Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hujan Kali Ini (2)

7 Desember 2018   18:53 Diperbarui: 7 Desember 2018   19:02 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Luka yang tak berkesudahan membuat hatiku nelangsa. Berharap cinta pada seseorang yang ternyata memutuskan lebih memilih pada pemikiran ibundanya.

Aku paham. Dia laki-laki yang sangat menghormati wanita yang selama ini menjadi pahlawan dalam hidupnya. Wanita suci, shalihah. Dia tak ingin dilabeli anak durhaka. Dia sadar dalam tuntunan agama anak laki-laki memang menjadi milik ibundanya. Bahkan ketika dia sudah menikah.

Lalu bagaimana denganku?

Aku belumlah lama mengenalnya. Dia sempat mengungkapkan ingin jauh lebih dekat denganku. Sebersit rasa bahagia meski mungkin hanya rasaku yang berlebihan.

"Dia belum pernah punya cewek kok, Ra", begitu cerita Nadin sahabatku. Kebetulan dia juga saudara sepupunya. Nadin termasuk sahabatku yang seenaknya manggil namaku Ra. Padahal ortuku dan saudaraku manggil aku Nur. Oh iya namaku Noura.

"Itu kan menurutmu, Din...", Sahutku.

Nadin cerita banyak hal tentangnya. Ah...aku sediri kini seolah tak mau mengingat namanya lagi. Bukan karena membencinya. Bukan. Aku hanya ingin melupakannya. Aku ingin melupakannya dengan segala hal baik darinya.

Suatu saat Nadin menemuiku di sela jam istirahat kantor. Terlihat wajahnya gusar tak berkesudahan. Aku tak pernah melihatnya seperti itu.

"Ada apa, Din?", Aku khawatir melihatnya seperti itu. Tak seperti biasa dia kacau seperti kali ini. Waktu istirahat harusnya dia istirahat. Tapi tak dilakukannya. Tempat kerja kami beda.

"Kamu bisa dimarahi Bu Bos lho kalau kamu sampai kantor terlambat...", Kataku hati-hati.

"Aku kesal sama Budhe Intan dan Indra, Ra..."

Ah...kenapa pula Nadin menemuiku hanya untuk cerita tentangnya? Aku sudah cukup tenang tak mendengar kisahnya selama beberapa bulan terakhir.

Aku terdiam. Aku ingin menguasai hatiku. Ku biarkan Nadin menata hati dan kekesalannya.

"Budhe Intan mau menjodohkan Indra dengan Ziya...", Ucap Nadin dengan suara agak tinggi.

Jantungku berdetak kencang mendengarnya. Hatiku sakit meski sebenarnya tak boleh ku rasakan.

"Kamu tahu nggak, Ra? Siapa Ziya itu?", Nadin bertanya kepadaku.

Aku menggelengkan kepalaku.

"Dia masih saudara Indra. Masih saudaraku juga..."

Nadin terdiam. Sepertinya memilih kata yang tepat untuk menceritakan keadaan saudara- saudaranya.

"Ra, Budhe Intan ingin menyelamatkan nama baik keluarga Ziya. Ziya itu saudaraku yang labil. Dia punya kekasih. Tapi mereka kebablasan..."

Aku sudah bisa menerka jalan ceritanya. Lama aku dan Nadin membisu. Aku biarkan Nadin dengan pikirannya. Dia pun membiarkan ku dengan pikiran dan hatiku.

Ku lirik arlojiku.

"Waktu istirahat sudah hampir habis,Din... Kamu segera ke kantor. Jangan sampai ditegur Bu Bos..."

Nadin segera pamit dan menuju kantornya. Ku pandangi kepergian sahabatku dengan hati pilu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun