Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Kado Terindah] Untuk Bapak

4 Oktober 2019   21:05 Diperbarui: 5 Oktober 2019   16:17 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: jangankepo.com

Aku kembali masuk sekolah setelah beberapa hari izin. Aku terpaksa meninggalkan asrama pondok pesantren yang sudah begitu dekat dan nyaman di hatiku. Ya... Bapakku telah tiada.

Aku sedih. Dialah yang selalu mengarahkan aku untuk menimba ilmu di pondok pesantren meski aku masih kelas IV SD. Semula aku protes berat dengan keputusan bapak. Namun apa daya, aku tak bisa menolak keinginan bapak.

Bapak selalu berkeinginan anak- anaknya tahu agama. Tak seperti dirinya. Bapak adalah buruh tani. Meski begitu hanya sebagai buruh tani, bapak berpandangan luas. Dia ingin anak- anaknya lebih baik dibanding dengannya.

Bapak sangat terinspirasi dengan anak difabel yang hafal Alquran. Bapak sering menyaksikan siaran pemilihan dai cilik di sebuah stasiun televisi melalui televisi hitam putih, warisan simbahku. 

Pertama kali masku ---Mas Yusuf--- yang dimasukkan di pondok pesantren. Mas Yusuf masuk pondok pesantren ketika SMA. Banyak hal yang diperolehnya dari pondok pesantren. Padahal waktu itu mas Yusuf belum lama di sana, baru enam bulan. Saat ini mas Yusuf di pesantren sudah masuk tahun kedua.

Mas Yusuf sering menjuarai lomba, baik lomba pidato berbahasa Inggris, membaca Alquran dan banyak lagi. Akibatnya bapak juga menginginkan hal yang sama dariku

"Nggak apa- apa, dik. Kamu manut sama bapak saja..." motivasi dari Mas Yusuf.

"Tapi bapak nggak adil. Mas Yusuf kan masuk pesantren sudah besar..."

"Justru mumpung kamu masih kecil, dik. Aku saja nyesel, kok nggak dari dulu aku nggak dimasukkan pesantren..."

Aku masih terus memprotes keinginan bapak. Bahkan aku mengatakan kalau bapak dan mamak sangat kejam dan tidak menyayangiku.

"Nanti kamu pasti akan menemukan kedamaian dan kenyamanan di sana, dik. Yakinlah..."

**

Setelah dinyatakan naik kelas IV pada kenaikan kelas, aku resmi dipindahkan ke pondok pesantren baru di luar daerahku. Pesantren itu lumayan dikenal di daerahku meski belum lama didirikan. Akan tetapi di sana belum ada fasilitas sekolah. Jadi kalau santri sekolah maka santri bersekolah di SD terdekat. Kebetulan sekolah itu milik sebuah yayasan swasta Islam.

Benar, seperti kata mas Yusuf, lama kelamaan aku merasa nyaman berada di lingkungan pesantren. Teman santri, ustadz dan bapak ibu guru di sekolah sangat baik pada kami. 

Di tengah rasa nyamanku di pesantren, tiba- tiba aku diberi kabar bahwa bapak meninggal. Aku jadi patah semangat. Oleh pengurus pondok pesantren, aku diizinkan pulang untuk mengantar bapak di tempat peristirahatan terakhirnya.

**

Sebelum aku kembali lagi ke pondok pesantren, mas Yusuf dihubungi guruku.

"Dik, kamu sudah ditunggu bu guru untuk lomba besok Kamis..."

Aku jadi ingat, aku harus mewakili lomba seni baca Alquran. Bu guru itulah yang telah melatihku selama hampir sebulan. Bu guruku itu sangat keren bagiku. Meski bukan guru agama tapi beliau dalam bidang seni baca Alquran juga jago. Suaranya indah.

Aku jadi semangat lagi untuk sekolah dan belajar di pesantren. Meski aku telah kehilangan bapakku untuk selamanya. Apalagi ustadzku dulu pernah memberitahu bahwa orang yang meninggal dan sudah di alam kubur, dia selalu menunggu kiriman doa dan amalan anaknya yang sholih. Dia bahagia ketika dikirimi amalan sholih anak, tapi akan menangis kalau anaknya berbuat buruk.

Aku takkan membiarkan bapak menangis di sana. Aku bertekad untuk semangat belajar di pesantren, seperti keinginan bapak. Tujuanku untuk mengirimkan amalan baik untuk bapakku. Kutahu bapak tak bisa melihat keberhasilanku nanti. Bapak tak bisa tersenyum di depan mataku ketika aku sukses kelak, tapi kuyakin aku bisa memberikan kado terindah untuk bapak di sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun