Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

RA Kartini, Pendekar Emansipasi Wanita

20 April 2019   21:31 Diperbarui: 20 April 2019   22:40 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
RA Kartini. Gambar: cnnindonesia.com

Ibu kita Kartini putri sejati
Putri Indonesia harum namanya
Ibu kita Kartini pendekar bangsa
Pendekar kaumnya untuk merdeka
Wahai ibu kita Kartini putri yang mulia
Sungguh besar cita- citanya bagi Indonesia

Ketika kita masih kecil, masih duduk di bangku SD, dan pelajaran menyanyi pasti banyak di antara kita yang senang dan favorit menyanyikan lagu ini. Ya...lagu Ibu Kita Kartini karya WR Supratman ini pasti berkesan dan familiar bagi kita.

Sejarah Kartini

RA Kartini yang lahir pada tanggal 21 April 1879 termasuk seorang puteri bangsawan. Ayah Kartini adalah RM Adipati Aryo Sosroningrat, bupati Jepara. Sosroningrat memiliki 2 isteri dan 11 anak. Isteri pertama( garwa padmi) sosroningrat adalah R Ayu Wuryan, sedang isteri kedua (garwa selir/ ampil) adalah Mas Ajeng Ngasirah. Kartini termasuk puteri Sosroningrat dari garwa selir/ ampil.

Setelah memasuki masa sekolah, Kartini dimasukkan ke Sekolah Kelas Dua Belanda. Di samping itu ia dan saudara- saudaranya mendapat pendidikan bahasa dan tata krama Jawa dan mengaji Quran berikut pelajaran agama ( Kamajaya. 1982. 9 Srikandi Pahlawan Nasional. Yogyakarta: UP Indonesia Jogja, hal 58 ). Mereka mendapat pendidikan barat tapi tetap berpegang pada budaya Jawa. Mereka memiliki pandangan yang cukup luas, meski setelah usia 12 tahun Kartini dan saudara- saudara perempuannya harus dipingit.

Ketika menjalani masa pingitan tersebut, Kartini masih membaca buku karangan Multatuli, Minnebrieven ( Surat- surat Percintaan ). Dari buku tersebut Kartini mengetahui kondisi Indonesia yang tertindas dan pendidikan  pun diabaikan oleh pemerintah Belanda.

Akhirnya Kartini menulis curhat melalui surat untuk teman- temannya, seperti Estella Zeehandelaar, EC Abendanon, MCE Ovink- Soer, Prof. Dr. GK Anton dan nyonya, Nyonya HG de Booij- Boissevain, HH van Kol dan nyonya, Mr. JH Abendanon dan nyonya.

Kemudian oleh JH Abendanon, surat- surat tersebut dikumpulkan dan dihimpun menjadi sebuah buku " Habis Gelap Terbitlah Terang".  Ia (Kartini) sendiri menulis artikel dalam sebuah majalah yang berjudul " Van een Vergeten hoekje" (dari Sebuah pojok yang dilupakan ). (Kamajaya: hal. 61)

Tujuan yang diinginkan Kartini adalah wanita Indonesia bisa maju seperti wanita barat. Bukan berarti semua hal dari barat ditiru. Pendidikan barat baginya ( Kartini ) terutama adalah menambah pengetahuan sehingga orang barat dapat menghargai kepada bangsanya yang telah terdidik. Intinya hal- hal positif yang bisa mengangkat derajat bangsa-lah yang diambil, hal yang negatif ditinggalkan.

Kartini sempat berkeinginan belajar ke Belanda dan mengajukan beasiswa bersama adik- adiknya, Kardinah dan Rukmini. Ternyata Kardinah dan Rukmini terlebih dulu menemukan jodoh dan menikah sehingga tidak bisa belajar ke Belanda.

Akhirnya Kartini pun menyatakan pada Mr Abendanon bahwa ia pun tidak ingin lagi belajar ke Belanda. Kartini hanya ingin belajar di Jakarta. Pada perkembangannya, beasiswa belajar ke Belanda diusulkan Kartini agar dialihkan untuk Agus Salim.

Sambil menunggu waktu belajar di Jakarta, Kartini membuka sekolah gratis di Jepara. Sekolah ini untuk perempuan dan pelajarannya meliputi menjahit, bahasa Jawa, memasak dan menyulam.

Kemudian pada 8 November 1903 Kartini menikah dengan bupati Rembang, Joyoadiningrat. Joyoadiningrat adalah duda dengan beberapa anak. Kartini sangat menyayangi anak- anak tiri dan anak didiknya. Mereka diasuh seperti anak sendiri dengan penuh kasih sayang. Sampai akhirnya Kartini melahirkan putranya dan pada tanggal 17 September 1904 Kartini wafat.

Kartini Masa Kini
Perempuan Indonesia saat ini menikmati kesamaan hak dalam berbagai bidang. Tentunya ketika menikmati kesamaan tersebut maka tetaplah tidak melupakan kodratnya sebagai perempuan.

Kodrat perempuan adalah menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya, menjadi istri yang baik bagi suaminya. Selain itu bisa juga turut berkontribusi bagi kemaslahatan umat atau negara.

Kartini sendiri telah memberikan contoh tentang kasih sayang kepada anak tirinya. Pengabdian untuk keluarga yang diimbangi pengabdian untuk para perempuan lewat sekolah perempuan yang didirikannya. Itupun atas persetujuan sang suami.

Bagaimanapun restu suami memang wajib dikantongi para perempuan yang bekerja di luar rumah. Dan pastinya si perempuan harus bisa menjaga nama baik diri dan keluarga. Jangan sampai karir malah menghancurkan rumah tangga.

Seorang perempuan yang telah menikah memang menjadi milik suami. Itu yang harus disadari perempuan. Tetapi bukan berarti perempuan bisa diperlakukan semena-mena. Perempuan tetap memiliki hak atas dirinya untuk hidup tenang, bahagia dan kesetiaan suami. 

Selamat Hari Kartini!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun