Debur ombak memecah karangÂ
Menghenyakkan pikirkuÂ
Akan diaÂ
Ya dia yang sering mengisi ruang hatiÂ
Ruang rindukuÂ
Rindu ini terlarangÂ
Bukan hanya untukkuÂ
Tapi juga untuknyaÂ
Puisi sederhana ini ku pahatkanÂ
Di pasir putihÂ
Tepi pantaiÂ
Pernah ku tuliskanÂ
Lalu menghilangÂ
Bersamaan ombak yang menepiÂ
Ku berharapÂ
Rindu terlarang iniÂ
Musnah juga bersama surutnya ombak
Aku masih terus memikirkan Jun. Dia yang memang selalu mengisi hari-hariku. Tapi perasaan itu harus ku halau jauh- jauh.
Aku tak mau jadi duri dalam rumah tangganya. Aku wanita. Aku pernah merasakan sakit hati juga ketika kekasihku meninggalkanku demi wanita lain.
"Dik, Daya. Kok chat-ku tak pernah kamu balas beberapa hari ini...", Chat Jun masuk ke nomor kontak WA-ku.
Ah... Aku terlanjur membuka pesan itu. Jemariku ingin mengetikkan sesuatu tapi aku kehilangan kata-kata.
Terbayang Jun yang ramah dan mempesona. Tapi aku wanita yang punya hati. Bagaimana pun rasa cinta dan terpesona akan sosok Jun tak boleh ku lanjutkan.
Biar hanya aku dan Allah yang tahu. Seperti kekaguman Zulaikha kepada Yusuf, pemuda tampan yang diabadikan dalam kitab suci. Tapi aku tak berharap cintaku berakhir seperti kisah Zulaikha dan Yusuf.
"Dik Daya. Kok cuma diread?", Chat-nya lagi.
Ku ingat kata-kata romantis yang sering dikirimkannya untukku. Jujur aku pun terbuai dan menikmati setiap rangkaian kata yang aku terima. Aku pikir, bila denganku saja romantis maka dengan isterinya pasti lebih romantis. Aku tahu dia tipe laki-laki yang begitu menghormati separuh jiwanya. Mungkin hanya kekhilafan yang sekarang dia perbuat.
Aku tak mau membuka peluang syaitan untuk menjerumuskan dia dan aku. Ayah dan ibuku akan terpukul bila aku lakukan hal bodoh. Aku lebih menginginkan kebahagiaan mereka. Mereka ridho akan hidupku maka Allah juga ridho padaku.