, tersier dan sebagainya.

"Bu guru itu kok aneh, mosok saya harus beli buku buat anak. Lah dana BOS untuk apa?" mungkin ada juga yang protes seperti itu.

Dana BOS memang ada peruntukan pengadaan buku, itupun berupa buku paket ---buku siswa--- dan buku penunjang. Sekolah mengelola dana tersebut berdasar juknis BOS. Akan tetapi dari pengarahan dari petugas perpustakaan daerah yang mengatakan bahwa akan lebih baik jika judul buku itu beragam dengan jumlah buku tiap judul yang sedikit daripada sebaliknya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun