Telah tiba di zaman di mana nasi goreng lebih hebat dari manusia. Coba pikirkan. Nasi goreng sudah diliput media internasional, sebagai makanan terenak no. 2 di dunia. Nasi goreng bersanding dengan kuliner internasional seperti ramen, fettucini alfredo, kimchi, dan sebagainya . Tukang masaknya? Mereka mungkin baru dengar nama-nama makanan luar negeri tersebut.
Nasi goreng juga lebih cerdik dari politikus biasa. Coba pikirkan. Siapa lagi yang bisa masuk istana Presiden tiap makan siang? Siapa juga yang bisa masuk kediaman para politikus, baik yang menjabat atau tidak menjabat? Bayangkan jika nasi goreng punya mata, telinga, dan mulut. Mungkin sudah terbongkar semua rahasia negara. Tukang masaknya? Mereka mungkin tahu politik, tapi hanya sebatas omongan pihak luar.
Kebanyakan tukang masak nasi goreng adalah rakyat biasa. Mereka sosok tanpa lencana, menukar upah secuil harta dengan sepiring nasi goreng. Nasi goreng sudah keliling dunia, pembuatnya baru lihat satu negara. Nasib tukang masak dan masakannya beda ya. Namun, mungkin begitulah hidup. Hidup, seperti nasi goreng, bersiaplah untuk dimasak, diaduk-aduk, dan digoreng-goreng. Tak dingin, tak diam, dan tak tawar. Hidup nasi goreng tak bisa datar. Hidup nasi goreng menghasilkan aroma, rasa, dan kelezatan; memberi rasa dan bahagia bagi banyak orang. Oh, nasi goreng.
