Berkecimpung di dunia pendidikan, apalagi di pendidikan dasar, sungguh memberikan tantangan luar biasa. Tantangan untuk menyelesaikan materi pelajaran sesuai karakter dan kemampuan siswa, tantangan untuk bersabar di segala suasana dan beragam tugas seperti membuat laporan BOS, aset dan sebagainya.
Okelah. Itu sudah resiko untuk menjadi guru. Mau tak mau, karena sudah terlanjur sayang dan cinta, guru tetap berdiri tegar mengerjakan tugas- tugas tadi.
Sekarang berkaitan dengan tantangan pencapaian materi pelajaran. Salah satunya menceritakan atau menuliskan ulang sebuah bacaan bagi para siswa. Bisakah siswa melakukan atau mengerjakan tugas tersebut. Tentu bisa. Akan tetapi memang sesuai kemampuan atau daya tangkap siswa ketika membaca.
Menuliskan atau menceritakan ulang sebuah teks bacaan tidaklah semudah menceritakan ulang film kartun yang telah ditontonnya. Atau menceritakan tentang tontonan tradisional seperti jathilan, pasti siswa lebih mudah melakukannya. Mengapa? Karena film kartun dan jathilan lebih menarik bagi mereka sehingga dengan mudah mereka akan bercerita meski guru tak pernah memintanya. Akhirnya riuhlah kelas setelah ada orang nanggap jathilan. Itu yang terjadi di kelas.
Menceritakan atau menuliskan ulang  sebuah teks tidak mudah. Kemampuan membaca yang terbataslah yang menjadi penyebabnya. Guru haruslah maklum dan terus memotivasi anak didiknya agar kemampuannya terus berkembang.
Itu dalam dunia pendidikan. Dalam dunia kepenulisan pun sebenarnya penulis sekadar menceritakan ulang dalam bentuk tulisan, baik dari fenomena alam, dunia politik, sosial, budaya, bacaan literasi yang ada dan sebagainya.Â
Meski demikian, penulis pemula, seperti saya misalnya, ternyata juga mengalami kesulitan dalam menceritakan dan menuliskan segala sesuatu yang telah ditangkap oleh indera saya. Â Â
Kesulitan menceritakan ulang selalu dialami manusia. Ada kalanya otak terasa mentok. Nah kalau sudah seperti itu otak perlu difreshkan dengan beragam kegiatan sesuai kesenangan atau hobi.Â
Menulis yang dilakukan penulis pemula --seperti saya-- layaknya yang dilakukan para siswa ketika berlatih menuliskan lagi teks yang telah mereka baca. Cuma memang tingkat kesulitan tentu berbeda karena tak mungkin kita hanya membaca teks ringan seperti mereka. Semakin bertambah umur maka bacaan yang kita nikmati harusnya lebih berbobot. Hal tersebut adalah vitamin bagi otak kita.
Jika para siswa pantang menyerah dalam mengerjakan tugas, maka kita yang dewasa harusnya lebih semangat daripada mereka. Kita adalah contoh atau teladan bagi mereka. Sesulit apapun, menulis harus terus kita lakukan. Â